Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI tengah belantara Papua yang perawan, seorang perwira pasukan asing mengeluh, "Hanya James Bond yang bisa menyelamatkan sandera-sandera ini." Perwira itu datang ke Papua sebagai anggota tim operasi penyelamatan 26 anggota Ekspedisi Lorentz yang disandera tokoh Organisasi Papua Merdeka, Kelly Kwalik, di Mapenduma pada 1996. Dan ia terenyak menghadapi beratnya medan. Menimpali keluhan rekannya, seorang anggota pasukan khusus Inggris berkeras operasi itu akan sia-sia. Toh, rombongan Kelly telah membawa para sandera ke utara Pegunungan Jayawijaya.
Perhitungan si Inggris kontan menaikkan alis Teddy Kardin, 50 tahun. Teddy, salah satu anggota tim penyelamat dari Indonesia, serta-merta mengutak-atik kembali peta operasi dan menyimpulkan bahwa rute Jayawijaya mustahil dilalui para sandera yang sudah kepayahan. Teddy benar. Ia memang mahir membaca peta. Keahliannya banyak menyumbang keberhasilan operasi itu. Ada satu sandera meninggal. Namun, 25 orang lain bisa dipulangkan ke negerinya masing-masing dengan selamat oleh operasi yang dipimpin Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (ketika itu) Letjen (Purnawirawan) Prabowo Subianto.
Prabowolah yang mula-mula membawa Teddy Kardin sebagai pelatih khusus di kesatuan militer. Anggota senior Wanadrikelompok pencinta alam terkemuka di Indonesiaini tadinya bekerja sebagai surveyor di sebuah perusahaan tambang asing. Pertemuan pertama mereka terjadi pada 1987. Dalam pertemuan itu, Prabowo (saat itu menjabat Komandan Batalion 328 Kostrad di Cilodong, Jawa Barat) lama membujuknya: "Saya tahu perusahaan sangat menghargai Anda. Tapi tolonglah kami," kata Teddy, menirukan ucapan Prabowo, kepada TEMPO.
Ketika permintaannya tak kunjung berjawab, sang Perwira Kostrad melontarkan sindiran tajam, "Berapa sih Anda dibayar bule-bule itu?" Teddy menjawab dengan tak kalah tajam, "Dua bulan lagi, kontrak saya habis. Setelah itu, saya akan membantu Anda selama setahun. Tanpa bayaran!" Sejak saat itu, Teddy menjadi orang sipil yang melatih kesatuan-kesatuan TNI: mula-mula Kostrad, lalu kesatuan elite Kopassus. Apa saja yang dia ajarkan kepada para anggota militer?
Salah satu latihannya adalah melacak dan menafsir jejak. Teddy beruntung menyerap pengetahuan ini dari para pelacak jejak terbaik: suku Dayak Punan di Kalimantan. Pertaliannya dengan suku itu bermula saat iasebagai geologmenghabiskan banyak waktu di hutan-hutan Kalimantan. Sebuah keluarga Dayak Punan mengangkatnya sebagai anak dan melatihnya membaca jejak dan bertahan hidup di hutan.
Alhasil, Teddy mengajak empat pemuda Dayak Punan ke Cilodong saat mengawali pelatihannya di Kostrad. "Mereka bisa mencium bau makhluk apa saja dari jarak seratusan meter," tutur Teddy kepada TEMPO. Teddy juga mengajari murid-muridnya mengenali apa saja yang bisa dimakan di hutan rimba. Juga membedakan tanaman obat dari tumbuhan beracun. Tatkala Kostrad menggelar sebuah operasi reguler di Timor Timur pada 1991, Prabowo mengajak Teddy ke sana. Juga empat pemuda Dayak Punan itu.
Di pos komando TNI Tim-Tim, sang Geolog menemukan peta operasi militer yang sudah usang dan jauh dari memadai. Maka, Teddy menggambarkan peta baru serta menuliskan legenda-legenda penting di atasnya: dari letak sungai, jalan setapak, kemiringan, pasokan logistik, hingga pos musuh. "Kita bisa 'meramal' dengan peta bila sering menggunakannya. Kita bisa mengira-ngira di mana sumber air, apa saja tumbuhan dan hewan yang mungkin ada di sana," ia menjelaskan.
Pengetahuan Teddy kemudian membawanya ke lingkaran pasukan elite: Kopassus. Tatkala Prabowo dialihtugaskan sebagai Komandan Grup 3 Kopassus di Batujajar, Jawa Barat, ia meminta Teddy mendesain skenario latihan menafsir jejak dan survival. Maka, insinyur pertambangan itu kembali melatih sejumlah murid baru dengan rupa-rupa materi: menangkap binatang hutan, mencari air, menafsir jejak, hingga bertahan hidup di tengah rimba. Pasukan khusus Australia dan Baret Hijau Amerika pernah ikut mengenyam program pelatihan Teddy di hutan-hutan Kalimantan.
Pemegang wing komando Kopassus itu tak lagi keluar-masuk hutan. Kini, ia menghabiskan waktu di sebuah bengkel pisau di Bandung. Pisau buatannya banyak dipesan personel angkatan bersenjata dalam negeri, Australia, Yordania, bahkan Baret Hijau Amerika. Teddy Kardin agaknya tak bisa berjauhan dengan dunia militerbahkan ketika ia tak lagi melacak jejak atau melukis peta operasi.
Darmawan Sepriyossa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo