Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perhelatan ulang tahun ke-56 Universitas Gadjah Mada pada 19 Desember nanti diperkirakan bakal lebih gayeng. Panitia dies natalis kampus ini sekarang sedang sibuk merancang sebuah acara tambahan: memberikan penghargaan bagi fakultas ilmu budaya dan program pascasarjana.
Penghargaan itu berpangkal dari hasil survei yang dilakukan The Times terhadap perguruan tinggi di dunia. Salah satu harian terkenal di Inggris itu menempatkan UGM pada posisi ke-56 dari 100 universitas terbaik di bidang ilmu budaya dan humaniora. Kampus yang berada di Yogyakarta ini mendapat skor 36,5 dan dinilai sebagai lompatan besar karena tahun lalu tidak masuk daftar peringkat.
Berada di urutan pertama pada World’s Top 100 Arts and Humanities Universities adalah Universitas Harvard dengan skor 100. Peringkat berikutnya berturut-turut Universitas Oxford, Universitas Cambridge, Universitas Berkeley, Universitas Yale, Universitas Beijing, Universitas Princeton, Universitas Melbourne, London School of Economics, dan Universitas Nasional Australia.
UGM merupakan salah satu dari 16 perguruan tinggi di Asia yang masuk 100 besar. Pengakuan The Times yang dilansir bulan lalu terang membuat gembira warga Kampus Biru itu. ”Ini jelas prestasi yang membanggakan. Apalagi UGM adalah satu-satunya universitas di Indonesia yang masuk ke jajaran 100 terbaik,” kata Rektor UGM, Sofian Effendi.
Saking gembiranya, Sofian berencana memberikan penghargaan kepada Dekan Fakultas Ilmu Budaya dan Direktur Program Pascasarjana saat dies natalis. Nah, apa bentuk penghargaannya, itulah yang kini sedang dipikirkan oleh panitia ulang tahun UGM.
Pada survei sebelumnya yang pernah dilakukan majalah Asiaweek pada tahun 2000, posisi UGM tidak terlalu bagus, berada di peringkat ke-68 dari 77 perguruan tinggi berkualitas di Asia dan Pasifik. Kampus ini kalah dengan Universitas Indonesia, yang menempati urutan ke-62, namun lebih tinggi dibandingkan dengan Universitas Diponegoro yang ada di posisi ke-71.
Dalam survei kali ini, The Times bekerja sama dengan lembaga Quacquarelli Symond (QS), yang berkedudukan di London. Ada 2.375 perguruan tinggi di seluruh dunia yang diteliti selama setahun. Pemilihan universitas yang disurvei dilakukan oleh 1.300 akademisi dari 88 negara.
Survei itu menilai berdasarkan lima unsur dari tiap universitas, yakni pendapat kalangan akademisi (bobotnya 50 persen), dampak penelitian para dosen terhadap bidang ilmunya (20 persen), rasio dosen-mahasiswa (20 persen), persentase pengajar dan mahasiswa asing (10 persen).
Sofian mengaku sekitar Maret lalu mendapat e-mail dari The Times. Koran ini meminta UGM mengisi data dari formulir yang memuat lima unsur penilaian. ”Kami tahu diri dan hanya mengirimkan data untuk kategori ilmu humaniora dan ilmu-ilmu sosial,” ujarnya. Memang, selain dua kategori itu, The Times membuat kategori 100 universitas terbaik bidang biomedis, teknologi, dan sains.
Direktur Program Pascasarjana UGM, Irwan Abdullah, menjelaskan setiap semester ada lima dosen dari luar negeri yang mengajar di lingkungannya. Bahkan semester depan ada guru besar dari universitas di Amerika Serikat yang menjadi pengajar pada religius and cross-cultural studies program, selama tiga tahun.
Pertukaran mahasiswa asing pun dilakukan. Menurut Irwan, Pascasarjana UGM sudah melakukan kegiatan ini dengan Universitas Temple dan Pennsylvania, keduanya di Amerika Serikat. Setiap tahun ada lima mahasiswa dari Amerika yang belajar di UGM. Mahasiswa asing juga datang dari Australia dan beberapa perguruan tinggi di Asia dan Eropa.
Di tingkat universitas, dari 56.230 mahasiswa, terdapat 542 orang berkewarganegaraan asing. Untuk program pascasarjana, ada 90 mahasiswa asing dari 10.451 mahasiswa. Salah satunya adalah Stephen Girschik, mahasiswa program magister dari Universitas Western Australia. Dia menempuh sebagian studinya tentang Asia di UGM untuk menjadi bekal menyusun tesis. ”Sebagian mata kuliah saya tempuh di UGM,” kata mahasiswa yang mulai studi Januari 2005 itu.
Menurut Stephen, dosen-dosen di Universitas Western Australia selalu menyebut UGM sebagai perguruan tinggi yang kuat untuk studi tentang kebudayaan dan politik Indonesia. ”Dosen di UGM profesional sesuai dengan bidangnya dan sangat membimbing saya,” katanya.
Pelajaran tidak hanya didapat dari bangku kuliah, Stephen juga diajak keliling ke sejumlah desa dan berbicara dengan warganya. ”Saya belajar langsung di lapangan. Jadi, sangat menyenangkan,” ujarnya. Namun, dia belum puas dengan terbatasnya jaringan Internet dan buku di perpustakaan UGM.
Penilaian positif juga disampaikan Kim Moon-Sug, dosen asal Korea Selatan di Fakultas Ilmu Budaya UGM. Sejak lima bulan lalu Kim mengajar bahasa Korea dan menjadi bagian dari program pertukaran dosen. Dia mengungkapkan, diskusi dengan mahasiswa berlangsung dinamis dan menyenangkan. ”Saya menikmati mengajar di sini,” katanya.
Diskusi tidak selalu diadakan di ruang kuliah. Menurut Kim, kegiatan ini juga dilakukan di warung atau taman. ”Keunggulan UGM, banyak mahasiswa dari berbagai negara dan kompetisi di antara mereka sangat bagus,” ujarnya. Kim menilai kemajemukan itu sangat penting karena mereka bisa saling mengerti satu sama lain.
Kim hanya mengeluhkan soal jumlah mahasiswa dalam satu kelas. Kadang-kadang dia menemukan satu ruang dengan 15 atau 20 mahasiswa. Namun, masih ada kelas yang dijejali 40 mahasiswa. ”Jika jumlah mahasiswa banyak, tentu proses belajar-mengajar menjadi tidak efektif,” katanya.
Keluhan seperti itu mesti diperhatikan pengelola UGM. Maklum, rasio dosen dan mahasiswa selalu jadi salah satu indikator baik-buruknya perkuliahan di sebuah kampus. Apalagi kini Kampus Biru telah menjadi universitas yang diperhitungkan di tingkat dunia, terutama dalam bidang ilmu humaniora dan budaya.
Untung Widyanto, Syaiful Amin (Yogyakarta)
16 dari Asia
Inilah 16 universitas di Asia yang masuk peringkat 100 besar dunia di bidang ilmu budaya dan humaniora menurut survei The Times pada 2005
Universitas | Negara | Peringkat |
---|---|---|
Universitas Beijing | Cina | 6 |
Universitas Tokyo | Jepang | 16 |
Universitas Kyoto | Jepang | 18 |
Universitas Kalkuta | India | 39 |
Chinese University of Hong Kong | Cina | 45 |
Universitas Malaya | Malaysia | 45 |
Universitas Nasional Seoul | Korea Selatan | 51 |
Universitas Hong Kong | Hong Kong | 52 |
Universitas Gadjah Mada | Indonesia | 56 |
Universitas Hiroshima | Jepang | 56 |
Universitas Nasional Singapura | Singapura | 56 |
Universitas Delhi | India | 88 |
Hong Kong University of Science and Technology | Hong Kong | 89 |
Universitas Waseda | Jepang | 89 |
Universitas Teknologi Nanyang | Singapura | 89 |
Universitas Korea | Korea Selatan | 89 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo