Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CUACA bersahabat bulan lalu menyambut Tempo yang mendarat di Las Vegas, Amerika Serikat. Suhu 14 derajat Celsius pada sore itu sungguh melegakan. Menjejakkan kaki di selasar bandara, aroma kota judi langsung membekap. Deretan mesin judi, mulai dari Slot Machine hingga Wheel of Fortune, tiap hari menyambut ribuan penumpang yang baru turun dari pesawat terbang.
Semua itu dilegalkan oleh pemerintah Amerika. Sebuah papan di luar ruang, dengan lampu berpendar terang, menyiratkan sederet pesan: ”Konstitusi Negara Bagian Nevada mengizinkan judi di Las Vegas. Aturan ini tak berlaku bagi anak di bawah usia 18 tahun.”
Ketika hari semakin malam, kesibukan di bandara tidak surut. Dan mesin-mesin judi itu masih dipenuhi orang-orang yang menghabiskan waktu tunggu. Perempuan paruh baya selalu siap memasok uang bagi pemain yang meraup fulus, atau sekadar memberi kembalian. Suasana santai itu mencairkan keangkeran bandara. Maklum, seluruh pelabuhan udara di Amerika masih memperketat pengamanan untuk mengantisipasi aksi terorisme.
Keluar dari gedung bandara, seorang lelaki berjas necis menunduk hormat. ”Limousine, Sir, limousine...,” ujarnya dengan aksen Afro-Amerika yang kental. Sebuah limousine hitam metalik sepanjang delapan meter tampak begitu mewah. Tak punya bayangan tarif yang diminta, Tempo melenggang meninggalkan limo. Deretan bus bandara menjadi pilihan yang lebih ekonomis. Hanya dengan tarif US$ 5, ditambah tip seikhlasnya, kita bisa sampai ke hotel tujuan dengan aman. Tentu saja, jangan bayangkan bus bandara Las Vegas seperti bus kota di Jakarta.
Ya, Las Vegas adalah surga perjudian. Kisah kota di atas gurun pasir yang disulap menjadi tempat ”peruntungan” itu sebenarnya dimulai sejak abad ke-19. Ketika itu kota yang terletak di Negara Bagian Nevada ini menganggap perjudian sebagai kegiatan ”ilegal yang bisa diterima”. Baru pada 1931 Nevada menjadi negara bagian pertama yang melegalkan judi.
Hasilnya sungguh luar biasa. Situs resmi pemerintah Negara Bagian Nevada menyebut sekitar 43 persen pendapatan mereka berasal dari pajak judi. Sebanyak 34 persen dari pendapatan ini dialokasikan untuk dana pendidikan. ”Kesejahteraan rakyat Nevada disuplai oleh judi,” ujar Kenny C. Guinn, Gubernur Nevada. ”Kita tak pantas bersikap hipokrit.”
Dan warga Las Vegas memang tak hipokrit. Bila kita berada di jantung kota berpenduduk empat juta jiwa itu, setiap mata memandang akan tampak kasino. Contohnya Caesars Palace, tempat Tempo menginap di jantung kota. Lobi dan lantai dasar hotel dipenuhi arena perjudian. Hebatnya, arena perjudian itu tak pernah tutup. Selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, operasi mesin-mesin uang itu terus berjalan. Jam berapa pun selalu ada pemain yang mencoba peruntungannya. Pagi itu, misalnya, jarum jam menunjukkan pukul 4 dini hari waktu setempat. Tapi asap cerutu dan suara khas mesin-mesin permainan terasa memenuhi lantai judi. Tak kurang dari 200 orang tengah tenggelam dalam keasyikan.
Sarah Lindsay, 63 tahun, kepada Tempo mengaku menyiapkan dana segar puluhan ribu dolar untuk memenuhi hasrat di meja-meja peruntungan. Lindsay menuturkan, lima tahun silam sempat merasakan kemenangan hampir sejuta dolar dari permainan poker. ”Siapa tahu, saya kembali beruntung,” kata Lindsay. Setiap hari nenek dua orang cucu ini menghabiskan waktu sekitar lima jam hanya untuk berjudi. ”Ini bukan gambling,” katanya. ”Ini sebuah game.”
Toh, tak semua orang berharap menangguk kekayaan dari perjudian. Michael Thot, 54 tahun, misalnya, mengaku hanya menjadikan meja judi sebagai tempat berlibur. Pria Thailand ini sengaja melancong ke Las Vegas bersama istri dan anaknya untuk menghabiskan ”beberapa ribu dolar”. Dengan enteng, Michael Thot mengungkap ia tak punya ekspektasi untuk menjadi miliarder dari meja judi. ”Jangan pernah punya harapan menang. Itu sikap yang keliru,” ujarnya.
Pusat perjudian ternama lainnya adalah Hotel Flamingo. Lokasinya berseberangan dengan Caesars Palace. Flamingo merupakan salah satu ikon Las Vegas. Didirikan oleh Benjamin ”Bugsy” Siegel—anggota mafia yang ditakuti—pada 1946, Flamingo menjadi kebanggaan warga Las Vegas. Karena melegenda, kisah lelaki yang tewas akibat berondongan peluru itu pada 1992 diangkat ke layar lebar Hollywood dengan judul Bugsy.
Ada pelbagai pilihan permainan. Judi meja rolet adalah salah satu permainan tertua yang dikenal. Rolet adalah meja bundar berdiameter sekitar satu setengah meter. Meja ini dapat berputar dengan kencang. Pada pinggirnya, lingkaran dengan sederet nomor.
Peraturan permainan rolet cukup simpel. Kita bisa memilih nomor yang kita sukai. Bila bola berhenti pada nomor yang kita pilih, kita menangguk dolar. ”Tak ada batasan jumlah uang yang dipertaruhkan,” ujar Michael Vouge, Manajer Kasino Flamingo. ”Tergantung kemampuan finansial pemain.
Permainan lain yang diminati adalah bakarat. Sistemnya sangat sederhana. Seorang pemain hanya menjumlahkan nilai kartu yang ada di tangan. Nilai terendah 0, dan tertinggi 9. Bila kartu dijumlahkan menjadi 17, maka nilainya dianggap 7. Saking sederhananya, tak aneh bila permainan ini sangat diminati penjudi pemula.
Bila Anda ingin sekadar bersenang-senang dengan mesin judi, para pencipta mesin judi juga menawarkan pelbagai jenis game. Ada 1.600 jenis mesin dengan variasi yang unik. Flamingo menyuguhkan beberapa mesin favorit, seperti Blazing 7’s, Wheel of Fortune, Megabucks, Sizzling 7’s, 5 and 10 Times Pay, Hexbreaker, Kenny Roger’s-The Gambler, dan lain-lain. Pecahan terkecil untuk tiap aksi sebesar US$ 0,02. ”Cukup dengan modal US$ 20 , pemain bisa berjam-jam duduk di depan mesin,” kata Michael Vouge.
Inilah wajah Las Vegas, kota sejuta mimpi yang selalu dijejali para penjudi dari seluruh dunia. Di sini, hari-hari terasa begitu pendek. Asap cerutu, suara unik mesin-mesin judi, ketegangan, teriakan kemenangan menjadi keseharian di ribuan kasino. ”Las Vegas adalah judi. Dan judi adalah Las Vegas,” kata Kenny C. Guinn, Gubernur Nevada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo