Triad: Di Balik Pelarian Tiananmen Ternyata, suksesnya aktivis mahasiswa yang terlibat Peristiwa Tiananmen keluar dari Cina Daratan dua tahun lalu berkat pertolongan Triad, mafia Cina yang ditakuti itu. Wartawan Ingris Gavin Hewitt berhasil menyusun kisah pelarian itu, dan ia menuliskannya di The Guardian Weekly edisi akhir bulan lalu. Satu cerita yang lain, berdasarkan penuturan langsung Liu Xiang pada Nicholas D. Kristof, Kepala Biro New York Times Magazine di Beijing. Burung Kuning Mengecoh Polisi Komunis Sebuah pertemuan rahasia diselenggarakan di salah satu ruang Hotel Regal Meridien Kowloon. Itu rapat mendadak, hanya beberapa hari setelah korban berjatuhan di lapangan Tiananmen, Beijing, Juni dua tahun silam. Hadir dalam rapat gelap itu seorang godfather Triad -- satu di antara pentolan mafia Hong Kong yang paling berkuasa. Mereka membicarakan bagaimana menyelamatkan para aktivis mahasiswa keluar dari Cina. DON bermata sipit itu tengah dibujuk oleh anggota organisasi untuk terlibat dalam gerakan di bawah sandi "Burung Kuning". Tujuan Burung Kuning hanya satu: menyelamatkan demonstran prodemokrasi Beijing. "Mereka secara ideologi bersimpati pada gerakan demokrasi," ujar John Sham. John Sham adalah pengusaha dan bekas aktor Hong Kong yang disebut-sebut sebagai orang di belakang operasi Burung Kuning ini. Gerakan ini muncul dari para simpatisan prodemokrasi di Hong Kong, dengan mula-mula mendirikan "Persatuan Pendukung Gerakan Demokratis di Cina" pada Mei 1989. Tampaknya mereka punya kepentingan sama dengan pemberontak di RRC. Sebuah pemerintahan demokratis yang menganut paham lebih liberal, ketimbang komunisme. Sebab, RRC-lah yang akan memimpin Hong Kong, jika koloni Inggris ini dikembalikan ke tangan RRC pada 1997. Waktu Beijing bergolak, dan puncaknya tentara rezim konservatif PM Li Peng membantai ribuan demonstran, 3-4 Juni 1989, organisasi di Hong Kong ini segera mengatur sebuah operasi. Gerakan untuk melarikan para pembangkang politik yang menjadi musuh pemerintahan PM Li Peng ke luar dari negerinya. Lepas tragedi Tiananmen, para pemberontak memang seperti tak punya ruang gerak. Tentara dan polisi keamananan menyebar di tiap jengkal jalanan, membawa daftar buron. Termasuk stasiun kereta api. "Di mana pun yang tampak adalah lautan hijau, seragam polisi dan tentara," ujar Wuer Kaixi, pentolan pemimpin mahasiswa. "Mereka memeriksa semuanya -- tanpa senyum. Wajah mereka semua beku," katanya. Chen Yizi -- pemikiran-pemikiran liberalnya mempengaruhi Sek- jen Partai Zhao Ziyang -- menyatakan situasi saat itu sungguh kacau-balau. "Semua panik, semua curiga. Rakyat memaki dan bersumpah serapah," katanya. Mencoba mengendap-endap dalam situasi ini, celaka akibatnya. Tiap hutong, blok permukiman, dikepung petugas bersenjata yang siap memata-matai tiap langkah. Banyak mahasiswa yang, karena itu, memilih untuk menyerahkan diri. Tapi tak kurang bertahan dalam lindungan simpatisannya. Wuer Kaixi, tokoh mahasiswa pembangkang, ingat ketika ia lari dan berhasil menyelundup ke atas kereta. Sepasang mata membidik menyelidikinya. Polisi lagi? "Jangan khawatir. Semua penumpang kereta ini akan menolong Anda," kata orang itu, yang ternyata pendukung gerakan demokrasi. "Tapi jangan menyerah. Tatap, tatap mata polisi, agar mereka tak melihat wajahmu." Wuer Kaixi dan Li Lu termasuk prioritas dalam daftar pencarian itu. Begitu juga Chen Yizi dan Yan Jiaqi, tokoh pembaru sekaligus penasihat pemerintah paling senior. Sedangkan dari kalangan intelektual, Su Xiaokang salah satunya. Kelima tokoh ini termasuk dalam 40 mahasiswa dan intelektual yang diselamatkan lebih dulu. Kumpulan pentolan pemberontak yang dipandang mampu menjadi inti gerakan demokrasi Cina di pengasingan. Ternyata, di akhir operasi gelombang pelarian ini mencapai jumlah sekitar 130 orang. Mereka "diamankan" oleh pendukungnya di Hong Kong sebelum jatuh ke penjara Presiden Yang Shangkun. Kunci keberhasilan penyelamatan tak lain karena mereka bisa menggandeng tangan Triad (Three in Accord Society). Komplotan mafia yang berasal usul dari Cina ini menguasai jaringan dan kontak bawah tanah Hong Kong-Cina. Jalur yang dikuasai untuk secara teratur menyelundupkan mulai dari AC, televisi, sampai sedan Mercedes dengan sampan dan boat ke pantai selatan Cina. Lalu kembali ke Hong Kong membawa imigran yang bernafsu mencari kerja di negara kapitalis itu. "Burung Kuning mencari orang-orang yang profesional, para penyelundup itu," ujar Sham. Triad, organisasi kejahatan tertua itu -- lebih dulu berdiri dibanding gerombolan mafia Italia di Amerika, punya jaringan internasional. Setiap tahun organisasi ini diperkirakan meraup penghasilan fantastis, milyaran dolar. Tiga besar Triad Hong Kong adalah "keluarga-keluarga" K 14, Sun Ye On dan Wo Shing Wo. Mereka menguasai bisnis gemuk perjudian, pelacuran, dan industri hiburan. Dari usaha penyelundupan mereka saja, dalam rekaan polisi Hong Kong, mengalir dua milyar dolar tahun lalu. Mesin uang yang luar biasa. Tapi, menurut Sham, di Hotel Regal Meridien, sang Don -- tak diungkapkan dari kelompok mana --mengangguk untuk bekerja sama, "benar-benar bukan karena uang". Agaknya, Triad juga punya bayangan suram andai kata bentuk perekonomian Hong Kong berubah di bawah pemerintahan Cina. Triad setuju untuk tak menarik untung dalam operasi Burung Kuning, kecuali membayar ongkos operasi di kedua perbatasan. Biaya penyelamatan ini sekitar Rp 5 juta per kepala. Tapi membengkak menjadi kurang lebih Rp 140 juta, untuk pemimpin-pemimpin penting. Maklum, namanya saja orang penting. Pengumpulan dana operasi dilakukan tanpa ribut-ribut, karena khawatir kalau tercium penguasa Inggris. Inggris ingin hubungannya dengan Beijing tetap mulus sampai koloni itu dikembalikan. Dengan tak banyak cakap, hanya dalam tempo beberapa hari saja, Burung Kuning berhasil mengumpulkan sekitar Rp 4 milyar dari kalangan pengusaha setempat. Dukungan terhadap gerakan demokrasi rupanya sudah menyebar luas. Jasa Triad hanya membuka jalur-jalur bawah tanah yang penting. Termasuk grup informan, peralatan, dan lobi pejabat. Sedangkan pelaksananya, sekitar 40 orang, dari kalangan Pendukung Gerakan Demokratis Cina di Hong Kong. Operasi mereka diam-diam didukung oleh beberapa pejabat di kalangan militer dan biro keamanan. Pelaksana operasi ini beberapa kali terpaksa bentrok senjata dengan penjaga pantai di Cina. Para pembangkang ini, sejak petugas keamanan menyebar, memilih bergerak ke arah selatan Cina, Kota Shenzen, Provinsi Guangdong. Di kota yang berbatasan dengan Hong Kong itulah tumbuh subur bisnis gelap Triad. Di sini simpatisan tidak lagi berbentuk dukungan perorangan, tapi sudah menjadi sebuah jaringan khusus. Burung Kuning mulai bergerak dengan mengirim sejumlah tim ke Negeri Panda itu. Tim tersebut berkedok perusahaan dagang yang khusus dibentuk untuk itu. Mereka datang dengan tumpukan dokumen palsu dan peralatan penyamaran bagi mahasiswa dan intektual Cina dalam pemburuan itu. Dalam lima kali operasi, misalnya, mereka menyertakan ahli tata rias yang ditugasi merombak penampilan para calon pelarian. Triad juga menyediakan kapal-kapal dan sejumlah peralatan yang dikenal dalam operasi intelijen. Umpamanya pengacau telepon, teropong malam hari, dan pengirim sinyal infra merah. Info yang perlu diketahui grup Hong Kong dari kompanyon Triadnya adalah tempat persembunyian para pembangkang. Sebab, orang seperti Su Xiaokang, misalnya, terpaksa menghindari pengejaran polisi Cina dengan berpindah-pindah tempat atas bantuan simpatisannya. Su Xiaokang masuk daftar buron atas dosa membuat film River Elegy, yang melecehkan keterbelakangan Cina. Film yang membuat beberapa pejabat senior Partai Komunis naik pitam. "Seseorang akan datang dan mengatakan pada saya bahwa agen Burung Kuning telah datang untuk membawa saya," kata Xiaokang. Agen itu harus yakin benar bahwa orang yang dijemputnya itu adalah Xiaokang. Kalau salah, habislah mereka. Xiaokang ingat dalam kontak pertama itu, sang penghubung membawa foto anaknya. "Saya mengembara lebih dari dua bulan. Jadi, begitu melihat foto anak saya, saya tak dapat menguasai perasaan saya. Tangis saya meledak," ujar Xiaokang mengenang. Melihat reaksi ini, sang agen yakin telah bertemu orang yang dicari. Sebaliknya si pembangkang juga harus yakin bahwa penjemputnya bukan aparat keamanan Cina yang menyamar. Dalam kasus mahasiswa Wuer Kaixi, umpamanya, sang kontak membawa bukti sebuah foto Polaroid wajah Kaixi, sebagai kode bahwa orang yang menghubunginya benar-benar wakil dari grup Hong Kong. Kerja para guide itu juga bukan mudah. Bayarannya mahal. Seorang yang membantu melarikan cendekiawan Chen Yizi diganjar hukuman 12 tahun penjara. Yang lain disiksa dan kini mengalami gangguan mental. Orang Burung Kuning ini biasanya menuju hotel dan menyewa kamar atas namanya. Jadi, seperti Xiaokang, tinggal masuk ke hotel. Dan tiap kali sutradara film itu meninggalkan kota, ia tak mungkin menumpang kereta api. Stasiun dijaga ketat oleh pemburu berseragam hijau. "Saya hanya bisa menggunakan bis jarak jauh. Saya selalu ditemani oleh satu atau dua orang Burung Kuning. Mereka memberi beberapa petunjuk pada saya, tapi kami berpura-pura tak mengenal satu sama lain," kata Xiaokang. Para pembangkang itu kemudian diberi petunjuk untuk mengikuti babak akhir. Mereka menggunakan telepon yang ditempeli peralatan antisadap. Hebatnya, anggota Triad bisa menyediakan kapal dengan empat mesin berkekuatan 250 tenaga kuda dan kecepatan 80 knot, sekitar 140 km per jam. Kokpitnya berlapis baja, dilengkapi teropong malam hari dan peralatan sinyal infra merah. Perahu motor yang siap berlari lebih kencang ketimbang perahu polisi Hong Kong dan penjaga pantai di Cina. Reformis pertama yang telah diselamatkan oleh "Burung Kuning" adalah Wuer Kaixi. Kendati nyaris gagal. Mahasiswa pembangkang itu sempat menunggu tiga hari tiga malam di pantai, sebelum berhasil mengontak perahu penyelundup. Ketika ia berhasil mendapat sinyal, Wuer terpaksa berenang 500 meter melalui arah yang ditunjuk menuju kapal. Tubuhnya sudah babak belur ketika mencapai perahu. Saat lebih menegangkan dialami Su Xiaokang. Perahu motor yang ditumpanginya diuber kapal penjaga pantai. Dua jam terjadi kejar-mengejar. Tak sabar, pengawas pantai memuntahkan tembakan senapan mesin ke udara. Karena sasaran tak memperlambat laju perahunya, tembakan mulai diarahkan langsung ke perahu. Terjadilah tembak-menembak. Salah seorang penyelamat Su tertembak di bahu. "Keringat mengucur di seluruh tubuh. Saya merasa dicengkeram teror," ujar Su, yang kini dalam persembunyian. Beijing memang tidak goblok. Mereka mendaratkan seribu intelijen militer untuk menghadang pelarian. Pemerintah itu juga tak jarang membalas dendam pada mereka yang membantu pelarian ini. Umpamanya ketika Chen Yizi, bekas pejabat senior pemerintah, diseberangkan ke Hong Kong dari Pulau Hainan. Li Peng memerintahkan untuk menahan lebih dari 4.000 penduduk pulau itu. Mereka membantu Chen Yizi, antara lain dengan menyembunyikannya dalam ruang rahasia di bawah tangki air sebuah kapal barang kecil. "Li Peng mengamuk waktu mendengar bahwa saya berhasil lari," ujar Chen Yizi. Ia merasa tak enak mendengar pelariannya menyeret ribuan orang ke penjara. Kendati lebih banyak mencatat sukses, beberapa operasi Burung Kuning mengalami kegagalan. Sayangnya, kegagalan ini saat Burung Kuning mencoba menerbangkan dua tokoh besar di belakang gerakan prodemokrasi, Wang Juntao dan Chen Zeming Wang dan Cheng, yang dikategorikan oposan dan biang perusuh oleh pemerintah, akhirnya dipenjarakan. Oktober 1989 keduanya masih bersembunyi di wilayah selatan Cina. Burung Kuning mengirim taipan bisnis Luo Haixing untuk menemuinya lewat perantara. Gerakan ini sampai pada pembicaraan mengenai rumah persembunyian, nama palsu, dan kata-kata sandi. Sialnya, pada 13 Oktober dua pelaksana pembebasan Wang dan Cheng tertangkap sewaktu mereka siap-siap memindahkan Chen Zeming ke Kota Dongwan. Luo Haixing dijegal dalam perjalanan pulang ke Hong Kong. Burung Kuning dikhianati "orang-orang"-nya di dalam biro intelijen. Chen dan Wang diganjar 13 tahun penjara dengan tuduhan berkomplot menggulingkan pemerintah. Luo kebagian hukuman 5 tahun masuk bui. Kegagalan operasi ini juga menyingkap tabir Operasi Burung Kuning. Polisi rahasia Cina mendapat banyak cerita dari "burung-burung" yang terjaring. Untuk pertama kalinya dalam sebuah wawancara dengan televisi BBC, beberapa anggota organisasi mengungkapkan detail operasi mereka yang benar-benar mengecoh polisi negara komunis itu. Seorang bekas komandan sejumlah operasi penyelamatan ini bercerita bagaimana organisasinya punya kontak "di beberapa departemen pemerintahan, biro keamanan lokal, pasukan di perbatasan, penjaga pantai, dan bahkan operator radar". Beberapa orang yang bisa dirangkul oleh gerakan demokrat Hong Kong ini sebagian adalah pejabat yang disogok. Sisanya orang-orang pemerintah yang memang bersimpati pada mahasiswa demonstran itu, setelah mengalami sendiri situasi di Cina. Di salah satu provinsi, polisi senior membantu mahasiswa dengan membiarkan mahasiswa numpang di mobilnya. Dengan begitu, petugas di perbatasan tak mencurigai si mahasiswa. Polisi ini sendiri, yang kemudian ikut menyeberang ke Barat, mengaku pada BBC bahwa ia dan kawan-kawannya kerap membocorkan nama-nama yang sedang diincar pemerintah. John Sham, tertuduh pencetus operasi Burung Kuning, tak mau banyak bicara. "Kesulitan operasi ini adalah menempatkan mereka setelah bisa diselamatkan," kata Sham pada BBC. Namun, sejumlah pelarian itu kini nyaman bersembunyi di negara-negara Eropa. Hong Kong hanyalah tempat transit. Segera setelah menginjak Kota Dagang itu, mereka diungsikan ke tempat lain. Pemerintah Inggris membiarkan operasi Burung Kuning ini, sejauh upaya penyelamatan itu dilakukan dengan diam-diam, dan mereka yang selamat secepat mungkin dipindahkan ke negeri lain. Organisasi prodemokrasi Hong Kong mencoba melobi Amerika Serikat untuk menampung gelombang pelarian dari Cina ini. Tapi pemerintahan Bush meminta waktu untuk melakukan screening. Pilihan dialihkan ke Prancis, yang sudi menampung tanpa banyak cingcong. Kabarnya, orang-orang yang berhasil menyeberang ini mengadakan kontak untuk mendirikan organisasi dalam pelarian. Memang, cita-cita perjuangan bisa muncul di mana saja. BSU
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini