Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font face=verdana size=1>Ekonomi Indonesia Triwulan I 2008</font><br />Tumbuh Bersama Sejumlah Risiko

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama bisa jadi mengejutkan sejumlah kalangan. Di tengah badai harga minyak dan pangan, ekonomi negeri ini nyatanya berdenyut hingga 6,28 persen, lebih tinggi dibanding tahun lalu. Suku bunga yang rendah rupanya menjadi booster yang memicu konsumsi dan investasi.

Anehnya, pertumbuhan itu tidak disokong sektor pertanian dan pertambangan. Sudah delapan tahun sektor pertanian hanya tumbuh empat persen, sedangkan pertambangan malah minus. Agaknya, harga pangan serta komoditas tambang, minyak, dan gas dunia yang sedang di awang-awang tak mampu mendorong dua sektor itu.

2 Juni 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indonesia seperti terperosok ke lubang yang sama. Setahun lalu, harga melonjak di awal tahun. Kini, konsumen juga menje­rit karena harga barang-barang kebutuhan pokok menggila meskipun Indonesia sedang mema­suki musim panen raya. Akibatnya, daya beli tergerus. Kemampuan pemerintah mengendalikan harga kembali diperta­nyakan. Bahkan sebagian anggota masyarakat menilai kemampuan pemerintah sekarang mengendalikan harga hanya separuh tahun lalu. Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah pun kini rontok ke titik ­terendah dalam lima tahun terakhir. Para pengendali perusahaan punya penilaian yang sama. Pemerintah tampaknya tidak be­lajar bagaimana mengantisipasi kenaikan harga dari pe­ngalaman pahit sebelumnya.

Yandhrie Arvian

Indeks Kepercayaan Konsumen kepada Pemerintah

  • Mega-Hamzah
  • SBY-JK

    Nov 2002

  • 88,7

    Juli 2004

  • 100,1

    Nov 2004

  • 134,9

    April 2005

  • 103,8
    Dampak kenaikan BBM I

    Okt 2005

  • 92,9
    Kenaikan BBM II

    Okt 2006

  • 108,9
    Kenaikan harga beras

    April 2007

  • 98,1

    Sep 2007

  • 100,2

    Mei 2008

  • 88,7
    Inflasi meningkat

    Indeks Kepercayaan Konsumen
    Terpuruk Karena Harga

  • Indeks Kepercayaan Konsumen sempat meningkat ke posisi 80,4 pada Februari lalu—naik 251 basis point dari bulan sebelumnya. Menguatnya kepercayaan konsumen pada Februari itu terjadi karena konsumen tidak khawatir bahwa harga kebutuhan pokok bakal naik lagi. Selain itu, mereka mulai yakin terhadap prospek perekonomian.

  • Tapi, pada Maret, indeks kepercayaan kembali tertekan, turun ke level 76,7. Pada April malah tergelincir ke titik 75,0. Penyebabnya, pemerintah rupanya masih juga belum berhasil mengendalikan harga pangan. Konsumen juga khawatir terhadap minimnya ketersediaan lapangan kerja. Indeks Kepercayaan Konsumen pada April itu merupakan yang terendah sejak November 2005.

  • Tekanan inflasi yang tinggi membuat konsumen cemas dan tidak yakin lagi terhadap prospek ekonomi. Akibatnya, konsumen cenderung menunda belanja. Ini terlihat dari melambatnya pembelian barang tahan lama (durable goods) dalam enam bulan ke depan, yakni turun dari 25,0 persen (Maret) menjadi 22,9 persen (April). Bila kepercayaan itu terus rendah, konsumen diperkirakan akan benar-benar mengurangi belanja di masa depan. Hal ini dapat mengurangi laju pertumbuhan ekonomi karena belanja rumah tangga memberikan kontribusi sekitar 60 persen terhadap produk domestik bruto.

  • Namun muncul fenomena menarik. Di tengah rendahnya kepercayaan konsumen pada April lalu, survei menunjukkan bahwa indeks kepercayaan masyarakat berpendapatan rendah (kurang dari Rp 700 ribu per bulan) justru meningkat. Kenaikan ini rupanya dipicu oleh membaiknya indeks kepercayaan masyarakat yang tinggal di pedesaan. Panen raya April lalu sedikit mengikis rasa pesimistis masyarakat yang tinggal di pedesaan.

    Indeks Kepercayaan Konsumen:

  • Indeks Kepercayaan Konsumen menggambarkan keadaan mutakhir perekonomian masyarakat. Hasil survei ini biasanya keluar lebih awal daripada indikator-indikator lain yang juga digunakan untuk memprediksi pola belanja. Melalui Indeks Kepercayaan Konsumen, kita bisa melihat efek suatu kejadian atau kebijakan pemerintah terhadap pola belanja. Indeks yang meningkat berarti keadaan perekonomian masyarakat membaik, dan sebaliknya.

  • Indeks Kepercayaan Konsumen didasari survei terhadap sekitar 1.700 rumah tangga Indonesia di enam wilayah (Sumatera Utara, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan). Survei menggunakan metode wawancara tatap muka. Sampel dipilih dengan metodologi statistik tertentu sehingga mewakili populasi.

  • Responden diminta menilai keadaan perekonomian (baik lokal maupun nasional), pendapatan rumah tangga, dan ketersediaan lapangan kerja. Dalam setiap pertanyaan, konsumen dapat menjawab ”optimis” atau ”pesimis”. Jika indeks di bawah ”100”, itu berarti respons negatif (pesimistis) melebihi jumlah respons positif (optimistis), dan sebaliknya.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus