Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Terpeleset (Lagi) Kenaikan Harga

2 Juni 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indeks Kepercayaan Konsumen kepada Pemerintah
Kian Tertekan oleh Inflasi

  • Seperti tahun-tahun sebelumnya, memasuki musim paceklik 2007-2008, harga beras kembali naik. Akibatnya, kepercayaan konsumen kepada pemerintah mulai menurun sejak Desember 2007. Penurunan ini biasanya bersifat musiman dan akan berakhir saat panen raya, yang pada umumnya berlangsung setiap Maret. Nyatanya, karena harga komoditas di pasar dunia naik, harga kebutuhan pokok di dalam negeri, seperti kedelai, terigu, dan minyak goreng, juga melambung. Akibatnya, daya beli konsumen tergerus. Kepercayaan kepada pemerintah ambruk meski sudah memasuki musim panen raya.

  • Akibatnya, Indeks Kepercayaan Konsumen kepada Pemerintah pada Maret lalu melorot ke level 89,2 dari 93,3 pada bulan sebelumnya. Kondisi ini diperparah oleh program konversi minyak tanah di kalangan masyarakat miskin ke elpiji yang berjalan kurang mulus. Di sejumlah daerah, program ini malah mengakibatkan minyak tanah langka. Kalaupun barangnya tersedia, harganya di luar jangkauan masyarakat. Alhasil, Indeks Kepercayaan Konsumen kepada Pemerintah pada April kembali turun menjadi 88,7. Inilah level terendah dalam lima tahun terakhir.

  • Menurut masyarakat, faktor utama yang mendorong penurunan indeks ini adalah ketidakmampuan pemerintah dalam menjaga kestabilan harga. Indeks komponen ini berada pada level 56,6, turun 676 basis point dibanding Maret, dan kalau dibandingkan dengan posisi setahun lalu sudah lebih rendah 34,41 persen. Bahkan, di mata masyarakat, kemampuan pemerintah untuk menstabilkan harga ini hanya separuh dari kemampuan pada 2003.

  • Selain oleh kenaikan harga, penurunan indeks disebabkan oleh lunturnya kepercayaan konsumen terhadap kemampuan pemerintah dalam memulihkan perekonomian. Indeks yang mengukur komponen ini merosot dari 100,1 pada November 2007 menjadi 78,5 pada April lalu. Dibanding Maret, komponen ini turun 5,31 persen dan dalam setahun terakhir sudah turun 17,68 persen.

  • Komponen lain yang melorot signifikan adalah indeks yang mengukur kepercayaan konsumen terhadap kemampuan pemerintah dalam menyediakan dan mempertahankan infrastruktur. Pada September 2007, indeks komponen ini masih bertengger pada posisi 112,7. Tapi April lalu hanya 103,0. Ini antara lain karena kondisi jalan yang rusak dalam beberapa bulan terakhir.

    Indeks Kepercayaan Konsumen kepada Pemerintah

  • Survei Indeks Kepercayaan Konsumen kepada Pemerintah dilakukan bersamaan dengan survei kepercayaan konsumen.

  • Responden diminta menilai kemampuan pemerintah dalam lima hal: memperbaiki keadaan ekonomi, menjaga stabilitas harga, menyediakan infrastruktur, menjaga keamanan, dan menegakkan hukum.

  • Hasil survei ditampilkan dalam bentuk indeks difusi dan disesuaikan ke tahun dasar perhitungan (rebased) dengan membuat indeks rata-rata pada 2003 sama dengan 100.

  • Indeks di atas 100 berarti masyarakat menilai kinerja pemerintah lebih baik ketimbang kinerja rata-rata pada 2003. Demikian pula sebaliknya.

    IKKP dan KomponennyaIndeksPerubahan (%)
    April 20082 tahun1 tahun1 bulan
    Memperbaiki keadaan ekonomi78,5-25,16-17,68-5,31
    Menjaga kestabilan harga56,6-36,58-34,41-6,76
    Menyediakan infrastruktur103,0-0,06-0,56-0,68
    Menjaga keamanan106,9-2,48-2,31-0,24
    Penegakan hukum98,6-16,812,877,56
    IKKP88,7-13,49-8,07-0,45

    Coincident Economic Index Dan Leading Economic Index
    Prospek Masih Cukup Baik

  • Tren kenaikan Coincident Economic Index (CEI) tidak sekencang triwulan keempat 2007. Tren ini bahkan cenderung mendatar. Setelah pada Februari sempat naik ke level 107,16, pada Maret indeks ini turun lagi ke level 106,85. Artinya, meski aktivitas perekonomian masih meningkat, pertumbuhannya tidak secepat triwulan keempat 2007.

  • Kenaikan harga kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, minyak tanah, daging, dan kedelai mulai memberikan tekanan terhadap perekonomian Indonesia pada triwulan pertama 2008. Meski aktivitas perekonomian sempat meningkat pada Februari, harga komoditas pangan yang bertahan tinggi mulai menggerogoti daya beli. Dengan kondisi ini, sulit mengharapkan perekonomian bisa tumbuh lebih cepat dibanding triwulan keempat 2007.

  • Tren pertumbuhan ekonomi yang ngos-ngosan ini mirip triwulan pertama 2007. Harga beras yang meningkat tajam kala itu bahkan membuat indeks ini tertekan lebih parah dibanding triwulan pertama 2008. Namun, sejak Maret 2007 (setelah panen), indeks ini kembali meningkat tajam. Hal serupa tampaknya akan terulang pada tahun ini.

  • Prospek meningkatnya aktivitas perekonomian pada bulan mendatang terlihat pada Leading Economic Index (LEI). Meski tertekan sejak akhir 2007, indeks ini tidak jatuh terlalu dalam. Bahkan, pada Februari, indeks tersebut sempat naik cukup tajam. Dalam jangka panjang, indeks ini masih positif. Artinya, peluang bagi perekonomian Indonesia untuk tetap berekspansi cukup besar. Kenaikan harga bahan bakar minyak yang diumumkan dua pekan lalu tampaknya belum akan mengubah arah pergerakan perekonomian Indonesia terlalu signifikan, asalkan suku bunga Bank Indonesia tidak naik terlalu tinggi.

    Coincident Economic Index dan Leading Economic Index:

  • Coincident Economic Index menggambarkan kondisi perekonomian pada saat ini. Disusun menggunakan lima data ekonomi: impor, penjualan mobil, konsumsi semen, suplai uang, dan penjual­an eceran. Lima data itu dipilih karena secara statistik dapat menjelaskan pergerakan perekonomian saat ini. Gabungan informasi kelima data itu pun bisa menggambarkan keadaan ekonomi secara keseluruhan.

  • Penurunan Coincident Economic Index menunjukkan aktivitas perekonomian makin lesu. Begitu pula sebaliknya. Coincident Economic Index yang turun tiga kali berturut-turut menandakan ada masalah dalam perekonomian yang perlu diwaspadai. Jika turun terus-menerus dengan tajam, itu menandakan ekonomi sedang mengalami resesi.

  • Leading Economic Index adalah indeks yang bergerak 6-12 bulan mendahului Coincident Economic Index. Dengan kata lain, Leading Economic Index menggambarkan arah pergerakan ekonomi 6-12 bulan mendatang. Leading Economic Index disusun dengan menggunakan tujuh data ekonomi: izin mendirikan bangunan, kedatangan turis asing, persetujuan investasi asing, nilai tukar rupiah riil, indeks harga saham gabungan, ekspor, dan inflasi di sektor jasa.

  • Tren Leading Economic Index yang naik menunjukkan prospek ekonomi yang cerah, sedangkan tren menurun menunjukkan prospek ekonomi memburuk.

  • Kombinasi kedua indeks tersebut dapat digunakan untuk menentukan posisi ekonomi dalam siklus bisnisnya.

    Komponen CEI dan LEIJan-08Feb-08Mar-08
    Coincident Economic Index (CEI)106.7107.2106.9
    Indeks penjualan mobil dalam negeri143.4157.4140.8
    Indeks konsumsi semen151.9146.8146.8
    Indeks nilai riil impor162.6172.5168.1
    Indeks nilai riil jumlah uang beredar (M1)166.4163.4161.3
    Indeks penjualan retail60.765.767.2
    Leading Economic Index (LEI)112.3112.9112.5
    Indeks izin mendirikan bangunan77.579.578.1
    Indeks jumlah turis mancanegara108.8124.8120.6
    Indeks persetujuan investasi asing255.1263.1261.4
    Indeks nilai tukar efektif riil98.7100.7103.5
    Indeks harga saham gabungan (IHSG)402.4419.6384.5
    Indeks nilai riil ekspor229.9202.0208.3
    Indeks harga konsumen sektor jasa2.582.562.55

    Indeks Sentimen Bisnis
    Kepercayaan Pebisnis Menurun

  • Indeks Sentimen Bisnis (ISB) melemah 11,5 persen menjadi 121,5. Dua komponen yang membentuk Indeks Sentimen Bisnis memang menurun: Indeks Situasi Sekarang yang mengukur sentimen pelaku bisnis terhadap situasi saat ini ambles 13,8 persen menjadi 112,8, sedangkan Indeks Ekspektasi melemah 9,4 persen menjadi 130,2. Penurunan Indeks Sentimen Bisnis ini cermin kekhawa­tiran pebisnis terhadap kenaikan suku bunga di masa depan akibat tekanan inflasi yang terus meningkat. Kenaikan suku bunga akan mengurangi permintaan secara agregat karena biaya meminjam ke bank menjadi lebih mahal daripada sebelumnya.

  • Para pebisnis juga khawatir melihat kondisi perekonomian nasional saat ini. Kekhawatiran itu tecermin dari penurunan indeks yang menunjukkan keadaan ekonomi nasional saat ini yang mencapai 33,9 persen. Jumlah pemimpin perusahaan (CEO) yang menyatakan perekonomian Indonesia terus memburuk meningkat dari 30,3 persen pada survei Desember-Januari menjadi 50,9 persen pada survei periode Februari-Maret. Mereka juga melaporkan ada­nya penurunan kinerja perusahaan yang signifikan.

  • Optimisme para pebisnis terhadap prospek ekonomi Indonesia juga kian luruh. Hanya 19,4 persen dari semua pemimpin perusahaan yang disurvei pada Februari-Maret merasa prospek ekonomi akan membaik (bandingkan dengan survei sebelumnya yang mencapai 33,0 persen). Meski begitu, para pemimpin perusahaan masih cukup optimistis terhadap keadaan bisnis mereka di masa depan. Meski turun 5,2 persen, indeks tersebut masih berada pada level yang tinggi, yaitu 154,2. Para pemimpin perusahaan juga yakin kinerja perusahaan mereka akan tetap bagus dalam enam bulan mendatang.

  • Tingkat kepercayaan para pemimpin perusahaan terhadap pemerintah juga menurun. Indeks Sentimen Bisnis terhadap Pemerintah (ISBP) turun 14,5 persen menjadi 78,9. Hampir semua komponen yang membentuk indeks ini turun. Para pemimpin perusahaan meragukan kemampuan pemerintah menurunkan harga bahan pokok, mengendalikan inflasi, dan menyediakan infrastruktur yang memadai. Akibatnya, mereka makin ragu terhadap kemampuan pemerintah menggenjot aktivitas perekonomian di masa mendatang.

    Indeks Sentimen Bisnis:

  • Indeks Sentimen Bisnis disusun berdasarkan survei terhadap 700 pemimpin perusahaan atau direktur perusahaan besar di berbagai sektor: konstruksi, pertanian, keuangan, transportasi dan komunikasi, manufaktur, perdagangan, hotel dan restoran, jasa-jasa, dan lain-lain (pertambangan). Cara pengambilan sampel menggunakan metodologi statistik untuk merepresentasikan penilaian mereka secara akurat.

  • Interpretasi Indeks Sentimen Bisnis cukup sederhana: jika angka indeks di bawah 100, dapat dikatakan respons negatif (pesimistis) melebihi jumlah respons positif (optimistis), dan sebaliknya. Indeks Sentimen Bisnis yang turun menggambarkan keadaan bisnis yang memburuk, dan sebaliknya.

  • Indeks Sentimen Bisnis dirancang untuk mengukur penilaian para pelaku usaha terhadap keadaan perusahaan mereka masing-masing, keadaan sektor industri yang digeluti, dan kondisi ekonomi serta bisnis mereka secara umum, baik pada waktu sekarang maupun ekspektasi-ekspektasi mereka pada enam bulan mendatang.

    Kondisi saat ini

    Kondisi Ekonomi

  • Baik 10.6
  • Normal 37.5
  • Buruk 50.9

    Kondisi Sektor Bisnis

  • Baik 55.1
  • Normal 33.3
  • Buruk 11.6

    Kondisi 6 bulan mendatang

    Kondisi Ekonomi

  • Baik 19.4
  • Normal 38.9
  • Buruk 38.0

    Kondisi Sektor Bisnis

  • Baik 60.6
  • Normal 32.9
  • Buruk 6.5

    Index Sentimen Bisnis

  • Nov 07 122,6
  • Jan 08 137,3
  • Mar 08 121,5

    Indeks Situasi Sekarang

  • Nov 07 116,1
  • Jan 08 130,9
  • Mar 08 112,8

    Indeks Ekspektasi

  • Nov 07 129,0
  • Jan 08 143,8
  • Mar 08 130,2

    Bahan: Danareksa Research Institute

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus