Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Surat Sakti Syarat Mengaji

Pemerintah Kota Padang mengharuskan siswa bersertifikat pandai membaca dan menulis Al-Quran untuk mendaftar ke SMP. Aneka jurus menyiasatinya.

29 Agustus 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EVALISA memilih mendatangkan guru ngaji ke rumah menjelang putrinya lulus sekolah dasar. Si anak diberi kursus kilat membaca dan menulis Al-Quran sampai lancar. Lantas Eva mendaftarkan anaknya ke taman pendidikan Al-­Quran (TPA) di kampungnya, Kelurahan Air Dingin, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang. Dengan jurus seperti itu, tak perlu berbulan-bulan bagi putri Eva untuk mendapatkan sertifikat. "Dua bulan saja," katanya dua pekan lalu.

Sertifikat pandai membaca dan menulis Al-Quran itu layaknya "surat sakti" bagi siswa beragama Islam yang ingin masuk ke sekolah menengah pertama atau madrasah tsanawiyah negeri. Tanpa "surat sakti" tersebut, lulusan sekolah dasar tak diterima di sekolah pelat merah. Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 6 Tahun 2003 tentang pandai baca-tulis Al-Quran. Tiga tahun setelah beleid keluar, panitia penerimaan siswa baru memasukkan sertifikat sebagai salah satu prasyarat. Bahkan SMP rintisan sekolah berstandar internasional, seperti SMPN 1 Padang dan SMPN 8 Padang, mewajibkan calon siswanya bersertifikat khatam Al-Quran.

Kota Padang mengikuti jejak Kabupaten Solok, yang menerapkan aturan serupa sejak 2001. Adalah Bupati Gamawan Fauzi—kini Menteri Dalam Negeri—yang memelopori penerbitan peraturan daerah berbasis agama tersebut. "Kami ingin masyarakat Solok menjalankan syariah dengan benar," kata Gamawan kepada Tempo. Maigus Nasir, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Padang periode 1999-2004, yang turut membidani lahirnya peraturan daerah tersebut, mengatakan Pemerintah Kota Padang saat itu prihatin terhadap kondisi anak-anak yang tidak diarahkan untuk belajar Quran. Orang tua lebih mengutamakan les bahasa Inggris, matematika, dan ilmu pengetahuan alam.

Tanda bukti pandai membaca dan menulis Al-Quran dikeluarkan TPA. Lembaga pendidikan agama ini didirikan di setiap masjid dan musala di Kota Padang. Pemerintah Kota Padang mendukung dengan mengalokasikan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk TPA. Umumnya anak-anak masuk TPA sejak kelas III dan IV. Mereka mengaji saban sore selama dua jam. Khusus di hari Minggu, jam belajar dimulai subuh dan selesai pada pukul sembilan pagi.

Nah, jam belajar di TPA itulah yang dikeluhkan orang tua, termasuk Evalisa. "Terlalu lama, dan setiap hari," ujarnya. Hendri, warga Kota Padang, pun ngedumel. "Mengganggu aktivitas lain," katanya. Maka ia tak memasukkan putrinya ke TPA. Sama seperti Eva dan banyak orang tua lain, ia mengundang guru ngaji ke rumah. Alhasil, tak ada sertifikat di tangan.

Akibat tak memiliki sertifikat itu, anaknya nyaris tak diterima di SMP negeri. Hendri mendaftarkan putrinya melalui program penerimaan siswa baru secara online. Si anak diterima. Namun, pada tahap berikutnya, panitia sekolah meminta sertifikat kemampuan baca-tulis Al-­Quran dari TPA. Hendri berargumentasi bahwa anaknya tak punya sertifikat tapi jago membaca dan menulis Quran. "Yang penting memiliki sertifikat sesuai perda. Pemegang sertifikat saja ada yang belum pandai membaca Quran," kata panitia, seperti dikutip Hendri. Lobi sana-sini, akhirnya Hendri diminta membikin surat pernyataan bersedia menyekolahkan anaknya ke TPA setahun agar mendapatkan sertifikat. Jika pada tahun berikutnya sertifikat belum juga dimiliki, akan ada teguran dari kepala sekolah.

Direktur Pusat Studi Antar Komunitas, Sudarto, menilai kebijakan mewajibkan siswa pandai baca-tulis Quran dengan tanda bukti secarik sertifikat tampak sebagai kegiatan administratif. Implementasi di lapangan telah bergeser, bukan lagi pendalaman materi agama. "Ini mubazir, menghabiskan anggaran pemerintah," katanya.

Wakil Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah menepis tudingan bahwa beleid ini justru menghambat siswa. Sebaliknya, kata dia, ketentuan ini memberikan perlakuan khusus kepada siswa yang berasal dari luar Kota Padang untuk belajar lebih dulu. "Tidak ada anak yang terhambat. Syariah itu untuk kebaikan," ujar Mahyeldi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus