Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Theo Toemion Dicekal

12 Desember 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mantan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal, Theo F. Toemion, dicekal. Untuk sementara, sejak 29 November 2005, Theo masuk daftar dilarang bepergian ke luar negeri. Keputusan itu dikeluarkan Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, setelah mendapat surat permintaan cekal dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehari sebelumnya.

Theo diperiksa sebagai saksi untuk mengusut dugaan korupsi saat dia masih menjabat Ketua BKPM. Menurut KPK, dugaan itu terjadi ketika badan yang salah satu tugasnya menarik investasi asing itu menggelar program Pencanangan Tahun Investasi Indonesia pada 2003.

Menurut Wakil Ketua KPK, Tumpak H. Panggabean, karena Theo kurang kooperatif menjalani pemeriksaan, pihaknya mencekal mantan pengamat bursa saham itu. ”Dia susah dipanggil untuk dimintai keterangan,” ujar Tumpak. Itu sebabnya KPK lalu menggunakan kewenangannya untuk mencekal sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang KPK.

Alasan tidak kooperatif dibantah pengacara Theo, Sugeng Teguh Santoso. ”KPK mengada-ada,” katanya. Sugeng mengakui, kliennya pernah mangkir sekali saat dipanggil KPK. Namun itu karena kliennya tengah sakit radang tenggorokan. Ketika pertemuan dijadwal ulang pada 29 November, malah KPK yang menolak.

Theo akhirnya diperiksa KPK pada Rabu pekan lalu. KPK belum menjelaskan secara terperinci mengenai kasus dugaan korupsi di BKPM itu, dan berapa banyak uang negara yang hilang akibat perbuatan bejat itu.

Konstruksi Cipularang Bermasalah

Lembaga Perlindungan Konsumen Industri dan Jasa Konstruksi Indonesia (LKJK), dalam sebuah pernyataan di Jakarta pekan lalu, menegaskan: menolak pengurukan di bekas longsoran di jalan tol Cipularang. ”Itu sama sekali tidak menyelesaikan masalah,” kata Direktur Utama LKJK, Bambang Pranoto.

Senin malam, 29 November lalu, ruas jalan di kilometer 91,6 tol Cipularang longsor sehingga mengakibatkan terjadinya lubang besar, sedalam lima meter. Lubang itulah yang kemudian diuruk oleh kontraktor PT Adhi Karya.

Menurut LKJK, tempat longsor itu dilewati arus air. Kalau hanya diuruk, akan terus terjadi erosi. Akibatnya, ruas itu akan ambles dan ambles lagi. Satu-satunya cara mengatasi hal itu adalah dengan membangun jembatan.

Selain soal urukan itu, kata Bambang, konstruksi tol Cipularang bermasalah. Misalnya, pemilihan beton sebagai badan jalan dan bukan aspal, menurut dia, keliru. Alasannya, beton tidak cocok untuk tanah yang labil. ”Beton itu lebih berat, dan di tanah labil seperti itu mendorong kecenderungan untuk longsor,” ujarnya.

Soal pengurukan, menurut Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Hisnu Pawenang, itu cuma solusi jangka pendek. Solusi permanennya—dengan membangun jembatan atau lainnya—menurut dia masih harus menunggu hasil penyelidikan tim independen bentukan Menteri Pekerjaan Umum. ”Diharapkan dalam satu bulan tim ini sudah membuat kesimpulan,” ujarnya.

Dan sambil menunggu rekomendasi dari tim independen, menurut Hisnu, untuk menjamin keamanan pengguna jalan, kini ruas-ruas rawan sepanjang jalan tol Cipularang diawasi. ”Patroli dilakukan terus-menerus, kalau perlu 24 jam,” ujarnya. Selain itu, di ruas-ruas jalan yang rawan kini dipasang rambu-rambu yang tampak mencolok, memperingatkan pengguna jalan agar berhati-hati.

Hartati versus Kaban

Merasa tak puas nasibnya diambangkan oleh Menteri Kehutanan M.S. Kaban, Presiden Direktur PT Intraca Wood Manufacturing (Intraca), Siti Hartati Murdaya, meminta bantuan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi. Hartati menulis surat kepada Sudi agar mencegah tindakan Kaban mencabut izin hak pengusahaan hutan (HPH) perusahaannya.

Surat itu dikirim pada 12 Juli lalu, namun baru terungkap pekan lalu. Dalam surat sepanjang lima halaman itu, Hartati mengatakan kondisi Intraca saat ini sangat genting. Ancaman pencabutan izin HPH akan mengganggu nasib ribuan karyawan Intraca, dan akan membuat buruk citra pemerintah.

Sudi membenarkan menerima surat Hartati namun membantah ikut campur dalam kasus Intraca. Menurut dia, surat pengaduan serupa dari perusahaan lain juga sering dia dapatkan. ”Saya hanya meneruskan surat Intraca itu kepada Menteri Kehutanan,” katanya.

Kasus ini bermula saat bekas Menteri Kehutanan Muhamad Prakosa menerbitkan Surat Keputusan No. 335 Tahun 2004 tentang pemberian izin HPH seluas 195.110 hektare di Kalimantan Timur kepada Intraca. Diduga menyalahi prosedur dan merugikan negara, izin itu lalu dipersoalkan banyak pihak. Kaban mengancam akan mencabut izin HPH Intraca, namun hingga kini itu belum dilakukan.

Kaban, ketika dikonfirmasi, mengatakan Intraca punya hak untuk mengadu. ”Hartati mau bikin surat apa saja bebas,” ujarnya. Cuma, dia menegaskan, kasus Intraca bukan masalah politik. Itu murni permasalahan hukum. Karena itu, menurut dia, masalah itu tetap harus diselesaikan melalui jalur hukum.

Kelaparan di Papua

Dari Provinsi Papua yang kaya dengan hasil tambang, kabar menyedihkan itu datang. Di Kabupaten Yahukimo, 850 kilometer di selatan Jayapura, bencana kelaparan telah terjadi dan menewaskan lebih dari 55 orang—berita terakhir menyebutkan korban tewas diperkirakan mencapai 100 orang. Bencana menyayat hati itu terkuak pekan lalu. Kelaparan terjadi akibat gagal panen yang disebabkan musim kering dan cuaca yang tak menentu.

Kelaparan itu melanda 15 ribu kepala keluarga yang tersebar di 17 distrik di kabupaten yang terletak di ketinggian 7.000-8.000 meter di atas permukaan air laut itu. Bupati Yahukimo, Ones Pahabol, mengatakan korban berjatuhan sejak 11 November silam. Kini masih ada 110 warga yang jatuh sakit akibat kelaparan.

Kondisi ini diperparah oleh keadaan geografis di kabupaten hasil pemisahan dari Kabupaten Jayawijaya itu. Hutan lebat dan pegunungan membuat daerah itu bak terisolasi dan hanya bisa dijangkau dengan pesawat.

Itulah sebabnya kabar itu baru menyeruak sebulan setelah kelaparan mulai melanda penduduk. Di Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak dapat menyembunyikan kekagetannya.

Jumat pekan lalu Presiden memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie terbang ke lokasi bencana untuk menyampaikan makanan, obat, dan peralatan kesehatan. Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini juga diperintahkan menyelidiki penyebab kelaparan itu. Presiden mewanti-wanti, bila terbukti kasus itu terjadi akibat kelalaian kepala daerah, sanksi akan diberikan.

Presiden juga menugasi Menteri Pertanian Anton Apriantono membuat lumbung penyimpanan stok pangan di Yahukimo dan kawasan rawan pangan lainnya. Direncanakan 100 lumbung pangan akan didirikan di kabupaten-kabupaten rawan pangan.

Paspor untuk Bekas WNI

Nasib sekitar 200 ribu bekas warga negara Indonesia yang berada di Malaysia akhirnya mendapat kepastian. Rabu pekan lalu, pemerintah Indonesia berjanji memberikan paspor bagi mereka. Artinya, status mereka tak lagi terkatung-katung dan kembali menjadi warga negara Indonesia.

Pemerintah mengeluarkan keputusan tersebut setelah Malaysia menjamin bahwa status permanent resident tidak akan dicabut meskipun mereka mendapat paspor Indonesia.

Pada umumnya bekas warga negara Indonesia itu hijrah ke Malaysia pada 1960 sampai 1980-an dan telah mendapat status penduduk tetap. Meski begitu, mereka tak diberi paspor Malaysia melainkan sebuah surat akuan pemastautin (SAP), yang dapat digunakan dalam perjalanan ke luar negeri seperti Indonesia dan Singapura.

Sejak Mei tahun 2003, kebijakan SAP dihapuskan karena penduduk kategori ini dianggap bukan warga negara Malaysia. Akibatnya, ratusan ribu bekas warga negara Indonesia, atau setidaknya 30 ribu berdasarkan data resmi kedutaan, tak punya kewarganegaraan yang jelas.

Pemerintah sebelumnya enggan mengeluarkan paspor, karena para pendatang itu telah melepaskan kewarganegaraannya sejak mendapat status penduduk tetap. Di sisi lain muncul kekhawatiran bahwa Malaysia akan mencabut status itu bila mereka mendapat paspor Indonesia.

Terkait masalah ini, Jumat pekan lalu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin terbang ke Kuala Lumpur. Dia akan membahas persoalan warga itu dengan pemerintah Malaysia seraya memberikan penjelasan prosedur mendapat paspor bagi mantan warga negara Indonesia.

Tamu Presiden Kemalingan

DUA anggota kelompok Rabithah Alam Islami yang merupakan tamu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jadi sasaran maling di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis pekan lalu. Tak main-main, uang yang hilang itu US$ 300 ribu atau sekitar Rp 2,9 miliar.

Sedianya, Abdul Satar dan Ali Sulaeman, nama tamu presiden itu, akan bertandang ke Istana Presiden membicarakan masalah kerja sama keamanan. Namun, saat hendak menukarkan uang yang disimpan di sebuah tas hitam, uang itu sudah lenyap tak berbekas di dekat meja resepsionis.

Sayangnya, dua anggota kelompok dakwah yang bermarkas di Mekah, Arab Saudi, itu tak langsung melapor ke polisi. Peristiwa itu justru sampai ke telinga polisi melalui pihak keamanan hotel.

Kepala Polda Metro Jaya Irjen Polisi Firman Gani mengatakan, saat ditanyai, anggota kelompok itu juga sangat tertutup. ”Saat pertama kali ditanya, kerugiannya US$ 300 ribu, namun di pemeriksaan selanjutnya (mereka) tak bersedia menyampaikan jumlahnya dan mata uangnya apa saja,” katanya.

Polisi telah memeriksa tempat kejadian dan menanyai sejumlah saksi. Polisi juga memeriksa rekaman video CCTV (close circuit TV) di lokasi kejadian. Namun hingga kini polisi belum berhasil mengidentifikasi pelaku.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus