Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara: Seharusnya Ada Unicorn Baru

INDONESIA saat ini menjadi negara dengan unicorn terbanyak di Asia Tenggara.

26 November 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INDONESIA saat ini menjadi negara dengan unicorn terbanyak di Asia Tenggara. Di panggung Digital Economic Briefing Tempo di gedung Indosat-Ooredoo, Jakarta dua pekan lalu, Bukalapak memproklamasikan diri sebagai perusahaan dengan valuasi lebih dari US$ 1 miliar atau sekitar Rp 13,5 triliun.

Seperti legenda kuda bercula yang menyembuhkan racun, label unicorn menunjukkan perusahaan startup itu membawa kemaslahatan bagi orang banyak. Go-Jek, penyedia transportasi yang awalnya diprotes di sana-sini, menjadi perusahaan Indonesia pertama yang menyandang gelar itu pada 2016 setelah mendapat dana Rp 7,2 triliun dari konsorsium yang beranggotakan di antaranya Sequoia India dan Northstar Group Singapura. Tokopedia dan Traveloka, penyedia market place dan tiket, menyusul pada tahun ini.

Kehadiran Bukalapak di jajaran unicorn membuat Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara tersenyum lebar. "Saya yakin cita-cita memiliki lima unicorn pada 2019 akan terlampaui," ujar Rudi, 58 tahun, kepada tim Tempo di kantornya di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin pekan lalu. Dalam wawancara yang ditulis wartawan Tempo Reza Maulana ini, dia juga menjabarkan program pembangunan infrastruktur digital dan pentingnya logistik.

Bagaimana prediksi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia tahun depan?

Seharusnya ada unicorn baru. Unicorn memang tidak bisa dipastikan karena bergantung pada transaksi mereka. Tapi, dengan informasi, data, serta program pemerintah, saya yakin cita-cita kita memiliki lima unicorn pada 2019 akan terlampaui.
Apa dasar penetapan target tersebut?
Pada 2015, kami ke Silicon Valley, California, Amerika Serikat, menemui petinggi-petinggi perusahaan venture capital fund besar seperti Sequoia. Saya mengajak lima orang, yaitu William Tanuwijaya, pendiri Tokopedia; Nadiem Makarim, pendiri Go-Jek; Ferry Unardi, pendiri Traveloka; Andrew Darwis, pendiri Kaskus; dan Emirsyah Satar dari MatahariMall.com. Saat ditanya jumlah unicorn di Indonesia, saya jawab saja lima. Enggak tahu dari mana. Tapi masak enggak bisa dapat satu unicorn baru tiap tahun.
Caranya bagaimana?
Kementerian Komunikasi dan Informatika punya Gerakan Nasional Seribu Startup bersama pakar inkubasi Yansen Kamto cs. Dari ribuan partisipan, Na­diem, William, dan kawan-kawan menyaring jadi 44. Ke-44 startup itulah yang dipertemukan oleh Kementerian dengan para calon investor, dari Jakarta sampai San Francisco. Tahun depan akan saya atur ke Shanghai, Cina. Kami juga menyiapkan pendanaan yang seimbang antara asing dan Indonesia. Jadi bukan hanya jual-jual ke luar negeri. Mereka juga dimentori 26 tenaga ahli dari Google.
Sudah dapat investor?
Ada yang berminat. Kuartal pertama 2018 akan diumumkan.
Ada bidang startup yang jadi preferensi pemerintah?
Semua sektor. Tapi, kalau dari saya, sebaiknya pendidikan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di bidang ini mencapai Rp 400 triliun per tahun, 20 persen dari total APBN. Contoh yang bagus adalah Ruangguru, yang menghubungkan guru dengan murid. Salah satu fiturnya bimbingan belajar dengan ongkos hanya sekitar 20 persen dari bimbingan belajar konvensional.
Berikutnya apa?
Kesehatan, karena lima persen APBN di bidang ini. Pendiri Halodoc, Jonathan Sudharta, mendapati pengguna asuransi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan di Jakarta menghabiskan rata-rata 4 jam 20 menit untuk ke rumah sakit, mengantre ke dokter, konsultasi, sampai mendapatkan obat di apotek. Dengan aplikasi, konsultasi bisa via telepon dan panggilan video. Dalam dua jam, obat dijamin sampai rumah dengan diantar Go-Jek.
Apakah efek peta jalan e-commerce dan penyediaan jaringan serat optik bisa dirasakan tahun depan?
Dari tujuh aspek di peta jalan, fokus kami di pembangunan infrastruktur, Palapa Ring—jaringan serat optik 36 ribu kilometer dari Aceh sampai Papua. Targetnya, pada 2019 semua kabupaten/kota punya akses Internet berkecepatan tinggi. Palapa Ring terbagi menjadi barat, tengah, dan timur. Bagian barat akan selesai pada kuartal pertama 2018.
Bagaimana dengan penduduk daerah terpencil?
Ada sekitar 150 ribu kantor instansi pemerintah, termasuk sekolah, pusat kesehatan masyarakat, kepolisian, dan markas militer, yang belum terkoneksi Internet. Palapa Ring tidak cukup untuk menjangkaunya. Maka kami bangun high-throughput satellite, satelit khusus Internet. Telkom dan Indosat belum punya teknologi seperti itu. Sekali-sekali pemerintah lebih maju boleh, dong.
Target beroperasinya kapan?
Prosesnya sudah dimulai. Akhir 2018, kami tetapkan siapa yang membangun, meluncurkan, dan mengoperasikan. Akan meluncur pada 2022 karena butuh tiga tahun untuk membuatnya. Pakai public private partnership. Saya tidak memusingkan uang. Yang kami butuhkan orang yang piawai mengoperasikan dan melayani. Pemerintah enggak bagus di semua bidang itu.
Di sisi lain, Indonesia kekurangan tenaga teknologi informasi....
Fokus Kementerian Kominfo di infrastruktur. Tapi, ketika permasalahan talent muncul, okelah saya bantu. Saat Pak Anies Baswedan menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 2014-2016, kami sepakati coding masuk silabus sekolah menengah kejuruan. Setelah ganti menteri, saya harus sering-sering approach lagi.
Jadi tetap akan mengandalkan tenaga kerja asing?
Harus kita akui, India lebih maju dari sisi talent. Ada dua opsi. Ajak mereka bekerja dan membawa keluarganya di sini atau mereka bekerja dari negaranya. Saya lebih memilih opsi pertama karena setidaknya mereka akan membelanjakan pendapatannya dalam rupiah. Tapi nanti muncul tudingan lapangan kerja diambil asing dan sebagainya. Kalau mindset seperti itu, kita tidak akan maju. Devisa keluar terus. Secara pribadi, saya dan beberapa teman memberi beasiswa untuk 20 anak lulusan sekolah menengah pertama. Selama dua tahun, mereka home schooling belajar coding. Nanti, di tahun ketiga, magang di perusahaan seperti Tokopedia dan Go-Jek, sehingga bisa jadi coder saat 18 tahun.
Kendala di luar tenaga kerja apa?
Sama dengan tujuh hal di peta jalan e-commerce. Cara mendanai startup, bagaimana memajakinya, dan sebagainya. Apakah memajaki online sama dengan offline? Ya, enggaklah ya. Ada juga kendala logistik.
Kenapa logistik penting?
Kita sangat tidak efisien dari sisi logistik. Sebanyak 24 persen dari produk domestik bruto Indonesia, sekitar US$ 200 miliar, habis untuk logistik. Permasalahannya, bagaimana kita mentransformasikan PT Pos menjadi perusahaan logistik. Mereka punya 2.000-3.000 kantor di seluruh Indonesia. Kita bisa mencontoh Deutsche Post di Jerman, yang menjadi pemegang saham dan pengendali DHL—pemimpin pasar logistik global. Terserah struktur perusahaannya bagaimana, tapi pola pikir yang harus diubah. Bukan lagi antar surat, tapi logistik.
Apakah pembenahan logistik ini sesuai dengan usul Jack Ma, raksasa bisnis Internet Cina yang jadi penasihat e-commerce Indonesia?
Saat Jack Ma berbicara dengan Presiden Joko Widodo dan saya di Guangzhou, tahun lalu, dia hanya bilang dua hal: berfokus ke logistik dan sistem pembayaran. Itu saya artikan dengan transformasi PT Pos. Kalau telat, swasta ambil. Bukan berarti swasta tidak boleh, tapi sayang karena kita sudah punya asetnya.
PT Pos siap?
Setahu saya, mereka baru menyewa konsultan internasional untuk mereposisi diri sebagai perusahaan logistik. Tapi saya baru berdiskusi dengan orang yang mengirim dua barang dengan alamat tujuan sama. Satu lewat PT Pos, satu lewat swasta. Lalu dilacak. Saat swasta sudah mengantar barang sampai di Kalimantan, yang lewat pos masih di gudang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus