Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENDAPAT suntikan modal besar dari luar negeri, perusahaan rintisan atau startup dengan nilai valuasi lebih dari US$ 1 miliar terus mengembangkan sayap bisnis aplikasinya. Perusahaan seperti Go-Jek dan Tokopedia terus berinovasi agar tak tersisih dalam kompetisi. Tahun depan, mereka akan berhadapan dengan para kompetitor global memperebutkan kue bisnis digital nasional yang menjanjikan. Pemerintah dan pihak swasta ikut menyiapkan bayi-bayi startup lokal untuk melawan pemain global.
Medan Perang Para Unicorn
Pemain lama bisnis aplikasi, seperti Go-Jek dan Tokopedia, akan terus mengembangkan sayap bisnisnya pada 2018. Inovasi menjadi kunci mereka berkompetisi dengan perusahaan asing.
SUDAH lebih dari dua tahun Cicylia Novela memanfaatkan aplikasi Go-Jek di telepon selulernya. Hampir setiap hari freelancer multimedia itu menggunakan layanan moda transportasi ojek online ini, baik untuk urusan pekerjaan maupun aktivitas lain di tengah kemacetan Jakarta.
Ia menggunakan aplikasi yang sama untuk membeli makanan lewat fitur Go-Food. Terkadang Cicylia menggunakan layanan pengiriman barang Go-Send. "Ini membantu banget untuk efisiensi waktu," kata Cicylia, Rabu pekan lalu.
Cicylia adalah satu di antara puluhan juta pengguna aktif aplikasi Go-Jek. Bukan hanya di Jakarta, layanan Go-Jek yang dirintis pada 2011 itu kini tersedia di 50 kota dengan lebih dari 250 ribu pengemudi. "Pengguna aktif bulanan mencapai 20 juta," kata pendiri Go-Jek Indonesia, Nadiem Makarim, dalam diskusi di kantor Tempo, Oktober lalu. Artinya, ada sekitar 667 ribu pemesanan Go-Jek dilakukan setiap hari.
Semula call center bisnis transportasi, aplikasi Go-Jek telah berbiak semakin beragam. Saat ini Go-Jek memiliki sebelas variasi layanan, dari membersihkan rumah hingga urusan kecantikan. Go-Jek juga melirik bisnis pengantaran obat dari rumah sakit ke pasien. Untuk kebutuhan sehari-hari, misalnya, bisa menggunakan Go-Mart, yang terhubung dengan banyak retail. Jika ingin mendapat layanan pijat kebugaran, pelanggan bisa mengoperasikan Go-Massage. "Inovasi ini kecil, tapi hasilnya sangat signifikan," kata Nadiem. Dengan kelebihan itu, aplikasi Go-Jek sudah 55 juta kali diunduh masyarakat.
Tak mengherankan jika belakangan banyak investor kesengsem berinvestasi di Go-Jek. Pada Agustus tahun lalu, konsorsium investor global yang dimotori Sequioa Capital dan Warbrug menggelontorkan US$ 550 juta. Dengan suntikan ini, Go-Jek menjadi startup Indonesia pertama di jajaran unicorn alias perusahaan digital dengan valuasi lebih dari US$ 1 miliar. Sembilan bulan kemudian, investor Cina, Tencent Holding dan JD.com, menyuntikkan dana US$ 1,2 miliar. Valuasi Go-Jek kini mencapai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 40 triliun.
Dengan terus berinovasi memperbaiki dan menambah pelayanan, Go-Jek mampu bertahan dan bersaing dengan dua perusahaan transportasi online mancanegara yang merambah Indonesia sejak 2014. Dua perusahaan ini tak lain Grab dan Uber. Valuasi Uber, yang mencapai US$ 68 miliar; dan Grab, sekitar US$ 6 miliar, tak membuat Go-Jek keder. Apalagi kedua perusahaan ini kerap jorjoran memberikan berbagai diskon dan tarif layanan dengan harga rendah.
Nadiem mengaku Go-Jek sempat kewalahan karena terus-menerus memberi subsidi untuk mengimbangi manuver bisnis dua pesaingnya itu. "Secara teori, kami seharusnya kalah oleh perusahaan yang modalnya lebih besar," tuturnya. "Tapi di lapangan tidak terbukti."
Sistem Go-Pay yang selama ini hanya digunakan untuk pembayaran berbagai layanan Go-Jek juga diubah. Go-Pay dirancang sebagai alat pembayaran terintegrasi untuk online, toko offline, dan penyedia layanan e-commerce lain. "Semua pembayaran yang tadinya tunai dimasukkan ke Go-Pay," ujar Nadiem. "Tinggal memindai QR code dengan ponsel, beres."
Menurut Nadiem, bisnis financial technology (fintech) bakal meroket tahun depan dan Go-Jek tak ingin ketinggalan. Cina sudah lebih dulu melakukannya lewat AliPay dan WeChatPay. "Jumlah transaksi lewat AliPay bahkan melebihi transaksi tunai di seluruh Cina," tuturnya.
Target Go-Jek itu sejalan dengan potensi transaksi pembayaran digital di Indonesia yang terus meningkat. Pada 2018, menurut data Statista, nilai pembayaran digital di Indonesia diperkirakan mencapai US$ 22,6 miliar atau naik US$ 4 miliar dari tahun ini. "Pemain tradisional pasti pindah strategi dan berinvestasi ke digital, tapi startup murni di bidang fintech lebih diuntungkan," ujar Nadiem.
Masyarakat yang belum tersentuh layanan jasa keuangan alias unbanked people akan menjadi target utama Go-Jek sejak meluncurkan Go-Pay pada April tahun lalu. Dengan jumlah banked people hanya 15-20 persen, kue bisnis dari kelompok unbanked masih sangat besar. Yang dibidik bukan hanya masyarakat sebagai calon konsumen, tapi juga pengemudi sebagai mitra perusahaan. "Pendekatan kami ke arah banyaknya masyarakat yang masih belum tersentuh layanan jasa keuangan," kata Go-Pay Strategic Partnership Manager Vincent.
Ketika kompetitor hanya menggunakan sarana transfer via rekening bank, Go-Pay memberikan pilihan top-up menggunakan uang tunai melalui pengemudi Go-Jek. Apalagi perusahaan ini diuntungkan oleh ratusan ribu pengemudinya.
SAMA seperti Go-Jek, Situs e-commerce Tokopedia juga semakin menunjukkan kinerja yang kinclong di tengah banyaknya pesaing asing yang masuk ke Tanah Air. Menurut pendiri Tokopedia, William Tanuwijaya, pesaing perusahaannya bisa datang kapan saja. Tahun depan, ia memprediksi persaingan di bisnis yang kini digeluti perusahaannya semakin ketat. "Kompetisi justru melahirkan inovasi," tuturnya.
Persaingan e-commerce tahun depan diperkirakan kian ramai karena Alibaba juga menanamkan US$ 2 miliar atau sekitar Rp 26,7 triliun di Lazada. Lalu Blibli.com, Mataharimall.com, hingga JD.id ikut berebut pangsa e-commerce yang kini memiliki 28 juta pembeli aktif online.
Tahun depan kondisinya bisa dikatakan lebih menggiurkan dengan 31,5 juta konsumen aktif. Alibaba bahkan membuka cabang sendiri lewat AliExpress. Pesaing juga datang dari seberang Samudra Pasifik. Amazon.com, penguasa e-commerce Amerika Serikat, melirik pasar Asia Tenggara. Juli lalu, mereka meluncurkan Prime Now, layanan pengiriman barang pesanan dari toko online hanya dalam dua jam.
Didirikan delapan tahun lalu oleh William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison, tahun depan Tokopedia akan menjadi salah satu perusahaan e-commerce yang diperhitungkan. Jejaknya bisa dilihat dari kinerjanya sejauh ini. Tercatat lebih dari 2 juta penjual berbisnis di laman itu dengan memasarkan 60 juta jenis produk. Setiap bulan, setidaknya 30 juta produk yang terjual. "Delapan puluh persen dari penjual itu adalah pebisnis baru," kata William, yang juga menjabat Chief Executive Officer Tokopedia.
Dengan hampir 40 juta unique visitor per bulan, Tokopedia menjadi salah satu situs yang populer. Aplikasinya pun sudah diunduh lebih dari 10 juta kali. Pepatah ada gula ada semut pantas dialamatkan kepada Tokopedia yang saat ini tengah didekati banyak investor.
Sebagai pionir market place di Indonesia dengan kinerja yang kinclong, Tokopedia pantas menjadi incaran investor. Pada Agustus lalu, perusahaan e-commerce asal Cina, Alibaba, memberinya dana sebesar US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 14,6 triliun. Bersama Go-Jek, Tokopedia tercatat sebagai bagian dari tujuh unicorn di Asia Tenggara.
Tokopedia melebarkan sayap bisnis pembayaran tunai dengan merangkul perusahaan jasa logistik JNE. Tokopedia memanfaatkan sebagian jaringan JNE yang memiliki sekitar 6.000 kios, sementara JNE menangguk pendapatan lewat order online Tokopedia. Format ini memiliki potensi besar karena baru sekitar 36 persen penduduk Indonesia yang memiliki akun bank.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo