Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Syair Kehidupan Tanah Matahari

22 November 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lamalera, yang berarti tanah matahari, menyimpan tradisi sastra lisan yang unik. Dilantunkan dalam pelbagai kesempatan, termasuk saat menangkap paus.

... o sora tarem bale e
tala lefo rae tai
ribu lefo golé
bera rae nai....

(... Kerbau yang bertanduk gading
Mari kita beranjak menuju
kampung nun di sana
Seluruh masyarakat merindukan
kehadiranmu
Ayo segeralah kita ke sana....)

Penggalan syair lagu Datanglah Kau Angin itu dilantunkan Ivan Nestorman dalam iringan perkusi dan petikan gitar yang mengalir dalam tempo sedang.

Syair lagu itu bercerita tentang seekor paus yang telah ditangkap dan kemudian ditarik para nelayan ke darat. ”Kerbau yang bertanduk gading” merupakan kiasan masyarakat setempat bagi paus, mamalia laut yang saban tahun, sepanjang Mei-Oktober, melintas di Laut Sawu yang menghampar di depan Lamalera.

Datanglah Kau Angin, yang syairnya berbahasa Lamalera dan Indonesia, adalah satu di antara lima tembang dalam album Ivan bertajuk Return to Lamalera. Inilah proyek album yang digarap Ivan—yang pernah berkolaborasi dengan musisi jazz Gilang Ramadhan, Donny Suhendra, Krisna Prameswara, dan Adi Darmawan—untuk merayakan Festival Baleo yang digelar di Lamalera, akhir Oktober lalu.

”Album ini berisi beberapa lagu yang mencoba menggambarkan denyut kehidupan di Lamalera,” kata Ivan. ”Karena Lamalera sangat kental dengan kehidupan laut, saya mengaransemen musiknya kental dengan warna tropis,” ujar musisi asal Manggarai, Flores Barat, Nusa Tenggara Timur, yang menyebut albumnya tersebut sebagai world music itu. Bona Beding, penggagas Festival Baleo yang juga terlibat dalam album tersebut, menyatakan Return to Lamalera merupakan salah satu bentuk upaya mereka mendokumentasikan sastra laut Lamalera. Selama ini, tutur Bona, sastra laut Lamalera berkembang sebagai tradisi sastra lisan yang turun-temurun di sana.

”Belum ada dokumentasi tertulisnya. Selama ini hanya dinyanyikan ketika masyarakat Lamalera melaut, termasuk saat menangkap paus,” katanya.

Berdasarkan penelusuran Bona, sastra laut Lamalera yang telah mentradisi secara lisan sejak ratusan tahun silam itu jumlahnya 50-60 buah dalam bentuk syair lagu atau nyanyian. Sebagian besar syair itu mengungkapkan perihal laut beserta isinya. Misalnya, ada syair yang dilantunkan ketika menangkap ikan pari, ada syair yang dirapalkan saat menikam paus, dan ada syair yang dinyanyikan tatkala hendak melaut. ”Yang unik, untuk setiap jenis ikan yang ditangkap, mereka punya syair sendiri-sendiri,” ujarnya.

Syair lagu dalam album Return to Lamalera ada yang diambil secara utuh persis aslinya, ada pula syair yang merupakan tafsir ulang. Dalam lagu Datanglah Kau Angin, misalnya, ada syair yang kerap dilantunkan seorang lamafa (juru tikam paus) dan para matros (anak buah kapal) ketika mereka meluncur di atas pledang (perahu) untuk menangkap paus.

Selain penangkapan paus, dalam lagu itu diceritakan soal ikan pari besar kuning yang ditikam. Sambil menarik ikan pari besar yang masih memberontak setelah ditikam, nelayan menyanyikan syairnya.

Lalu ada juga tembang berjudul Lamalera, Tunggu Cintaku, yang menggambarkan ihwal posisi laut bagi masyarakat Lamalera. Dalam syair bagian refrain lagu itu diungkapkan laut sebagai ibu bagi mereka. Bunyi penggalan syairnya (dalam terjemahan bebas) kira-kira begini:

... oh, ibunda lautan
engkau mengandung, melahirkan
memelihara dan menyimpan segala-galanya untuk kami....

Ya, laut bagi masyarakat Lamalera adalah ibu, sebagai sumber kehidupan bagi mereka. Yang menarik, Bona menyatakan, karena memiliki anggapan terhadap laut seperti itu, ketika berburu paus pun para lamafa dan matros selalu meniatkan agar para janda, fakir miskin, dan yatim piatu mendapat bagian terlebih dahulu. ”Jadi paus yang ditangkap tidak untuk dinikmati sendiri,” katanya.

Nurdin Kalim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus