Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dulu Diadu, Kini Dirindu

Memelihara cupang bukan hobi musiman yang naik-turun. Namun, pada masa pandemi, ketertarikan orang memelihara ikan berkarakter agresif ini meningkat. Berkat tren dan tingginya permintaan, para peternak cupang pun mendapat untung lumayan. Bahkan para penggiatnya kini ada yang beralih menjadi pebisnis cupang. Cupang akhirnya bukan sekadar ikan aduan, tapi beralih menjadi ikan hiasan yang diburu karena kecantikannya.

24 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Budidaya ikan cupang di Desa Kaliputu, Kudus, Jawa Tengah,1 Oktober 2020. ANTARA/Yusuf Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada masa pandemi saat ini banyak orang menekuni berbagai tren dan hobi, seperti memasak, membuat roti, hingga merawat tanaman. Tapi, bagi Putri Ajeng, 32 tahun, tren yang memikat hatinya justru memelihara cupang. Ibu rumah tangga yang tinggal di Bogor itu mengaku ketertarikannya dimulai gara-gara banyak selebritas mengunggah foto-foto ikan cupang di akun media sosial mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Dulu aku tahunya cupang itu sekadar ikan aduan. Pas lihat banyak artis posting foto cupang, kok bagus-bagus, ya,” kata Putri kepada Tempo, Selasa lalu. Dia jatuh hati kepada cupang jenis Halfmoon berwarna biru tua yang pernah ia lihat di salah satu akun Instagram. “Ternyata harganya enggak terlalu mahal juga.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Putri bersama suaminya pun lalu berburu cupang untuk dipelihara di rumah mereka. Ia berhasil mendapatkan cupang jenis Halfmoon dengan harga lumayan murah. “Total cuma keluar Rp 150 ribuan untuk beli ikan pertama sama perlengkapannya.”

Keputusan memelihara cupang semakin kuat karena ikan ini tak merepotkan. “Misalnya, akuariumnya cukup yang berbentuk sederhana, tidak usah pakai mesin gelembung atau pompa. Asal rajin membersihkan saja,” ujarnya. Makanannya juga banyak dijual.

Bersama suaminya, ia kemudian getol berburu cupang secara online. Dari sekadar menyimak, ia mulai berani mengikuti sesi lelang cupang yang kerap digelar pengusaha atau peternak cupang. Kini, jumlah cupang yang dimiliki Putri sudah 10 ekor. “Menyenangkan lihat mereka berenang karena warna dan bentuknya cantik-cantik, untuk menghilangkan stres juga.”  

Dominikus Ferdinan, di Serpong, Tanggerang Selatan, Banten. Dok. Magang TEMPO/Ilham Fikri

Dia ingin sekali memiliki cupang jenis Avatar yang warna tubuhnya berbintik-bintik dan berwarna-warni. “Sayang, harganya masih mahal karena masih agak jarang,” tutur dia.

Meningkatnya ketertarikan masyarakat memelihara cupang dibenarkan Dominukus Ferdinand. Pria berusia 29 tahun ini adalah pemilik Boston Betta, salah satu peternakan cupang besar di Bogor, Jawa Barat, dan Tangerang, Banten. “Sebetulnya cupang itu hobi abadi karena peminatnya selalu ada,” ujar Domi saat dihubungi Tempo, Kamis lalu.

Namun, karena ada pandemi, orang-orang yang terpaksa berdiam di rumah bosan ingin punya kegiatan baru. Maka, hobi memelihara cupang pun kembali dilirik. “Apalagi sekarang semua orang pakai media sosial. Jadi, kelihatan makin banyak orang pelihara ikan ini.”

Namun, sebetulnya, menurut Domi panggilan Dominukus tanda-tanda hobi cupang mulai kembali populer sudah terasa sejak satu tahun lalu. Hal itu terlihat dari peserta kontes kecantikan cupang yang rutin digelar komunitas penggemar cupang, seperti Betta Club Indonesia. Kebetulan Domi rutin menjadi juri kontes-kontes semacam ini.

 “Pada 2019, jumlah ikan yang diikutkan dalam kontes mencapai 1.400-an ekor. Padahal sebelum-sebelumnya hanya 600-800-an ekor,” kata Domi. “Jumlah pemilik ikan yang mendaftar kontes juga naik dan banyak wajah baru.”

Nah, ketika masuk masa pandemi, terutama saat ada pembatasan sosial berskala besar, peminat cupang semakin menggila. “Uniknya saat ini yang suka cupang bukan hanya anak-anak dan remaja laki-laki serta bapak-bapak, tapi remaja perempuan dan ibu-ibu juga,” tutur dia. Apalagi, ia menambahkan, sejumlah artis ikut meramaikan tren ini dengan mengunggah foto atau video cupang peliharaan mereka di media sosial.

Pemilik Betta Raisya, Ronald, merekam cupang bluerim. Dok. Ronald

Beberapa selebritas yang terlihat menggemari cupang di media sosialnya adalah Gisella Anastasia, Nadine Chandrawinata, Sheryl Sheinafia, serta mantan anggota idol group JKT48, seperti Jessica Veranda dan Sendy Ariani. Peternakan Boston Betta milik Domi pun kerap disambangi beberapa artis untuk berbelanja cupang. “Karena mereka suka cupang, jadinya turut mempromosikan dan meramaikan percupangan.”  

Menurut Domi, saat ini jenis cupang yang disukai kaum hawa dan para artis adalah yang memiliki warna dan bentuk cantik. Misalnya, tipe Halfmoon atau ekor bulan separuh yang, jika dikembangkan, ekornya melebar berbentuk setengah lingkaran. Ada juga jenis Plakat yang lebih tahan banting dan punya kombinasi warna menarik.

Untuk harganya, Domi bisa menjual cupang mulai harga puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah. Tapi tak sedikit pula cupang keluaran Boston Betta yang dibanderol jutaan rupiah. “Saat ini yang termahal di farm kami seharga Rp 10 jutaan karena punya gelar best of show di sejumlah kontes,” tutur Domi.

Di dua lokasi peternakan milik Domi kini ada sekitar 10 ribu ekor cupang berbagai jenis. Namun, yang istimewa, kini ia tengah mencoba mengembangbiakkan cupang jenis baru yang bisa berpendar dalam gelap (glow in the dark) dengan sisik berwarna neon. “Tapi belum banyak dan agak susah dikembangkan, karena ketika dikawinkan, tidak semuanya berhasil bertelur dan menetas.” Cupang unik itu pun belum diperjualbelikan.

Ihwal harga cupang yang sangat beragam dan seolah-olah tak terbatas, Domi membenarkannya. Hal ini terjadi karena seekor cupang bisa saja dipatok harga tinggi oleh pemiliknya dan tetap dibeli oleh kolektor yang sudah telanjur jatuh cinta.

Calon pembeli memadati kios ikan cupang di sentra penjualan ikan hias di Parung, Bogor, Jawa Barat, 3 Oktober 2020. Tempo/Nurdiansah

Misalkan ada pemilik cupang yang pasang harga ikannya Rp 20-30 jutaan. Kalau mau ada yang beli dengan harga segitu, ya, mungkin saja.” Tapi tetap saja kualitas ikan yang dilihat, dari bentuk sirip, ekor, hingga warna sisik, yang menentukan nilai jual ikan tersebut.

Mendapatkan cuan dari memelihara dan mengembangbiakkan cupang juga dirasakan Ronald Rachmat, peternak cupang dan pemilik lapak cupang Betta Raisya. Ronald, yang sehari-hari bekerja sebagai petugas keamanan perusahaan swasta, mulai menyukai cupang dua tahun lalu. “Dulu hanya hobi pelihara karena memang suka dengan bentuk ikannya yang bagus-bagus. Bukan untuk aduan.” Jenis cupang yang disukai Ronald adalah Giant, yang ukuran tubuhnya bisa sampai 9-12 cm atau lebih besar dari cupang pada umumnya.

Memasuki 2019, Ronald mencoba peruntungan dengan mengembangbiakkan cupang miliknya. “Waktu itu jenis yang pertama saya ternakkan adalah Blue Rim, yang pinggiran sirip dan ekornya berwarna biru,” kata dia.

Ronald tak keluar banyak modal saat memulai ternak ini. “Cuma belajar lewat YouTube.” Meski begitu, ia beberapa kali menghadapi kegagalan, seperti telur tidak menetas. Ketika ia berhasil mengembangbiakkan cupang, Ronald semakin termotivasi.

Kini Ronald punya ratusan cupang di rumahnya, di kawasan Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Dia berfokus mengembangkan jenis Giant dan Blue Rim. “Kalau Giant panennya agak lama, harus nunggu 4-5 bulan. Tapi kalau Blue Rim cepat, 2-2,5 bulan sudah panen.”

Etalse cupang di Betta Raisya, Pondok Cabe, kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten. Dok. Ronald

Sekali panen, Ronald bisa mendapatkan 300 ekor anakan ikan, yang kemudian ia pasarkan lewat Instagram. Dari ratusan anakan ikan itu, ia sortir kembali bergantung pada kualitasnya. “Rentang harganya mulai Rp 80 ribuan sampai di atas Rp 250 ribuan,” tuturnya. Tapi pernah beberapa kali Ronald menjual seekor ikan dengan harga Rp 750 ribu -1 juta.

Konsumen Ronald tak hanya dari sekitar Jakarta, tapi juga dari seluruh Indonesia. Bahkan ia pernah mengirim ikan melalui mitranya ke Amerika Serikat. Ia menjamin semua ikan yang dikirim tidak akan mati atau mabuk di perjalanan. “Cupang itu kuat bertahan di dalam plastik kemasan sampai 10 hari tanpa makan.”

Salah satu trik yang digunakan Ronald adalah membiarkan ikannya puasa selama satu hari sebelum dikirim ke pembeli. “Jadi, di perjalanan dia enggak akan buang kotoran. Airnya tetap bersih, sehingga ikan tetap sehat,” ujar Ronald.

Jika dihitung, omzet yang dihasilkan Ronald dari berjualan cupang bisa sekitar Rp 8-10 juta per bulan. “Pada masa pandemi ini keuntungannya kayak air, mengalir banget.” Kini Ronald tengah mencoba mengembangkan cupang jenis Avatar yang sisiknya berwarna-warni mirip karakter film Avatar. “Ini yang lagi banyak dicari orang. Harganya juga lagi bagus.”*

PRAGA UTAMA


 

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus