JALAN Samanhudi, Jakarta Pusat, direbut kembali. Dan para
pengemudi bajaj pun berteriak senang. Malahan Kadapol Metro
Jaya, Anton Sudjarwo, mereka kerubungi untuk menjabat tangannya.
Itu hasil perjuangan para pengemudi bajaj setelah selama tiga
hari berturutturut, pekan lalu, melancarkan protes terhadap
penutupan Jalan Samanhudi bagi jenis kendaraan IV itu. Tak
kurang dari 3.000 pengemudi, Rabu lalu memenuhi halaman Kodak
Metro Jaya dan langsung diterima Anton Sudjarwo. Tapi tuntutan
mereka untuk merebut kembali beberapa jalan yang dua tahun
sebelumnya telah tertutup bagi mereka seperti Jalah Gajah Mada,
Hayam Wuruk, Majapahit -- gagal.
Kendaraan bulan, begitu julukan yang diberikan warga Kota
Jakarta bagi bemo, bajaj dan helicak, sejak dua tahun berselang
memang telah berkali-kali terkena pembatasan ruang gerak.
Mula-mula mereka harus menyingkir dari jalan protokol (Jalan
Thamrin dan Sudirman). Berikutnya mereka juga harus melepaskan
beberapa jalan lainnya. Tapi ketika pihak DLLAJR memasang
larangan juga di Jalan Samanhudi, mereka protes.
Mula-mula mereka mencopot tanda larangan itu beramai-ramai. Lalu
secara demonstratif berbaris di beberapa jalan dan berkumpul di
Lapangan Monas: menuntut jalan itu dibuka lagi bagi mereka,
begitu juga jalan-jalan lainnya. Penyelesaian tercapai, setelah
Kadapol Metro Jaya sendiri mencabut larangan bajaj memasuki
Jalan Samanhudi.
Demonstrasi juga dilancarkan beberapa pengemudi bajaj keesokan
harinya di Jalan Tanah Abang I. Tapi aksi yang dianggap liar ini
segera dibubarkan.
Di Jakarta, kendaraan bulan sesungguhnya dipersiapkan untuk
mengganti peranan becak yang telah disingkirkan dari beberapa
jalan. Tapi karena becak belum mungkin dihapus sama sekali,
sementara juga kendaraan lain (bis dan oplet/mikrolet) masih
dianggap kurang, angkutan IV masih diberi kelonggaran untuk
beroperasi di beberapa jalan penting. Tapi dengan kelonggaran
ini, telah mnyebabkan jenis angkutan IV sering dipandang
sebagai sumber kemacetan lalulintas. Mungkin karena kebiasaan
pengemudinya menghentikan kendaraan di sembarang tempat.
"Tapi setelah jenis angkutan umum lainnya sudah dirasa
mencukupi, semua kendaraan jenis IV diharapkan menyingkir, hanya
ke jalan-jalan lingkungan," tutur Kepala Humas DKI, Drs. Ramona
Ginting. Menurut Ginting, suatu jalan dibebaskan dari angkutan
IV ditentukan berdasarkan hasil studi DPU, DLLAJR dan Polantas.
Hasil studi itu disampaikan kepada gubernur yang kemudian
meneruskannya ke DPRD-DKI untuk disahkan. Ginting tak menjawab
ketika ditanya, apakah larangan di Jalan Samanhudi itu sudah
disahkan DPRD. "Yang penting larangan itu sudah dicabut,"
katanya.
Sah & Liar
Di Jakarta terdapat 11.000 kendaraan angkutan IV. Tapi menurut
catatan Organda DKI, seluruhnya, termasuk yang tidak terdaftar
pada organisasi ini, berjumlah sekitar 13.000 buah. Sebagian
besar terdiri dari bajaj. Pemiliknya adalah perorangan yang
menjadikannya sebagai salah satu sumber penghasilan tambahan. Si
pemilik setiap hari memungut uang setoran dari pengemudi: Rp
3.500 hingga Rp 4.000 untuk bajaj, Rp 1.500 untuk helicak dan Rp
4.000 untuk bemo. Si pengemudi sendiri berpendapatan bersih
antara Rp 1.000 hingga Rp 1.500 sehari. "Kendaraan-kendaraan itu
kebanyakan dimiliki anggota ABRI," kata Hidayat, salah seorang
pengemudi bajaj.
Meskipun ruang geraknya semakin terbatas, jumlah kendaraan IV
semakin bertambah. Khususnya bajaj. Sebab menurut Iing, seorang
petugas di agen besar bajaj yang berkantor di Jalan Gajah Mada,
Jakarta, "tiap hari rata-rata 15 buah bajaj terjual kontan."
Harganya Rp 1.750.000. Tapi bagi mereka yang telah memiliki
bajaj, diberi kesempatan untuk membeli secara kredit uang muka
Rp 1.250.000 dengan cicilan Rp 56.000 sebulan, selama 20 bulan.
Posisi angkutan IV memang semakin tejepit. Di satu pihak
kendaraan umum lainnya, bis kota, taksi dan oplet/mikrolet,
terus bertambah, di pihak lain becak belum mungkin dilenyapkan
sama sekali. Artinya, operasinya di jalan-jalan penting terus
didesak agar menyingkir ke jalan lingkungan, sementara di jalan
terakhir ini deretan becak masih menghadang.
Becak sendiri tidak mungkin dihapus secara serta merta. "Karena
alasan kemanusiaan," kata Ramona Ginting. Tapi, keluh seorang
pengemudi bajaj, "mengapa bukan dengan alasan kemanusiaan pula,
kami dibiarkan di jalan-jalan penting?"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini