Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tiada Janji, Di Jembatan Itu

Jembatan Tomang, Jakarta, diresmikan tapi gubernur ali Sadikin tak berjanji kemacetan lalu lintas akan berkurang. Setidaknya untuk memperlancar arus lalu lintas di Jl.S. Parman dan Jl. Gatot Subroto.

30 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETAHUN yang lalu ketika meresmikan jembatan Latuharhary. Kuningan. Penjabat Gubernur Ali Sadikin juga tidak berjanji bahwa kemacetan lalulintas akan berkurang. Begitu pula ketika acara peresmian jembatan Tomang, 15 April yang lalu. Pj. Gubernur DKI itu mengulangi lagi ketidak seimbangan penambahan jumlah kendaraan (15%) dengan penambahan panjang jalan (1,4%) setiap tahunnya. "Ketidak mampuan untuk mengimbangi kebutuhan akan penambahan jalan-jalan sesuai dengan pertambahan kendaraan tersebut sudah jelas akan berakibat pada hambatan-hambatan kelancaran transportasi di Jakarta", kata Sadikin. Hal ini menurutnya akan makin parah pada masa mendatang sehingga memerlukan pemikiran yang serius dan menyeluruh untuk mengatasinya. Namun demikian dengan peresmian jembatan Tomang ini, sebagian dari arus lalulintas yang sudah memadai di Jalan Kyai Tapa dan Jalan Sudirman/Thamrin bisa terbagi ke jalan yang baru dibuka ini. Karena itu pula Presiden Suharto pada peresmian jembatan tersehut mengharapkan pengertian masyarakat untuk menggunakan sarana jalan seefek tif dan sehemat mungkin. "Ini dapat dilakukan dengan jalan efsiensi penggunaan kendaraan bermotor sehari-harinya", kata Kepala Negara. Lantas oleh Presiden dijelaskan, "penghematan serta kelancaran lalulintas pasti akan bertambah apabila masyarakat semua mau dan dapat menggunakan mobil-mobil pribadi seperti sedang dan Jeep secara bersama-sama 4 sampai 5 orang setiap hari pergi ke kantor". Jembatan yang dibangun sejak 4 tahun yang lalu itu menghabiskan biaya sebesar Rp 2.665.052.085. Di antaranya Rp 800 juta berasal dari Departemen PUTL. Untuk lebih melancarkan arus lalulintas di sekitar itu Pemerintah DKI juga membangun beberapa jalan dan jembatan di sekitarnya sebagai penunjang jembatan Tomang itu sendiri. Untuk ini saja Pemerintah DKI telah mengeluarkan biaya sebesar Rp 2,1 milyar. Sehingga jumlah keseluruhan biaya mencapai Rp 4,807 milyar. Dan jembatan yang menghubungkan daerah Tomang, Kemanggisan dengan Harmoni itu pada hari-hari pertama dipakai terasa belum banyak berguna, masih sepi. Tapi seperti juga jalan Kuningan dengan jembatan Latuharhary, pengaruh terbesar dari adanya jalan lintas itu adalah kemacetan baru yang timbul di jalan Gatot Subroto karena adanya lampu lalulintas yang mengalir arus untuk masuk ke jalan Rasuna Said (Kuningan). Hal yang sama sekarang juga terjadi pada jalan S. Parman. Akihat adanya lampu lalulintas yang membelall jalan S. Parman untuk Inemberi kesempatan pada kendaraan yang akan masuk ke Jalan Tomang Raya, tak sedikit menimbulkan penuhnya jalur kiri dan kanan jalan S. Parman itu. Nah, seperti juga Ali Sadikin tak menjanjikan bahwa kemacetan akan teratasi hanya karena ada jembatan ini maka paling tidak adanya jembatan baru ini membutuhkan pula "sejenis jembatan Semanggi". Setidak-tidaknya untuk memperlancar arus lalulintas di jalan S. Parman dan jalan Gatot Subroto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus