Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tumbuh, tapi Masih Ada Risiko

2 Juni 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perekonomian Indonesia masih menikmati percepatan pertumbuhan pada triwulan pertama 2008. Hal itu tampaknya lebih didorong oleh suku bunga yang rendah. Prospek ekonomi juga tetap akan bagus. Namun sektor pertanian dan pertambangan perlu diperhatikan.

Ekonomi Indonesia pada triwulan pertama tumbuh dengan laju tahunan (year on year) 6,28 persen. Besaran laju pertumbuhan ini cukup menggembirakan, mengingat angka tersebut sedikit lebih tinggi dibanding triwulan keempat 2007. Ketika itu, ekonomi Indonesia tumbuh 6,25 persen. Dengan kata lain, masih ada akselerasi pertumbuhan pada perekonomian Indonesia di triwulan pertama 2008.

Sebagian kalangan bisa jadi agak terkejut dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif cepat ini. Soalnya, kenaikan harga beras dan bahan pangan lain yang tajam di sepanjang triwulan pertama 2008 telah menimbulkan kekhawatiran akan tergerusnya daya beli masyarakat. Bila terjadi, itu tentu akan mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia, mengingat belanja rumah tangga memberikan kontribusi sekitar 65 persen terhadap produk domestik bruto.

Tertekannya kondisi ekonomi masyarakat memang tertangkap oleh survei kepercayaan konsumen yang dilakukan Danareksa. Indeks Kepercayaan Konsumen turun hampir terus-menerus sejak Desember 2007. Penurunan indeks tersebut (dan bertahan di bawah level 100) dalam beberapa bulan terakhir menggambarkan masyarakat kita yang makin pesimistis terhadap keadaan perekonomian. Bila Indeks Kepercayaan Konsumen terus-menerus tertekan, pada level tertentu konsumen akan segera mengurangi belanjanya. Dan pada akhirnya hal itu akan mengurangi laju pertumbuhan ekonomi kita.

Untungnya, saat ini konsumen masih belum mulai mengurangi belanja. Belanja rumah tangga masih tumbuh 5,5 persen pada triwulan pertama 2008. Dengan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia pada level delapan persen pada triwulan pertama 2008 ini, suku bunga pinjaman (konsumsi, modal kerja, dan investasi) berada pada level terendah dalam beberapa puluh tahun terakhir ini.

Suku bunga yang rendah membuat orang (atau perusahaan) tidak enggan lagi membelanjakan tabungannya karena bunga yang diperoleh dari perbankan tidak sebesar sebelumnya. Selain itu, suku bunga yang rendah membuat orang (atau perusahaan) tidak enggan lagi meminjam uang dari bank karena bunga yang harus dibayar tidak setinggi sebelumnya. Keadaan yang demikian mendukung belanja rumah tangga yang tinggi.

Naiknya permintaan, ditambah dengan suku bunga yang rendah, memicu para pebisnis melakukan ekspansi usaha. Hal ini terlihat dari investasi yang tumbuh 13,3 persen pada triwulan pertama 2008. Suku bunga yang rendah dapat memicu pertumbuhan investasi double digit. Bila suku bunga Sertifikat Bank Indonesia dapat dijaga di bawah 9,5 persen sepanjang tahun ini, diperkirakan pertumbuhan investasi yang double digit akan dapat dipertahankan. Danareksa Research Institute memperkirakan investasi akan tumbuh dengan laju 13,7 persen pada 2008.

Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi yang ditetapkan baru-baru ini mungkin telah memicu kekhawatiran akan prospek perekonomian kita. Tapi kenaikan rata-rata 28,7 persen rasanya tidak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi kita terlalu signifikan. Berdasarkan pengalaman masa lalu, diperkirakan kenaikan sebesar itu akan menimbulkan inflasi tambahan sekitar dua persen, yang dapat memicu kenaikan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia satu persen atau lebih sedikit. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi masih akan mencapai 6,28 persen, lebih rendah daripada prediksi Danareksa semula sebesar 6,34 persen.

Masih bagusnya prospek perekonomian kita tertangkap pula oleh Leading Economic Index (indeks yang menggambarkan prospek perekonomian 6-12 bulan ke depan). Walaupun sempat turun pada awal tahun, indeks ini masih menunjukkan tren pertumbuhan yang positif. Artinya, perekonomian Indonesia masih dapat berekspansi dengan baik sepanjang 2008.

Walaupun tampaknya ekonomi Indonesia masih akan tumbuh dengan sehat pada tahun ini, ada beberapa masalah yang harus diwaspadai.

Pertama, pertumbuhan sektor pertanian yang kurang sehat. Sektor pertanian selama ini tampak agak terabaikan. Sejak 2000, pertumbuhan rata-rata sektor ini berada di bawah empat persen, jauh di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Hanya dalam satu tahun ini, sektor pertanian dapat tumbuh rata-rata di atas lima persen. Itu pun tidak terlalu berkesinambungan. Artinya, laju pertumbuhannya dapat kembali turun ke bawah level lima persen dengan cepat (gambar 1).

Kedua, pertumbuhan sektor pertambangan (termasuk minyak dan gas bumi) yang cenderung menurun. Padahal kita selalu menggembar-gemborkan Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Tapi, kenyataannya, pertumbuhan sektor pertambangan sejak 2000 selalu berada di bawah laju pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan, dalam dua triwulan terakhir, sektor ini mengalami pertumbuhan negatif. Pada triwulan keempat 2007, sektor ini mengalami kontraksi sebesar 2,1 persen, dan kontraksi pada triwulan pertama 2008 malah lebih besar, yakni 2,3 persen.

Hal yang agak mencengangkan, kontraksi yang dialami sektor pertambangan ini terjadi pada saat harga berbagai komoditas tambang dan migas di pasar internasional meroket. Sebagai contoh, harga minyak saat ini sudah menembus level 130 dolar per barel. Biasanya, pada saat harga tinggi, output suatu sektor akan cenderung meningkat, karena nilai tambah produknya juga meningkat, atau karena ada insentif bagi produsen di sektor tersebut untuk meningkatkan kapasitas produksinya.

Secara ekonomi, potensi keuntungan yang tinggi juga akan mendorong produsen yang ada untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Selain itu, pemain baru akan berbondong-bondong terjun ke sektor itu. Akibatnya, di atas kertas, sektor tersebut akan tumbuh dengan amat cepat.

Sebagai perbandingan, sektor pertambangan Malaysia tumbuh dengan laju pertumbuhan rata-rata di atas pertumbuhan yang dialami sektor ini di Indonesia. Dalam satu tahun terakhir, sektor pertambangan di Malaysia bahkan menikmati pertumbuhan positif dengan kecenderungan yang meningkat. Sebaliknya, sektor pertambangan Indonesia menghadapi penurunan pertumbuhan dalam satu tahun terakhir ini (gambar 2). Padahal Indonesia dikaruniai sumber daya alam yang jauh lebih melimpah dibanding Malaysia.

Data di atas memberikan indikasi bahwa tampaknya memang ada salah urus pada sektor pertambangan kita, yang mengakibatkan sulit bertumbuhnya sektor tersebut. Sering disebutkan di media bahwa iklim investasi di sektor tersebut tidak terlalu kondusif karena berbagai hal, antara lain kesimpangsiuran kewenangan antardepartemen, pelaksanaan otonomi daerah yang sering kebablasan, dan kurangnya insentif yang dapat mendorong investasi. Semua itu telah mengakibatkan aktivitas eksplorasi di sektor minyak dan gas bumi menurun dengan amat signifikan.

Karena itu, dalam jangka panjang, pemerintah pusat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan pemerintah daerah harus sama-sama memperhatikan sektor pertanian dan pertambangan tersebut. Mereka harus duduk bersama mencari jalan keluar secepat mungkin agar kedua sektor ini bisa tumbuh dan bukannya malah terus menurun seperti terjadi selama setahun terakhir.

Tanpa perbaikan yang signifikan di sektor-sektor yang disebutkan di atas, Indonesia tidak akan pernah bisa menikmati harga pangan dunia yang tinggi dan harga komoditas pertambangan (termasuk minyak bumi) yang tinggi. Bahkan, di tengah optimisme bahwa perekonomian Indonesia masih akan tumbuh, tak bisa dimungkiri bahwa negeri ini juga sangat rentan terhadap fluktuasi harga minyak dan harga pangan dunia.

Purbaya Yudhi Sadewa Chief Economist Danareksa Research Institute

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus