Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MALAM telah rebah di ujung embun, tapi lelaki itu masih termangu di kamarnya. Matanya nanar. Musik, yang semula mengentak, mulai surut perlahan. Dua tahun lalu itu, Yannovisyam Caniago, 31 tahun, merasa sendiri. Cinta mati pada Iron Maiden, band cadas asal Inggris, dia merasa tak ada kawan, tak ada saudara musik seiman.
Dulu, seperti umumnya remaja, menentukan pilihan ngefan pada band bukanlah hal terlarang. Ada kebanggaan. Kegelisahan dan naluri memberontak terwakili. Yannovisyam, yang akrab disapa Syam Iman, termasuk di deretan muda itu. Sejak kecanduan kelompok musik "perawan besi" pada 1987, Syam benar-benar solitaire. Meski banyak pemuja Maiden, dia tak menemukan komunitas nyata kumpulan penggemar.
Nah, malam di pengujung 2009 itu, Syam memutar otak agar tak sendiri mencintai Maiden. Saat itu sudah mulai banyak pengguna Facebook. Dia manfaatkanlah jejaring sosial itu.
Ajakan Syam mula-mula disahuti Sarah Rimba Rinjani, 40 tahun. Komunikasi dengan ibu dua anak di Depok ini intens. Tak lama kemudian bergabung Tias Birong, 35 tahun, dan Fajar 'Goser' Miyarhadi, 32 tahun. Mereka kopi darat pada 1 April 2009, lalu mendeklarasikan berdirinya geng penggemar Maiden di Indonesia. "Berempat, kami kawan seperjuangan mencari sesama pencinta Iron Maiden," kata Syam. Umur tak menjadi masalah. Sarah juga tetap tekun dengan kesibukannya sebagai ibu rumah tangga.
Beberapa kali pertemuan, mereka berjumpa dengan Seventh Son, band asal Tangerang, Banten. "Ini band tribute banget. Semua lagu yang dinyanyikan milik Iron Maiden," kata Syam. Mereka lalu menabalkan kelompok musik itu sebagai band resmi komunitas pencinta Maiden. Saat itu penggemar Maiden sedang berkumpul di Bandung. Ada yang dari Malang, Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan berbagai kota lain di Pulau Jawa.
Dalam tiap pertemuan, yang jumlah pesertanya terus membengkak, band itu selalu manggung. Bagi Syam dan kawan-kawan, mimpi ketemu Maiden betulan cukup terhibur dengan kehadiran Seventh Son. Mereka kemudian mengibarkan bendera Indonesia Iron Maiden Troopers di Facebook. Belakangan angan-angan meningkat, ingin mendatangkan Maiden ke Indonesia.
Gerilya pun mulai disusun. Mereka menghubungi semua promotor musik di Tanah Air, tak terkecuali Tommy Pratama pemilik Original Production. Mereka meneror Tommy di dinding Facebook-nya. Merasa tergedor, Tommy lalu menantang Syam dan kawan-kawan. "Saya tanya mereka, berapa sih pencinta Iron Maiden di Indonesia," kata Tommy.
Bersama Tommy, para trooper (julukan penggemar Maiden) lalu membuat grup 1 Juta Troops Dukung Original Prod Undang Iron Maiden ke Indonesia 2010/11. Sementara anggota resmi Indonesian Iron Maiden Troopers hanya sekitar 2.000 orang, grup itu diikuti hampir 14 ribu peselancar dunia maya.
Tommy pun yakin pada soliditas jumlah penggemar Maiden di Indonesia. Secara pribadi, sejatinya Tommy sudah bergerilya mendekati manajemen Maiden sejak lima tahun silam. Pada 2008, kata Tommy, "Saya diundang ke Sonisphere Festival di London." Ini festival akbar yang dibawa keliling beberapa kota di Eropa; Maiden, tahun itu, tampil sebagai salah satu band utama. Singkat cerita, Tommy pun berhasil meyakinkan Maiden. Jadwal konser ditetapkan tahun ini.
Di Tanah Air, kabar itu langsung merebak. "Saya orang pertama yang mendapat kiriman foto Mas Tommy dan Bruce Dickinson via telepon seluler," Syam mengenang. Dada para trooper serasa meledak. "Hanya Allah SWT yang memberi jalan. Semua sudah digariskan kami berjumpa band pujaan," kata Syam.
Kerja promotor disambut dengan merapikan komunitas. Dari markas yang menempati rumah Tias di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, komunitas trooper membantu penjualan tiket. Perwakilan di sejumlah wilayah dibuka. Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah/Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, hingga luar negeri. Laman ironmaiden-indonesia.com menjadi jembatan penghubung.
Ketika pesawat Ed Force One yang dipiloti Bruce mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, 500 trooper ikut menyambut. Unjuk gigi, mereka juga bagian dari fan Iron Maiden seperti di Moskow, kota yang menjadi titik awal tur keliling dunia "The Final Frontier World Tour 2011". Para pemuja itu tak ingin terasing, seperti dua baris terakhir lirik lagu The Trooper:
And as I lay forgotten and alone
Without a tear I draw my parting groan....
Dwidjo U. Maksum
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo