Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sikap Hermanu Triwidodo akhir-akhir ini mendua. Ia senang karena prediksinya tentang penurunan produksi beras jitu. Tapi pengajar Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor itu juga sedih karena kelangkaan beras membuat harga komoditas pangan paling utama tersebut melonjak. "Sejak tahun lalu, kami peringatkan potensi produksi beras nasional menurun," kata Hermanu, Kamis pekan lalu.
Prediksi Hermanu mulai kelihatan pada awal Desember 2017. Dari data Pasar Induk Beras Cipinang yang dilansir dalam situs foodstation.co.id, harga beras grosir Setra mulai naik pada pertengahan Desember 2017. Saat itu, harganya masih Rp 12.700 per kilogram. Jumat pekan lalu, harganya menyentuh Rp 13.825 per kilogram. Adapun harga beras IR-64 alias Ramos kelas I naik dari Rp 11.100 menjadi Rp 12.650 per kilogram. Dua jenis beras itu paling populer di lidah orang Indonesia.
Salah satu pedagang beras besar di Cipinang, Jakarta, Billy Haryanto, mengatakan pedagang kesulitan mencari pasokan sejak awal Desember. Pasokan yang biasanya datang dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur mulai seret. "Penggilingan-penggilingan tidak memperoleh gabah," ujarnya. "Akhirnya, kami menjual ke pelanggan tetap saja. Takut stok habis."
Pada akhir Januari tahun lalu, Hermanu, yang juga Ketua Umum Gerakan Petani Nusantara, mengirim surat kepada Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Dalam surat itu, Hermanu mengatakan serangan hama wereng batang cokelat, yang kerap disingkat WBC, sudah memprihatinkan di Jawa. Kondisinya mirip dengan serangan 2009-2011, yang membuat produksi beras nasional anjlok 2 juta ton. Wereng cokelat ini menebarkan virus kerdil hampa dan kerdil rumput yang membuat padi puso.
Hermanu meminta Kementerian mengingatkan petani agar tidak menyemprotkan insektisida ke lahan yang digasak wereng. "Penelitian menunjukkan ledakan WBC terjadi karena proses resurgensi hama akibat penggunaan insektisida," kata Hermanu dalam suratnya. Akibatnya, wereng kebal dan makin ganas. Cara yang paling jitu, menurut Hermanu, adalah memutus siklus wereng dengan memberi jeda buat padi. Serangan terbesar terjadi di lahan yang sepanjang tahun ditanami padi tanpa diselingi palawija.
Enam bulan berlalu, serangan WBC belum kunjung turun. Pada akhir Juli 2017, Hermanu mengajak sejumlah guru besar pertanian, antara lain Andi Trisyono dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menemui Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki-pekan lalu digantikan Jenderal Purnawirawan Moeldoko. Dalam pertemuan itu, Hermanu dan Andi kembali memaparkan soal serangan wereng cokelat. Sepekan kemudian, giliran sejumlah petani dari kawasan pantai utara Jawa Barat yang diajak Hermanu menemui Teten. "Kami bilang ke KSP, ’Hati-hati, di sebagian Subang sudah tiga kali musim tidak panen karena serangan wereng’," ujar Hermanu.
Setelah mendapat laporan itu, Kantor Staf Presiden meminta bantuan Kemitraan, lembaga swadaya nirlaba. Kemitraan diminta membantu memverifikasi temuan Hermanu, para petani di Gerakan Petani Nusantara, dan para pakar pertanian lain. Lewat Kemitraan inilah Irendra Radjawali, praktisi pesawat mini nirawak, berperan. Menggunakan drone yang dipasangi near infrared camera, Radja menyorot kondisi lahan padi dari ketinggian 70 meter di atas Dusun Lamaran dan Babakan, Desa Jatireja, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Ini kawasan yang dilaporkan menjadi pusat serangan wereng.
Menurut Radja, citra yang ditangkap drone lebih tepat ketimbang satelit yang selama ini dipakai Kementerian Pertanian untuk memetakan kondisi tanaman padi dalam jumlah besar. Citra tangkapan drone itu selanjutnya dianalisis dengan indeks vegetasi (normalized difference vegetation index atau NDVI). "Ini untuk menentukan tanaman sehat atau tidak sehat," kata Radja di Jakarta, Selasa pekan lalu. Nilai NDVI berkisar dari -1-biasanya air-sampai +1 alias vegetasi lebat.
Hasil tim Kemitraan mencatat nilai rata-rata NDVI di dua dusun tersebut hanya 0,05 dan 0,01. Angka itu menunjukkan padi sudah hancur. Badan padi kerdil, bulirnya kopong, dan dikelilingi gulma. Kondisi ini membuat produktivitas tanaman hanya 10-20 persen. Artinya, potensi gagal panen bisa lebih dari 80 persen. "Tapi, kalau dengan mata telanjang, tanamannya terlihat hijau," ujar Radja.
Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Ekologi, dan Budaya Strategis Kantor Staf Presiden Yanuar Nugroho membenarkan kabar bahwa kantornya meminta bantuan Kemitraan untuk memeriksa laporan serangan wereng cokelat pada tahun lalu. Menurut Yanuar, pemantauan itu sekaligus untuk memeriksa data produksi beras yang lebih tepat. "Kami tahu ada diskrepansi data produksi beras selama ini," tutur Yanuar di kantornya, Kamis pekan lalu.
Salah satu pejabat di Istana mengatakan hasil pemantauan tersebut rampung pada Oktober 2017 dan sudah disampaikan ke Teten Masduki, Kepala Staf Kepresidenan saat itu. Salah satu isi kajian itu adalah rekomendasi impor. Usul ini untuk mengantisipasi menipisnya pasokan beras pada akhir tahun akibat serangan wereng yang masif. "Temuan itu sudah sampai ke Presiden," ujar pejabat tersebut.
Lewat pesan pendek pada Jumat pekan lalu, Teten enggan menjelaskan hasil pemantauan Kantor Staf Presiden tentang serangan wereng cokelat tahun lalu. Teten, yang kini menjadi koordinator staf khusus presiden, menyarankan Tempo menghubungi Denni Purbasari, Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden.
Hingga akhir pekan lalu, Denni tidak bersedia ditemui. Ia meminta Tempo bertanya kepada sejumlah pakar ekonomi dan pertanian yang juga diajak berdiskusi oleh Kantor Staf Presiden. Salah satunya Bustanul Arifin, guru besar ekonomi Universitas Lampung. Bustanul mengakui diajak Denni beberapa kali mendiskusikan ketahanan pangan nasional menyangkut produksi beras. "Saya diminta masukan dari sisi ekonomi," kata Bustanul setelah berbicara di Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Kamis pekan lalu.
BUKAN hanya Kantor Staf Presiden yang memeriksa kebenaran produksi beras yang diklaim Kementerian Pertanian. Saat serangan wereng cokelat mengganas pada pertengahan 2017, Kementerian Koordinator Perekonomian memanggil Kementerian Pertanian. Rapat koordinasi terbatas pertama dihelat pada 23 Juni 2017. Dalam rapat serupa pada Agustus, Kementerian Pertanian mengatakan wereng cokelat hanya menyerang 69.732 hektare sawah dan hanya 849 hektare yang disergap sampai puso. Sebagian besar cuma terkena serangan ringan.
Kementerian Koordinator Perekonomian kemudian menerjunkan tim untuk memeriksa serangan wereng cokelat. Mereka bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor memeriksa kondisi padi, terutama di kawasan pantai utara Jawa Barat, salah satu pusat penghasil padi nasional. Tim menyisir sawah-sawah dari Indramayu hingga Karawang. "Temuan kami, ada 600 hektare yang puso," ujar Kepala Bidang Konsumsi dan Cadangan Pangan Kementerian Koordinator Perekonomian Indah Megawati, Jumat pekan lalu.
Temuan lebih parah diperoleh Klinik Tanaman Institut Pertanian Bogor dan Gerakan Petani Nusantara. Tim ini menyisir dua kecamatan di Kabupaten Subang, yaitu Cipunegara dan Compreng, serta Kecamatan Gegesik, Kaliwedi, Kapetakan, dan Susukan, Cirebon, pada Oktober-November tahun lalu. Luas lahan padi di Kecamatan Compreng dan Cipunegara sekitar 10.044 hektare. Namun padi yang bisa dipanen hanya 1.004 hektare atau 10 persennya. "Tingkat produktivitas lahan di kedua kecamatan itu hanya 30-40 persen," tulis Hermanu dalam laporannya. Produksi normal lahan semestinya 7 ton per hektare.
Selain tim IPB, pengajar Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan UGM, Andi Trisyono, sempat berkeliling ke Subang dan Indramayu pada September-November 2017. Ia bersama tim UGM juga mengunjungi Klaten dan sejumlah lahan sawah di Jawa Tengah untuk memeriksa serangan wereng cokelat. Di Indramayu, kata Andi, satu hamparan lahan positif terkena virus kerdil hampa. Dari wawancara dengan petani-petani di Klaten, serangan wereng itu sudah masuk musim ketiga. "Dua musim sebelumnya tidak panen," ujar Andi.
Menurut dia, bila padi sudah terkena serangan wereng, serangan serupa berpotensi muncul di musim berikutnya. "Padi masih kelihatan hijau dan ekspektasi panen tinggi. Padahal padinya kosong," katanya. Dari pantauan di lapangan itu, terlihat bahwa serangan wereng pada tahun lalu bersifat endemis. Sebab, padi yang baru keluar kuncupnya sudah langsung dikerubungi wereng cokelat. Andi mengakui sejumlah tempat yang dia kunjungi belum bisa merepresentasikan total lahan sawah di Indonesia. Tapi semestinya temuan itu menjadi peringatan dini bagi pemerintah.
Dari hasil verifikasi lapangan dan juga masukan dari IPB, Kementerian Koordinator Perekonomian menyimpulkan stok beras tidak akan cukup sampai akhir tahun. Sebab, serangan wereng berpotensi kuat menurunkan produksi beras. "Kami sudah mengusulkan agar Kementerian Pertanian memeriksa kembali prognosis produksinya," kata Indah. "Sempat dibahas di rapat koordinasi terbatas."
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Sumardjo Gatot Irianto menyebutkan, saat itu, kementeriannya kukuh bahwa tidak ada penurunan produksi. Sumardjo ragu terhadap data Kantor Staf Presiden, verifikasi lapangan Kementerian Koordinator Perekonomian, serta temuan lapangan Klinik Tanaman IPB dan Gerakan Petani Nusantara. "Orang IPB jumlahnya berapa? Kami jumlahnya berapa? Kami turunkan semuanya ke daerah serangan," ujar Sumardjo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis pekan lalu.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, sepanjang tahun lalu, anak buahnya terus menanggulangi serangan wereng cokelat. Kementerian, kata dia, juga telah menyiapkan benih Inpari 43, yang relatif lebih tahan wereng. "Kami perbanyak dan ganti benihnya," kata Amran lewat sambungan telepon, Jumat pekan lalu. Namun Amran menolak anggapan yang menyebut tiga kali masa tanam dalam satu tahun sebagai biang siklus serangan wereng tak bisa putus. "Tiga kali tanam itu bagus untuk kesejahteraan petani karena mereka bisa berproduksi tiga kali," ujarnya.
Amran tahu Kantor Staf Presiden dan Kementerian Koordinator Perekonomian memverifikasi serangan wereng tahun lalu. Namun dia menolak kesimpulan bahwa serangan wereng itu memicu turunnya produksi. "Justru ada luas wilayah tanam yang bertambah sekitar 400 ribu hektare," katanya.
Sampai rapat koordinasi terbatas di Kementerian Koordinator Perekonomian terakhir pada 29 Desember lalu, Kementerian Pertanian masih kukuh bahwa tidak ada penurunan produksi. Kementerian Pertanian selalu menyebutkan rata-rata produksi beras per bulan 3 juta ton. Sedangkan kebutuhan beras hanya 2,3-2,4 juta ton. Keputusan impor baru keluar setelah stok kian terbatas dan harga beras mencekik perut pada pertengahan Januari lalu.
Khairul Anam, Putri Adityowati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo