PEJUANG-pejuang 45 di kota Manado akhirnya toh menyerah juga.
Tak ada yang kuat bertahan menentang kegigihan Adolf Pelealu
sebagai Walikota Manado. Pejuang-pejuang ini memang bukan
angkatan Revolusi tahun 1945, tapi sekedar gelar yang dipakai
sendiri oleh para pedagang / penghuni kompleks Pasar 45 Manado,
yang kini sudah kocar-kacir karena sekarang sudah rata dengan
bumi, untuk dibangun kompleks baru. Meski bukan pejuang 45
murni, tak berarti kaum pedagang pribumi yang berjumlah kurang
lebih 200 orang ini, tak punya semangat juang mempertahankan
haknya. Biar akhirnya toh kalah juga di ujung todongan surat
perintah Walikota untuk meninggalkan tempatnya pada batas waktu
yang ditetapkan, tapi tak kurang dari dua tahun mereka sempat
bertahan. Alasan para penghuni kompleks 45 ini, tentu cukup
kuat. "Kami bertahan karena berdasar kontrak dengan Pemerintah
Kota Manado, kami berhak menghuni kompleks ini selama 40 tahun.
Sekarang rata-rata kami menjalankan kontrak baru sekitar 10
sampai dengan 15 tahun", kata seorang pedagang. Tak urung
pedagang-pedagang ini mengirim delegasi menghadap Walikota dan
para pejabat Propinsi. Dengan Walikota Pelealu tak kurang tiga
kali diadakan pertemuan langsung dengan semua penghuni, meskipun
tak pernah ditemukan kata sepakat. Ke Pusat juga ada utusan
yang berangkat menemui beberapa pejabat tinggi yang dianggap
dapat mengembangkan sayap tempat bernaung dengan memperoleh
janji "akan diperhatikan".
Tapi akhirnya awal Mei kemarin keluar surat keputusan dari
Kepala Kantor Urusan Perumahan Manado. Isinya: "memutuskan
hubungan kontrak dengan penghuni, sekaligus memerintahkan untuk
segera mengosongkan kompleks". Untuk menyuruh penghuni angkat
kaki, ada cara baru bagi Walikota. Berbarengan dengan keluarnya
surat keputusan ini, seluruh kompleks telah rapi dipagari dengan
dinding papan kelilingnya. Tentu saja tak ada seorang pedagang
yang rela mati konyol berdagang dalam kerangkeng raksasa ini.
2 Alasan
Pihak Pemerintah kota ada alasan yang disebutnya "cukup alasan
untuk memutuskan hubungan sewa menyewa dengan para penghuni".
Alasan itu ada dua. Berdasar hasil penelitian secara teknis,
kondisi fisik bangunan Pasar 45 sudah membahayakan sehingga
perlu dibongkar dan dibangun kembali, untuk diselaraskan dengan
perkembangan kota dan tuntutan pembangunan dewasa ini. Yang
kedua, para penghuni kompleks Pasar 45 sudah tidak mentaati
lagi ketentuan-ketentuan di dalam kontrak dengan Pemerintah
Kota Manado. Apakah benar begitu? "Tidak benar kami lalaikan
ketentuan dalam kontrak. Sengaja kami dijebak membuat tunggakan
sewa, sebab beberapa bulan terakhir para petugas rekening tak
muncul", tutur seorang penghuni kepada TEMPO. "Kalau sesuai
ketentuan kontrak, penyelesaian kedua pihak harus melalui
Pengadilan Negeri. Mengapa penyelesaian melalui pengadilan
KKUP?", begitu tanya penghuni yang lain.
Adil atau tidak, dalam perkara pemindahan para penghuni Pasar 45
dan pemutusan kontrak, Pemerintah nampaknya berusaha agar adil.
Kepada eks penghuni 45 ini telah disediakan kompleks pengganti
di Pasar Jengki. Di seberang muara sungai Kali Jengki yang
sunyi lengang dan lebih pantas buat bersantai, telah dibangun
beberapa blok bangunan. Ke sana eks penghuni 45-itu dianjurkan
untuk pindah. Tapi ternyata kompleks ini tetap juga lengang.
Baru ada beberapa kantor yang gantung merek. Para pedagang
agaknya ngeri pindah ke sini. "Soalnya di samping sunyi
tempatnya, kompleks ini tidak ada air dan lampu, dan tak ada
kendaraan umum yang mencapai tempat ini", tutur Pemimpin Redaksi
Sk. Wibawa Achmad Kamah yang sudah berkantor di kawasan itu.
Lalu ke mana para penghuni 45 itu? Ternyata banyak yang sudah
mudik ke kampung karena kebanyakan mereka adalah petani-petani
cengkeh dari Minahasa. Ketimbang kalang kabut berdagang di
Manado, lebih baik urus kebun cengkih. Ataukah mereka berencana
untuk kembali setelah muncul bangunan yang baru. Pasal ini sudah
tipis harapan. Sel kontrak lama sudah putus, untuk menghuni
ruangan baru harus punya modal kuat. Konon ada ruangan yang
nanti harus dibayar dengan 30 juta rupiah. Ini tak mudah
dijangkau para pedagang pribumi eks pasar 45 itu.
Pedagang-pedagang Besar
Dan yang pasti sudah pasang kuda-kuda untuk menempati tempat
baru yang strategis buat berdagang di jantung kota ini, adalah
mereka itu yang pedagang kuat. Contoh buat itu di Manado memang
sudah adil. Kompleks Pusat Prtokoan Manado, eks Pasar Cita
sekarang ini umumnya dihuni oleh pedagang-pedagang besar. Yang
pribumi hanya satu dua. karena umumnya telah tersingkir
membangun kios-kios kecil dilorong-lorong sunyi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini