TANJUNG Balai berpenduduk 33.040 jiwa, sedang luasnya cuma
1.909 Km2. Berarti dalam 1 km2 menumpuk 16.000 jiwa lebih. Tak
berlebihan bila 2 tahun lalu, drs. Syarifuddin Harahap seorang
anggota DPR dari Jakarta menyhut Tanjung Balai. "kota terpadat
penduduknya di Asia Tenggara". Apalagi dari luas kota tadi,
sepertiganya terdiri dari sungai, yakni Sungai Silau dan
rawa-rawa. Berarti cuma sekitar 127 ha saja yang bisa didiami
manusia.
Maka tanah yang kosong pun nyaris tak bisa ditemui. Kecuali
pemandangan yang membikin mata pedih: di kampung-kampung
pinggiran kota yang jorok tampak rumah berdempet-dempet. Yang
bernama WC atau sumur, tak bakal ditemui. Sungai Silau dan
anak-anaknyalah tempat penduduk buang hajat dan
keperluan-keperluan lainnya. Itulah sebabnya, setiap tahunnya
kota ini jadi sasaran wabah penyakit muntah berak. "Kesulitan
memperoleh tanah merupakan hambatan dalam melaksanakan
pembangunan di sini", keluh walikota Bahrum Damanik kepada
Gubernur Marah Halim pada kesempatan peresmian SD Inpres, bulan
lalu. Dan kuping Gubernur Marah Halim pun padat dijejali
rupa-rupa keluhan Walikota Damanik.
Misalnya pembuatan 2 unit SD Inpres, ST dan STM milik pemda
Tanjung Balai terpaksa mcngambil tempat di kampung Pulau
Sirnardan, kawasan Kabupaten Asahan. Lalu Puskesmas Inpres dan
instalasi air minum dibangun di Jalan Malaka dan Beting Semelur,
juga kawasan Asahan. Diungsikan, begitu istilah sang walikota.
Dan tatkala walikota menghadapi kegawatan perkara pedagang
kaki-lima, karena putus asanya, walikota Damanik menyergap Jalan
Mesjid di pusat kota sepanjang 200 m. Tentu saja pembangunan 60
kios buat para pedagang kakilima itu, membikin arus lalulintas
yang padat bertambah kacau. Dan 20 toko jadi merana karena jalan
tersebut jadi mati.
Okey Saja
Langkah Walikota Bahrum Damanik tentu saja disesalkan para yang
terhormat di DPRD Kodya Tanjung Balai. "Pembangunan kios di
sana, sama halnya dengan pembuatan 500 tong sampah yang biayanya
dibebankan kepada rakyat", ucap Suhaimi Arif BA dari Fraksi
Persatuan Pembangunan. "Tanpa pemberitahuan apalagi
persetujuan". Suhaimi Arif mengingatkan perkara usaha memperluas
kota, yang pernah dilakukan. Yaitu persetujuan antara Pemda
Asahan dan Tanjung Balai tentang memasukkan 4 buah kampung
seluas 300 ha dengan penduduk 15 ribu ke dalam wilayah Pemda
Tanjung Balai. Itu berlangsung tahun 1967. Tapi sampai sekarang
tak ada realisasinya. Padahal selain berunding kedua pemerintah
daerah sudah pula meninjau kawasan yang akan dihibahkan pada
Tanjung Balai itu.
Lebih mengherankan lagi, karena Bahrum Damanik sendiri
sebelumnya Adalah Sekwilda Asahan. Mestinya perkara perluasan
kota itu bukan saja sudah diketahuinya, tapi sekarang tentunya
perkara itu sudah gampang dibereskan. Apalagi Bupati Asahan
sendiri menyatakan "tergantung Pemda Tanjung Balai". Kami
bersama pemda Asahan sih. okey ,aja", ucap Bupati Manan
Simatupang kepada Amran Nasution dari TEMPO. Tunggu apalagi,
Damanik?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini