Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Timbang-menimbang Implementasi Cukai Plastik dan Minuman Berpemanis

Penerapan cukai plastik dan MBDK terus ditunda hingga Jokowi merevisi APBN 2023 untuk target ini menjadi Rp 0.

1 Desember 2023 | 11.16 WIB

Puluhan massa dari organisasi CISDI bersama dengan Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melakukan aksi demo mendukung diberlakukannya cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di kawasan Patung Kuda, Monas,  Jakarta, Rabu 18 Oktober 2023. Studi meta analisis pada 2021 dan 2023 mengestimasi setiap konsumsi 250 mililiter MBDK akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 12 persen, risiko diabetes tipe 2 sebesar 27 persen, dan risiko hipertensi sebesar 10 persen (Meng et al, 2021; Qin et al, 2021; Li et al, 2023). Mengadaptasi temuan World Bank (2020), penerapan cukai diprediksi meningkatkan harga dan mendorong reformulasi produk industri menjadi rendah gula sehingga menurunkan konsumsi MBDK. Penurunan konsumsi MBDK akan berkontribusi terhadap berkurangnya tingkat obesitas dan penyakit tidak menular seperti diabetes, stroke, hingga penyakit jantung koroner. TEMPO/Subekti.
Perbesar
Puluhan massa dari organisasi CISDI bersama dengan Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melakukan aksi demo mendukung diberlakukannya cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Rabu 18 Oktober 2023. Studi meta analisis pada 2021 dan 2023 mengestimasi setiap konsumsi 250 mililiter MBDK akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 12 persen, risiko diabetes tipe 2 sebesar 27 persen, dan risiko hipertensi sebesar 10 persen (Meng et al, 2021; Qin et al, 2021; Li et al, 2023). Mengadaptasi temuan World Bank (2020), penerapan cukai diprediksi meningkatkan harga dan mendorong reformulasi produk industri menjadi rendah gula sehingga menurunkan konsumsi MBDK. Penurunan konsumsi MBDK akan berkontribusi terhadap berkurangnya tingkat obesitas dan penyakit tidak menular seperti diabetes, stroke, hingga penyakit jantung koroner. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah kembali memasukkan cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada komponen target penerimaan negara di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 76 Tahun 2023 tentang rincian APBN Tahun Anggaran 2024. Dalam beleid tersebut, tertulis pendapatan dari cukai plastik ditargetkan sebesar Rp 1,85 triliun dan cukai MBDK sebesar Rp 4,39 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan angka tersebut, total penerimaan yang dibidik pemerintah dari cukai plastik dan cukai MBDK pada tahun depan adalah sebesar Rp 6,24 triliun. Sementara total penerimaan negara dari perpajakan dan bea cukai ditarget mencapai Rp 2.309 triliun.

Adapun wacana mengenai penambahan obyek cukai baru untuk produk plastik dan MBDK telah bergulir sejak 2017. Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan kala itu mengeluarkan analisis fisibilitas pengenaan cukai atas minuman berpemanis. Dalam analisis tersebut, tertulis peningkatan prevalensi berat badan berlebih dan obesitas terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Karena itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar negara-negara anggota melakukan kebijakan fiskal yang dapat mempengaruhi pola konsumsi. Salah satu jenis produksi industri yang harus dapat dikendalikan adalah minuman berpemanis. Pada 2020 silam, DPR melalui Komisi XI telah menyetujui penambahan MBDK dan plastik menjadi objek cukai baru. Namun, penerapannya masih terus molor hingga saat ini.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan saat ini aturan turunan terkait Perpres No. 76 Tahun 2023 masih dalam proses penyusunan. 

“Aturan turunan terkait pengenaan cukai plastik dan MBDK harus ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP), dan sampai saat ini PP pengaturan tersebut masih dalam proses penyusunan,” ujar Nirwala kepada Tempo, Kamis, 30 November 2023. 

Menurutnya, penerapan kebijakan ini juga bergantung pada kondisi negara ke depan. “Targetnya sudah ada, tapi penerapannya, implementasinya, tetap menunggu situasi, kondisi negara seperti apa,” tutur Nirwala. “Kalo enggak memungkinkan, ya, bisa mundur lagi.”

Selanjutnya: Penerapan cukai plastik perlu mempertimbangkan aspek lain

Sementara Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengatakan penerapan cukai plastik dan MBDK ini masih dalam tahap review lintas kementerian/lembaga. “Sambil juga melihat perkembangan dalam pelaksanaan APBN pada 2024," kata dia.

Adapun target penerapan tarif cukai plastik dan MBDK sudah pernah ditetapkan Jokowi sebagaimana tercantum dalam Perpres No. 130 Tahun 2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023. Target untuk cukai plastik ditetapkan sebesar Rp 980 miliar dan Rp 3,08 triliun untuk cukai MBDK. 

Dengan begitu, total target cukai plastik dan MBDK untuk tahun 2023 sebesar Rp 4,06 triliun. Namun aturan tersebut tidak terealisasi pada 2023, sehingga target penerimaan cukai MBDK dipangkas menjadi Rp 0. 

Revisi target penerimaan cukai plastik dan MBDK dilakukan lewat Perpres No. 75 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Perpres No. 130 Tahun 2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023. Jokowi meneken beleid tersebut pada 10 November 2023.

Terkait pemangkasan target penerimaan cukai ini, Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, menambahkan bahwa penerapan cukai plastik dan MBDK perlu mempertimbangkan aspek lainnya. Seperti, kondisi dan kinerja perekonomian domestik, serta efektivitas penerapan cukai plastik dan MBDK.

Menurutnya, cukai plastik dan MBDK tidak mungkin diterapkan di penghujung tahun 2023, karena tidak efektif. Selain itu, pemerintah dan DPR masih mendiskusikan aturan dan konsep pemungutan tarif cukai tersebut.

“Belum bisa dipastikan (tahun depan). Artinya, kita tunggu ini nanti hasil dengan DPR ya. Karena ini kan menurut aturan juga harus dikoordinasikan dengan DPR, dikonsultasikan,” ujar Prastowo, Jumat, 24 November 2023.

Selain berkoordinasi dengan Komisi XI DPR RI, Prastowo mengatakan pihaknya juga terus berdiskusi dengan stakeholder terkait, termasuk para pelaku usaha. “Yang jelas kita juga mempertimbangkan momentum, timing, terkait dengan kondisi dan kinerja ekonomi dan juga efektivitas pemberlakuannya,” kata jubir Sri Mulyani itu. “Lebih baik kalau diimplementasikan setelah mendengarkan semua pihak, dikonsultasikan, tahun depan kita bawa ke DPR.”

Selanjutnya: Tertahan karena bersamaan dengan tahun politik

Di sisi lain, Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menilai rencana pemerintah yang akan memungut objek cukai baru pada 2024, khususnya MBDK, kemungkinan tertahan karena bersamaan dengan tahun politik.

"Ketika penerapan cukai MBDK diundur ke 2024, maka sebenarnya peluang untuk diterapkan kebijakan ini di 2024 berpotensi akan semakin mengecil mengingat sensitivitas tahun politik dan kepentingan pemerintah menjaga citra politik yang populis,” ujar Yusuf ketika dihubungi oleh Tempo, Rabu, 29 November 2023. 

Kendati demikian, dirinya sangat mendorong kebijakan pemerintah untuk segera menerapkan cukai MBDK mengingat Indonesia sudah darurat obesitas dan diabetes.

Hasil riset kesehatan dasar terakhir Kementerian Kesehatan pada 2018 juga menunjukkan adanya peningkatan prevalensi obesitas dan penyakit tidak menular secara substansial selama lima tahun terakhir, terutama hipertensi, stroke, diabetes, dan gagal ginjal kronis.

Dari data tersebut, tujuh dari sepuluh penyebab kematian di Indonesia adalah penyakit tidak menular, dan diabetes menempati posisi ketiga dari daftar penyebab kematian tertinggi tersebut. Mengingat kontribusinya pada peningkatan beban kesakitan dan kematian akibat penyakit tidak menular, cukai minuman bergula dalam kemasan harus segera diberlakukan untuk membatasi tingkat konsumsi yang tinggi.

Sama halnya dengan cukai MBDK, Yusuf juga mendorong penerapan cukai plastik karena Indonesia sudah darurat sampah plastik, terutama plastik sekali pakai. “Karena itu kebijakan untuk menekan konsumsi plastik dan minuman dengan kandungan gula tinggi sudah sangat mendesak untuk segera direalisasikan di Indonesia,” kata dia. Adapun Yusuf menyebut, kebijakan serupa sudah diterapkan oleh banyak negara, termasuk di enam negara ASEAN, yaitu Thailand, Filipina, Kamboja, Laos, Malaysia, dan Myanmar.

Memang harus diakui, penerapan cukai plastik dan MBDK memiliki konsekuensi ekonomi yang cukup signifikan, terutama terhadap industri makanan dan minuman. “Penerapan cukai plastik dan cukai MBDK dengan tarif signifikan dipastikan akan mengerek naik harga produk dan menurunkan volume penjualan MBDK,” ucap Yusuf.

Dengan peran industri makanan dan minuman yang cukup besar dalam perekonomian, Yusuf mengatakan penerapan kebijakan ini dipastikan akan memberi dampak baik ke pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.

Namun, menurutnya, mempertentangkan ekonomi dan kesehatan dalam jangka pendek adalah sebuah sesat fikir yang berbahaya. Dengan menerapkan cukai MBDK secepatnya, maka kita akan menurunkan angka kesakitan, menyelamatkan banyak nyawa, meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan memulihkan prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang. 

“Logika yang sama berlaku untuk cukai plastik. Sampah plastik memiliki implikasi luas dan serius terhadap kelestarian lingkungan kita,” tutur ekonom itu.

Lebih lanjut, Yusuf menyoroti soal penerapan cukai yang lebih rumit dibandingkan pajak. Hal ini karena penerapan cukai mengharuskan adanya pemeriksaan fisik barang kena cukai dan keharusan adanya pita cukai sebagai bukti pelunasan. “Maka layer dari tarif cukai MBDK sebaiknya dibuat tidak terlalu banyak, diusahakan sesederhana mungkin untuk menekan peluang industri melakukan penghindaran cukai MBDK ini,” ujarnya. 

Dia juga menyarankan agar penerapan ini dilakukan secara menyeluruh baik dalam kemasan maupun tidak dalam kemasan, agar konsumen tidak mengalihkan konsumsinya dari MBDK yang terkena cukai ke minuman berpemanis tidak dalam kemasan yang tidak terkena cukai.

Senada dengan Yusuf, peneliti Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI), Olivia Herlinda mengatakan bahwa pemungutan tarif cukai seharusnya sudah bisa diterapkan.

"Yang perlu dilakukan sekarang adalah menggulirkan kebijakannya dulu, tapi, ya, dengan catatan bahwa tidak asal diadopsi dan dikeluarkan. Besar kecilnya (tarif) harus diatur agar efektif buat masyarakat,” ujar dia. 

Tidak dapat dipungkiri, penerapan kebijakan ini memang memiliki sejumlah tantangan, seperti hambatan dalam sektor industri. "Tapi memang tantangannya adalah banyak sekali lobi-lobi industri juga," ujarnya.

Dia juga melihat bahwa upaya pemerintah untuk melakukan promosi dan presentasi mengenai aturan ini masih sangat lemah. “Tentunya pemerintah punya banyak pertimbangan untuk tidak melakukan dan menerapkan kebijakan yang tidak populer," kata Olivia.

Adapun aturan ini, kata Olivia, memang tidak mudah diterima oleh semua kementerian/lembaga. Salah satunya Kementerian Perindustrian yang mandatnya meningkatkan jumlah penjualan. Penerapan tarif cukai plastik dan MBDK pada 2024 juga dinilai akan mengalami tantangan, terlebih dalam menghadapi tahun politik. 

DEFARA DHANYA PARAMITHA | ILONA ESTERINA | AMELIA RAHIMA SARI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus