Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tertembak menjelang natal

Francisco mendez filho, pejuang lingkungan yang gigih menyelamatkan hutan bagian barat amazon, brasil, dari serbuan peternak-peternak yang kaya dan rakus. mendez mati tertembak menjelang natal.

22 September 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Francisco Mendes Filho, biasa dipanggil Chico Mendes, tertembak mati 22 Desember 1988 malam. Pejuang lingkungan yang gigih ini telah menyelamatkan hutan bagian barat Amazon, Brasil, dari serbuan peternak-peternak kaya yang rakus macam Darly Alves da Silva -- yang kemudian mengirim pembunuh bayaran untuknya. Ketika ia dimakamkan, ratusan wartawan Brasil dan bagian dunia lainnya memberikan penghormatan terakhir kepada Chico. Kematiannya menempati halaman depan berbagai surat kabar dunia. Andrew Revkin kemudian menulis buku tentang Chico Mendes dan perjuangannya. Sebuah film produksi perusahaan film Brasil tentang pejuang lingkungan ini pun segera dibuat. Berikut kutipan buku Revkin, sebagaimana dimuat dalam New York Times Magazine Juli lalu. MAUT selalu mengintai di daerah Amazon bagian barat. Bayangan kematian itu bagai-kan embun yang muncul setelah turun hujan. Bangkit dari masalah ekologi. Perebutan daerah hutan tropis terbesar yang ada di kawasan Amazon, Brasil. Antara penduduk asli Amazon -- Indian dan petani karet -- dan peternak-peternak kaya dan petani kecil. Dua kelompok terakhir ini suka membuat api unggun, salah satu penyebab terjadinya kebakaran hutan. Terutama pada saat-saat musim panas -- selama dua bulan di antara musim kering dan musim hujan. Itulah yang harus dihadapi oleh Francisco Mendes Filho -- biasa dipanggil Chico -Mendes. Ia seorang petani karet dan presiden gabungan pekerja-pekerja lokal yang berjuang gigih untuk menyelamatkan hutan dari tangan-tangan jahil. Beribu-ribu petani karet dan keluarga mereka masih hidup dalam ketakutan di dalam hutan. Bersama-sama bangsa Indian, mereka tinggal dalam rimba tanpa merusak bayangan. Bagi Chico, tak ada kata santai. Ketegangan tergurat pada wajahnya yang tak kenal senyuman. Ia kelihatan stres dalam usianya yang ke-44. Rambutnya yang hitam keriting dan ubanan membuatnya tampak kacau. Sama sekali tak ada waktu senggang karena ia selalu dikepung berbagai urusan yang harus diselesaikan. Pada bulan Desember 1988, bayangan kematian itu kembali menghampiri Mendes. Memang baru merupakan kemungkinan. Tapi bagi Mendes, maut tak dapat dielakkan lagi. Mendes menceritakan itu kepada pengikutnya melalui Zuza, saudaranya. Ada ancaman telepon tak dikenal lewat rumah tetangga -- Mendes tak memiliki telepon. "Zuza, kamu harus hati-hati dan waspada karena keadaan semakin panas. Saya punya perasaan bahwa saya tak bisa ikut merayakan hari Natal," tutur Chico Mendes dengan tenang. Pukul 6.30 sore hari, di bagian kota Amazon, Xapuri, terdengar suara lonceng gereja yang menjulang di atas rumput yang menguning. Hari itu tepat tiga hari sebelum hari Natal -- 22 Desember 1988. Suara lonceng itu merupakan panggilan pertama kepada sekelompok anak yang baru lulus dari sekolah dasar. Jangkrik-jangkrik dan jenis serangga lain mulai berbunyi, membuat suasana sekitar hutan terasa senyap. Meskipun telah musim hujan, banyak juga kendaraan yang lewat. Sepeda dan truk-truk pickup terdengar menerobos jalan batu yang becek. Dalam kegelapan, kelelawar mulai beterbangan di sekitar lampu-lampu di jalan, mendengungkan suara riuh. Sebuah "kanun di sungai daerah Acre (baca: ah-cray) meluncur melewati beberapa tempat minum yang kotor dan toko-toko kecil yang ada di daratan yang berlumpur. Dari tebing-tebing yang menjorok ke seberang pantai, mengeram suara beberapa motor diesel. Xapuri terletak di negara bagian Acre. Bagian barat Brasil dengan penduduk sekitar 5.000 jiwa itu merupakan tempat perdagangan karet. Sangat susah untuk membedakan Xapuri dari daerah sekitar sungai di daerah Amazon -- yang mengasingkannya dari Benua Amerika bagian selatan. Di sanalah Sungai Xapuri bergabung ke Sungai Acre dan bercabang lagi sampai ke Purus dan Salomes -- satu dari dua cabang Sungai Amazon yang terbesar. Suasananya tenang dan teratur. Sejenis tempat di mana masih ditemukan para pembersih jalan yang renta muncul setiap pagi untuk membersihkan daun-daun dan jerami dari jalan yang rimbun. Daerah itulah yang mengilhami dunia industri, seperti ban kendaraan, dan beribu-ribu orang menyerbu hutan mengambil getah karet. Xapuri, yang kelihatannya tenang, sebenarnya sangat rawan. Ketegangan terus meningkat sepanjang tahun. Gabungan perusahaan Mendes, yang terdiri dari para petani karet dan petani kecil, sering menang melawan penentang-penentangnya: para peternak lembu yang merusak hutan untuk menciptakan padang rumput. Mereka melanggar wet untuk menciptakan areal real estate. Sejak bulan Maret, para petani karet telah mengadakan perundingan dan demonstrasi. Sebagian musuhnya ditentang dan diusir dari hutan. Para petani percaya bahwa pemerintah, pada bulan Oktober, akan mengumumkan daerah teritorial petani karet di Xapuri. Tepatnya Seringal Cachoeira, seluas 61.000 are. Cachoeira adalah tempat Mendes dibesarkan. Di sana, ia pertama bekerja sepanjang hari sebagai petani karet. Hutan di situ menjadi gurunya. Tujuannya melindungi hutan agar tidak ditebang, dan hanya untuk areal pertanian karet, kacang brasil, dan sejenisnya. Konsep dari perlindungan yang diprakarsai oleh Mendes dan para petani karet kemudian diperbarui dengan bantuan para pencinta bayangan dan ahli antropologi. Dengan dikeluarkannya perundangan itu dan perlindungan atas tiga daerah lainnya, Mendes telah menandai sejarah para pencinta bayangan hidup. Padahal istilah bayangan environment -- baru dikenalnya dalam dua tahun terahir ini. Darly Alves da Silva Musuh Bebuyutan Rumah Mendes terletak di perkam~pungan pengembara, di Jalan ~Batista de Moraes. Lima menit~ berjalan dari kedai-kedai minuman dan gudang-gudang, menyeberangi kawasan yang agak gundul. Rumahnya sedikit lebih besar dari sebuah garasi mobil. Atapnya yang runcing tertutup oleh daun-daun terakota, kemerah-merahan seperti batu bata di jalan. Sisinya dicat biru dan ungu muda yang teratur rapi. Seperti rumah-rumah yang ada di kota. Air hanya mengalir di halaman belakang rumah. Sore itu, Mendes sedang main domino bersama dua orang pengawalnya yang disediakan oleh polisi setempat. Mendes telah kembali ke rumah, setelah bulan-bulan sibuk untuk mengunjungi Rio de Janeiro dan Sao Paulo -- dua kota terbesar di Brasil yang kaya industri dan terpisahkan dari Amazon. Di sana, ia tinggal di sebuah apartemen bagus di antara para aktivis yang membantu para petani karet. Ia telah sering mondar-mandir antara dua kota tersebut akhir-akhir ini. Tetapi sekarang, dengan datangnya hari Natal, Mendes merencanakan berhenti bepergian dan ingin santai beberapa hari bersama keluarganya. Pengawalnya tidak berpakaian seragam. Dulu, kedua orang itu adalah tetangganya -- satu di antaranya juru ketik pabrik waktu ia masih remaja. Mereka sebenarnya cukup bersemangat. Ketika di luar mulai gelap, satu dari mereka berhenti bermain. Karena udara terlalu panas, ia terus pulang untuk tidur. Mendes sebenarnya sudah meminta polisi untuk menarik pengalaman itu. Mereka ditugasi menjaganya karena ancaman pembunuhan yang tak berkeputusan. Istrinya, Ilzamar, meminta permainan domino dihentikan, supaya ia bisa menyiapkan makan malam. Ia hendak menyuguhkan ikan segar goreng Ilzamar 20 tahun lebih muda dari Mendes. Raut mukanya Amazon klasik -- campuran Indian dan Eropa. Mukanya yang lonjong menunjukkan khas bangsa Polynesia: bibir lebar, mata hitam bulat, dan berambut hitam. "Kita akhiri permainan ini sebentar lagi," kata Mendes. Ia sangat bersemangat dan bermain bagus, serta selalu sampai selesai Mereka memainkan sejenis domino yang sangat sulit -- yang dinamakan 'domino ponto' -- yang memakai ilmu aritmetika. Biasanya, Mendes bertepuk tangan dengan bangga bila bisa menyelesaikan permainan. Setelah lima tahun, perkawinan Mendes dan Ilzamar memudar karena Mendes lebih sering bepergian dan sedikit mendapatkan uang akhir-akhir ini. Dulu, ia pernah berhenti bertani karet dan mengabdikan seluruh hidupnya pada politik dan pembentukan serikat pekerja. Selama tahun 1986, ia telah menyeberangi Acre dalam kampanye untuk pemilihan anggota dewan legislatif, dalam situasi yang cukup gawat. Ia telah menjadi salah satu calon dari partai pekerja kiri-- PT -- yang tak tergoyahkan dari golongan kanan. Tahun itu juga, Ilzamar nyaris meninggal pada waktu melahirkan anak kembar, karena Mendes tak dapat membayar ongkos rumah sakit. Tahun berikutnya, Mendes masih meneruskan pekerjaannya. Masuk hutan, mendaftar petani karet yang mau bergabung dalam gerakannya. Ia juga pergi ke bagian Selatan mendaftar pengikut gerakan pencinta bayangan dari Brasil yang terpojok. Ilzamar tidak pernah mengizinkan suaminya pergi. "Pekerjaan saya bukan suatu permainan. Ini adalah bisnis," kata Mendes. Ilzamar pernah mengingatkan bahwa ia tidak pernah tinggal lebih dari delapan hari bersama suaminya. Pernikahan Mendes yang pertama juga gagal akibat pekerjaan terlalu menyita waktunya. Baru pada bulan Maret, mereka pindah ke rumah miliknya sendiri. Itu pun berkat ja~sa baik teman Mendes sesama pencinta bayangan hidup. Pekerjaan memang sangat mendominasi hidupnya. Hal itu tercermin dari cara dia memberikan nama-nama pada anaknya. Anak kembarnya yang masih hidup adalah anak laki-laki yang cakap, sekarang berusia dua tahun dan diberi nama Sandino. Diambil dari nama August Cesar Sandino, pemimpin perang gerilya besar melawan tentara Amerika di pegunungan Nikaragua. Dari kata itulah berasal sebutan Sandinista. Mendes menamakan anak perempuannya, yang berusia 4 tahun, Elenira. Diambil dari nama seorang gerilya perempuan yang pernah menyerang polisi di Para -- bagian negara Amazon, di abad ke-17, pada pemerintahan diktator. Elenira terkenal karena pandai menembak, ia membunuh sasarannya dengan tembakan. Mendes selalu tertarik pada sejarah sosial yang radikal meskipun aktivitasnya pada umumnya kurang ekstrem. Ia bermaksud mengadakan pendekatan tanpa kekerasan pada pertikaian di hutan meskipun lawannya cukup tak beradab. Dalam memimpin penyelamatan hutan Amazon, Mendes telah banyak menghadapi rintangan kekuatan manusia, terutama para peternak Amazon. Gabungan Pekerja Daerah Xapuri -- yang didirikan pada 1977 -- telah banyak membantu Mendes dan sering mengadakan demontrasi terhadap para anggota peternak. Mereka berhasil mengusir dua dedengkot peternak Brasil keluar dari Acre. Rei de Nelore -- raja peternak lembu -- dan Geraldo Bordon, pemilik perusahaan daging kaleng terbesar di Brasil. Dengan segala taktik dan keramahtamahannya, gaya bicara yang manusiawi, Mendes telah menarik perhatian kaum pencinta bayangan Amerika. Tidak heran jika banyak organisasi bayangan hidup di Washington dan Miami, AS, mengundangnya. Mendes mempunyai banyak teman di luar negeri, tetapi banyak musuh di kampungnya sendiri. Musuh Mendes yang paling berbahaya adalah Darly Alves da Silva, seorang peternak yang sudah berpindah dari negara bagian selatan Panama ke Acre sejak 1974. Alves hidup di atas tanah seluas 1O.000 are, ia tempati bersama seorang istri, tiga gundik, 30 anaknya, dan berpuluh-puluh anak buahnya -- terdiri dari para peternak yang, buat petani karet, tidak lebih dari pembunuh bayaran. Sejak 1950-an, Alves dan keluarganya telah mempunyai kebiasaan membunuh, meskipun berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain. Jika seseorang mengganggu keluarga Alves, biasanya, orang tersebut akan mati. Ayah Alves, Sebastiao, 86 tahun, telah dipenjarakan selama empat setengah tahun karena membunuh tetangganya. Masih banyak lagi pembunuhan yang sudah dilakukannya. Beberapa kali gerombolan Alves telah mengancam Mendes, tapi selalu dapat ditanggulangi. Hanya saja, kali ini berbeda. Dengan penuh simpati, Mendes telah mencegah pengikut Alves menebang hutan untuk membuat tambahan padang rumput di daerah Acre. Tapi rasa simpatinya menjadi frustrasi ketika mendapat jawaban tembakan dari pengikut Alves. Bulan September, Mendes memaksa Alves dan saudaranya, Alvaniro, bersembunyi setelah petugas kehakiman dan para petani karet mendapatkan jaminan surat penangkapan. Dilihat dari postur tubuhnya, Alves tidak kelihatan berbahaya. Matanya yang bersembunyi di balik lensanya yang tebal membuat wajahnya kelihatan kecil. Tulang kaki dan lengannya selalu mengayun-ayun bila berjalan, seperti boneka yang digantungkan pada benang. Kumisnya dibiarkan tumbuh. Suaranya memberikan aksen bahwa ia seorang yang hati-hati. Nada kecil dan terputus-putus. Alves telah berjanji bahwa ~Mendes tidak akan pernah mengganggunya lagi. "Itu adalah masalah kejantanan. Tak seorang pun berani menggangguku lagi," kata Alves dengan penuh keyakinan kepada temannya. Ia percaya bahwa ia dapat bertindak semaunya. Apalagi saudaranya bekerja sebagai sherriff ~di Xapuri, yang jaraknya hanya 40 m dari depan rumah Mendes. Alasan utama ia pindah ke Amazon adalah karena Ama~zon-lah tempat terakhir yang masih banyak memberi harapan. Di situ, tak banyak bedanya dengan daerah Amerika bagian barat pada abad ke-19, sebagaimana digambarkan Mark Twain dalam novel Roughing It yang ditulis pada tahun 1872 -- "Surga yang tak ada undang-undangnya tapi sangat berbahaya". Kekuatan alam yang bisa mempertahankan dasar Sungai Amazon dan masyarakat sekitar dari kerusakan total adalah bentuk sungai itu: curam dan menakutkan. Sungai itu merupakan sebuah mangkuk yang dangkal, dua kali luas India. Areanya lebih dari 3,6 juta mil persegi, dengan rata-rata curah hujan delapan kaki setiap tahun. Menggenangi hutan yang luas, mengakibatkan jalan seperti rawa, dan nyamuk malaria berpesta-pora di situ. Air hujan mengalir ke arah timur melewati semacam jaringan kipas dan bersama-sama air sungai memuntahkan sekitar 170 milyar galon air setiap jam ke Laut Atlantik -- 11 kali dari aliran Sungai Mississippi. Di samping menghasilkan limbah ke laut, air bah ini juga menghasilkan mineral terbesar yang kaya akan koleksi jenis kehidupan di bumi. Beraneka macam spesies ditemukan dan berkembang biak bergantung satu sama lainnya. Satu dari beribu-ribu spesies tanaman yang tumbuh di sana adalah pohon yang mempunyai batang yang besar-lunak yang memproduksi suatu cairan putih di bawah lapisan kulitnya. Penduduk setempat menamakannya seringueira, dan dalam ilmu botani disebut Hevea brasiliansis atau di Indonesia dikenal dengan pohon karet. Cairan itu melindungi pohonnya dari gangguan serangga. Cairan yang sama mempunyai kualitas daya lenting yang luar biasa setelah membeku dan diolah secara benar. Dan getah karet ini menjadi barang yang banyak dicari selama Revolusi Industri. Bahan ini -- yang dinamakan lateks -- memikat nenek moyang Chico Mendes dan beribu-ribu orang untuk pergi ke Amazon dalam 120 tahun terakhir. Akhir-akhir ini, banyak pendatang yang masuk hutan Amazon melakukan perusakan. Penduduk berjuang menyelamatkan rumah dan keluarga serta secara tidak langsung juga menyelamatkan jenis kekayaan flora dan fauna di bumi. Sering beratus-ratus peternak atau pengadu untung membuka tanah untuk mencari keuntungan. Mereka melakukan pembakaran dan penggelapan. Karena jalan yang paling efisien untuk memperkuat tuntutan tanah di Amazon adalah menebang dan membakarnya, seperti itulah yang dilakukan para tuan tanah. Mereka rela kehilangan ternaknya untuk memudahkan melakukan penebangan. Jika itu gagal, mereka mengirim "pisteleiros" untuk membakar rumah-rumah keluarga di situ, atau menembakinya. Tembakan dari Kegelapan USAI main domino, Mendes dan pengawalnya berpindah ke ruang depan untuk menyaksikan opera "Anything Goes" -- cerita yang menyindir kehidupan orang kaya di Brasil. Makan malam pun telah selesai disiapkan. Ilzamar menghidangkan sepiring ikan, buncis, dan nasi. Pada waktu makanan sudah siap, dua penjaganya duduk di atas kursi kayu di samping istri salah seorang teman Mendes yang baru saja selesei bercanda. Penjaganya tidak diminta tinggal setelah hari mulai gelap, tetapi mereka adalah teman, dan mereka menikmati permainan domino dan menyukai masakan rumah. Pada umumnya, mereka makan di barak militer beberapa blok dari situ. Suara dengung serangga di halaman bercampur dengan suara ayam mengeram menyamarkan suara manusia. Ilzamar mengambil piringnya dan makan bersama anak-anaknya di ruang depan. Karena udara panas dan merasa kurang enak, Mendes hanya mengenakan celana pendek putih. Ia mengajak semuanya makan sambil melemparkan sebuah handuk yang disampirkan di bahunya, lalu membuka pintu belakang untuk menyiram kepalanya dengan air dingin. Handuk warna biru dan buku catatan musik adalah hadiah ulang tahunnya. Setelah beberapa waktu, Mendes menggerutu kenapa begitu gelap di halaman belakangnya. Ia telah membicarakan kepada temannya rentangan kabel untuk bola lampu yang ada di luar -- seseorang telah memotong untuk kesekian kalinya. Mereka setuju untuk memperbaikinya besok. Sambil mengomel, Mendes pergi ke kamar mandi dan mengambil lampu senter kecil hitam yang berdaya pijar tinggi. Lampu itu diperolehnya dari Mary Allegreti, seorang antropolog dari Selatan, yang telah bekerja dengannya selama beberapa tahun untuk mengorganisasi petani karet. Sekali lagi ia membuka pintu, lalu menyalakan lampu senter. Cahayanya menerangi kegelapan. Dalam keadaan seperti itu, tidak mungkin melihat dua orang yang membungkukkan badan di balik pohon palem di pojok luar rumah. Tak seorang pun akan tahu bahwa seorang dari mereka telah mengangkat senapan. Dalam kegelapan, cahaya biru yang mengenai handuk biru Mendes yang tersampir di bahunya merupakan sasaran yang bagus. Beberapa saat kemudian, terdengarlah bunyi letusan senapan. Hanya dalam beberapa detik saja, 60 peluru pellet bersarang di lengan kanan dan dada Mendes. Ia sempoyongan masuk ke dapur. Bersimbah darah dan masuk ke ruang tidur. Tampaknya, ia hendak mengambil senjatanya -- ia memang menyimpan senjata meskipun polisi setempat, yang sudah memihak Alves, mencabut izinnya Desember lalu. Tetapi badannya tiba-tiba lemas, lalu terjatuh ke tangan kedua pengawalnya, Roldao dan Roseno de Souza, yang sudah menemaninya sejak bulan Oktober. Mendes tersungkur ke lantai dan tergeletak di depan pintu kamar tidur. Analisa forensiknya kemudian menunjukkan, ada 11 butir peluru terjaring di lambungnya. Darahnya mengalir ke lantai. Handuk dan kainnya yang berlubang tergeletak di sampingnya. Sekarang semua anjing tetangga menyalak. De Sauza mengangkat kepala Mendes. Tak seorang pun berniat membuka pintu belakang. Pengawal yang satu, setelah lima kali menembak, meloncat melalui jendela, lalu lari ke barak militer untuk minta bantuan dan mengambil sebuah senapan mesin. Teman-temannya segera berdatangan sambil membawa senapannya masing-masing. Ilzamar segera lari keluar, lalu berteriak di jalan, "Mereka telah membunuh Chico!" Tetapi polisi yang berkumpul di luar kantor sheriff, yang jaraknya 40 m dari rumahnya, tidak segera bergerak. Pemakaman Mendes dilakukan pada hari Natal. Melalui apa yang disebut para petani sebagai radio cipo -- radio penyebar isu -- berita-berita yang terjadi di sekitar hutan segera tersebar. Berita pembunuhan Chico tersebar dengan cepat. Beratus-ratus petani karet berdatangan untuk menghadiri pemakaman. Sabtu malam, lonceng gereja berbunyi lagi untuk memanggil penduduk sekitarnya. Satu demi satu mereka muncul mengerumuni jasad Mendes sambil memperbincangkan bagaimana Mendes telah mengubah jalan hidupnya. Berjam-jam mereka mengikuti upacara pemakaman dengan khidmat. Nyanyian terus mengalun sampai larut malam. Sampai hari Natal pagi, lebih dari seribu orang berkumpul di depan gereja. Turunnya hujan semakin menambah kekuatan para pelayat. Mereka mengusung peti mati berwarna putih ke kuburan di luar kota. Di ujung prosesi pemakaman jenazah, seorang laki-laki muda -- yang sedang belajar menjadi pendeta -- memegang salib dan potret Mendes di tengah-tengah massa. Potret itu dicetak oleh seorang artis, Jorge Rivas Plata da Cruz, pada 1987. Karena saat itu, untuk pertama kali, Mendes membuat rancangan kerja bayangan hidup. Tampak kumis dan rambutnya diatur dengan rapi dan berwarna hitam pekat. Tidak ada tanda-tanda kekhawatiran pada mukanya yang terseyum manis. Ia memakai jas. Jas pertama yang dimilikinya -- yang pernah dia pakai sewaktu melakukan perjalanan ke luar negeri. Baju tersebut sampai ke Xapuri bersama-sama baju-baju lain yang dikirim dari Italia untuk orang-orang miskin di Amazon. Beratus-ratus petani karet dan petani kecil yang hadir dalam prosesi pemakaman adalah teman Mendes dari luar Brasil. Pemakaman itu telah menyatukan dua macam golongan manusia: Orang-orang dari hutan dan orang-orang yang datang dari luar, yang telah menaruh simpati pada kehidupan petani karet. Mary Allegreti, teman pertama Mendes dari luar daerah hutan, telah sengaja terbang dari New York untuk bisa hadir. Sekarang ia berdiri memegang payungnya, berdekatan dengan Ilzamar dan anaknya. Para pemimpin buruh, partai, dan politikus dari Sao Paulo dan Rio de Janeiro juga tampak dipimpin oleh Luis Inacio da Silva, yang lebih terkenal dengan sebutan Lula -- wakil suara dari golongan sosialis. Beratus-ratus wartawan dari Brasil dan bagian dunia lainnya memberi penghormatan terakhir. Jangan heran kalau berita kematiannya menempati halaman depan berbagai surat kabar di seluruh dunia. Pendeta Luis Ceppi memimpin upacara pemakaman. Ceppi, seorang Italia, yang juga anggota partai komunis Italia. Ia telah menolong gerakan petani karet mencari dukungan sampai ke Eropa. Pada waktu ia memberikan berkat, air matanya bercucuran di pipi dan membasahi dasi putihnya. Peti itu segera dimasukkan ke dalam bawah tanah gereja, di samping Ivair Higino de Almaida, anggota perkumpulan yang telah dibunuh dengan brutalnya oleh anak buah Alves dan pembunuh bayaran pada bulan Juni. Tukang batu segera menutup liang kubur dengan semen. Ubin putih kemudian diletakkan di atas nisan. Bun~ga ~di Atas Kuburan Semasa hidupnya, Mendes sempat berpesan kepada teman-temannya: "Saya~ tidak ingin bunga-bunga ditaruh di ~atas batu nisanku, karena saya tahu bahwa mereka mengambilnya dari hutan." Meskipun demikian, seseorang telah meletakkan bunga segar di atas nisannya. Pembunuhan atas Chico Mendes merupakan suatu peristiwa yang luar biasa. Ia merupakan pemimpin kelima dari gerakan pencinta bayangan setempat yang terbunuh di Brasil pada tahun itu. Dan hanya seminggu sebelum pemimpin dari kelompok pencinta yang lain dari Brasil bagian timur terbunuh oleh tembakan yang tepat mengenai wajahnya di depan keluarganya. Tetapi pada tiga tahun terakhir, hubungan dekat Mendes dengan para pencinta bayangan atau kaum enviro~mentalist, pelopor-pelopor buruh, dan pejuang hak manusia dari Brasil, AS, dan Eropa telah meningkat dengan memfokuskan pada perjuangan petani karet. Simpati dan keahlian berorganisasi Mendes telah membuatnya mendapat penghargaan dari United Nations Envi~ronment Programme, The Gaia Found~ation, dan perkumpulan yang lainnya. Kematian Chico Mendes telah tersebar lebih luas dengan adanya gangguan perusakan bayangan hidup yang mulai didengungkan sejak 1988. Perhatian dunia telah tertuju pada kebakaran hutan Amazon dengan mengingatkan ketakutan akan efek g~reen house. Teori menyebutkan bahwa, setiap tahunnya, beribu-ribu ton gas hasil pembakaran fosil dan hutan-yang ditangkap oleh energi matahari dalam atmosfer dapat membakar planet. Hangusnya hutan di Amerika pada musim panas pada tahun itu telah membuat para politikus dan media massa untuk pertama kalinya memberi perhatian yang serius pada masalah ini. Terbunuhnya Mendes menyebabkan Kota ~Xapuri jadi pusat perhatian. Tidak sedikit peneliti, wartawan, dan pencinta bayangan yang ingin berkunjung ke sana. Rumah Mendes telah berubah menjadi sebuah museum mini. Pada akhir musim kering 1989, telah tercantum sebanyak empat ribu nama pelawat. Di sana, pengunjung akan menemukan berbagai macam dan keindahan ekosistem yang telah dipertahankan Mendes sampai mati. Di balik sebuah kayu yang tumbang, ditemukan 50 spesies kumbang. Sebuah penelitian juga telah menemukan sekitar 100 spesies kupu-kupu. Amazon adalah suatu tempat di mana sebuah pohon karet bisa mengembangkan bunganya dan dapat menyebarkan bijinya sampai sekitar 20 yard. Di situ, lambat-laun ditebarkan berpuluh-puluh spesies serangga dan jamur dari bulu-bulunya yang berserakan. ~uga tempat di mana ikan lumba-lumba sungai ditemukan. Beragam ramuan obat-obatan dibuat dari tanaman tropis Amazon. Pembunuhan dipandang sebagai sebuah microcosm dari kejahatan yang lebih besar perusakan yang tak terkendali bagi cadangan terbesar tumbuhan yang ada di bumi. Beberapa abad yang lalu, planet kita memiliki 15 juta mil persegi jenis hutan hujan. Suatu area yang luasnya mendekati lima kali luas Benua Amerika. Saat ini, tiga dari hutan yang kaya di Amerika telah punah, hanya tinggal 6,2 juta mil persegi yang masih tersisa. Sepertiga jenis hutan hujan berada di Amazon. Dan pada dekade terahkir ini, api dan kejahatan telah mengambil sekitar 10 persen dari kekayaan itu -- dua kali luas California. Sebenarnya, bukan hanya Mendes yang menjadi korban incaran para perusak bayangan hutan Amazon. Enam bulan sebelumnya, Mei 1988, dua petani karet yang masih remaja -- yang ikut berpartisipasi dalam gerakan perdamaian -- dibunuh oleh penembak bayaran. Bulan berikutnya, giliran Ivar Higino de Almeida, seorang anggota dari gerakan Mendes. Juga seorang temannya, politikus dalam partai PT, mati tertembak. Saat ini para environmentalist, ekonom, dan orang-orang pemerintah sedang berjuang menanggulangi bagaimana membawa perkembangan ekonomi dan meningkatkan standar hidup penduduk Amazon tanpa harus membabat hutan. Turisme, pertambangan, dan perkayuan yang selektif, juga hasil dari panenan mungkin bisa memberi jawaban. Dalam retrospeksi, kematian Chico Mendes telah menandai suatu titik balik kebijaksanaan bayangan di Brasil. Pemerintah Brasil menanggapi suara-suara itu, baik yang berasal dari dunia internasional maupun setempat, dengan menutup subsidi-subsidi pajak untuk para peternak di Amazon dan membuat pagar bagi petani karet di Acre. Bulan Juli, militer Brasil yang telah lama melihat para perusak bayangan sebagai ancaman keamanan -- berjanji akan mengirimkan helikopter untuk menolong memadamkan api yang berkobar di hutan. Dan saat ini para klimatolog Brasil berpendapat bahwa pembabatan hutan Amazon akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap iklim di Brasil. Membahayakan posisi negara -- sebagai negara terbesar kedua pengekspor bahan makanan, setelah Amerika Serikat. Akhirnya, Juni lalu, masyarakat Xapuri menyaksikan persidangan pertama, setelah bertahun-tahun tanpa ada persidangan. Darly dan Oloci Alves da Silva -- yang tertuduh dalam pembunuhan -- diadili dan diganjar 12 tahun penjara. Ia terbukti melakukan penembakan pada sekelompok petani karet yang sedang protes pada Mei 1988. Bahkan pengadilan menyatakan bahwa pengadilan pembunuhan Mendes dapat segera dimulai. Namun, pengadilan tetap pengadilan, tatanan lama Kota Xapuri belum juga ditinggalkan. Pada saat da Silva diadili, janda Mendes, Ilzamar, dan pengganti Mendes Osmarino Amancio Rodrigues, mendapat ancaman pembunuhan. Bahkan, 10 Juli lalu, seorang pendeta -- yang bekerja bersama-sama dengan para petani karet -- mendengar dua kali tembakan ketika mereka sedang berkendaraan melintasi tanah Da Silva. Sang pendeta, Isaias Franca Maia, melarikan diri meski dengan luka-luka kecil. Dalam kurun waktu sepuluh tahun, sekitar seribu orang Brasil telah terbunuh di daerah pedalaman Amazon. Sementara itu, Amnesti Internasional memperkirakan bahwa kurang dari sepuluh pembunuh dalam kasus tersebut telah dimasukkan dalam sel. Masalahnya, di daerah yang sepertinya tak ada undang-undang, pistol sering disediakan untuk menghadapi kebuasan. RNO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus