Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Usaha panjang para pembangkang

Warga kuba di pengasingan, terutama yang berdiam di amerika, telah lama berusaha menumbangkan fidel castro. tapi usaha panjang itu masih sia-sia. bahkan mereka mulai dilupakan penduduk kuba sendiri.

7 Mei 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA yang menyebutnya monster diktator, tapi ada juga yang menjulukinya titisan Jose Marti, pahlawan yang membebaskan Kuba dari Spanyol seratus tahun lalu. Laki-laki itu adalah Jorge Mas Canosa. Sehari-hari dia tinggal di rumah raksasa bergaya Spanyol, di Miami Selatan, dan ke mana-mana dengan Baby Benz biru antipeluru. Dia punya perusahaan kontraktor, Church & Tower. Kekayaannya sekarang ditaksir US$ 10 juta. Yang membuat Mas Canosa terkenal bukanlah kekayaannya itu, tapi pada tekadnya untuk meruntuhkan Fidel Castro. "Tugas saya adalah melepaskan Kuba dari cengkeraman kuku Fidel Castro," katanya. Ia, yang meninggalkan Kuba sejak 1960, kini dikenal sebagai pemimpin anti Castro yang paling terkenal di pengasingan. Dalam sebuah wawancara dengan majalah Time, Mas Canosa tidak secara tegas mengutarakan niatnya untuk menjadi presiden Kuba. "Saya tidak berambisi menjadi presiden, tapi saya juga tak akan menghentikan hak saya untuk menjadi presiden," tuturnya. Dalam pandangannya, Kuba hanya bisa maju bila menjadi negeri kapitalis. Untuk mewujudkan impiannya itu, tahun 1981 lalu, ia bersama 14 pengusaha lain membentuk sebuah organisasi yang menghimpun warga Kuba di pengungsian, Yayasan Nasional Kuba- Amerika. Gerakan yang berpusat di Miami ini mengaku punya 254 ribu keluarga sebagai anggotanya, dan membuka cabang baru di 10 kota di Amerika, dan juga di Kota Meksiko, Madrid, dan Moskow. Ini bukan hanya yayasan papan nama, tapi memang ada pekerjaannya. Yayasan ini, antara lain, berusaha agar embargo ekonomi terhadap Fidel Castro, yang dilancarkan Amerika Serikat sejak lebih dari 30 tahun lalu, dilaksanakan secara utuh dan diikuti negara lain. Salah satu proyek yang turut digarap adalah menghentikan hubungan dagang antara Soviet dan Kuba, yang dilakukan lewat lobinya ke orang-orang di pemerintahan George Bush. Waktu itu, tatkala sebagian besar negara mengembargo negeri yang disebut sebagai "Benteng Terakhir Komunisme" itu, ternyata Uni Soviet tetap membarter minyaknya dengan gula dari Kuba. Ada juga perdagangan di komoditi lain. Yayasan segera mengontak lobinya di pemerintahan Amerika, mendorong agar pemerintahan Bush mendesak Mikhail Gorbachev menghentikan bisnisnya dengan Kuba. Desakan ini berhasil. Ekonomi Kuba pun morat-marit. Maklum, setiap tahun sekitar 12 juta ton gula yang dibeli Uni Soviet. Catatan lain, sekitar 72% dari total perdagangan Kuba merupakan perdagangan langsung dengan Uni Soviet. Tak hanya itu usaha menjegal ekonomi Kuba. Akibat embargo, terjadi kelangkaan suplai, baik barang maupun jasa. Barang elektronik, koran, minyak, bahkan kertas toilet, susah dicari. Ini dipandang sebagai peluang bisnis bagi banyak pengusaha. Maka, pada pertengahan 1992, sekitar 100 pengusaha, sebagian besar dari Amerika, menjajaki kemungkinan investasi di Kuba. Tapi, belum apa-apa, para warga Kuba di pengasingan, lewat yayasan ini, mengancam: usaha yang didirikan di Kuba pada masa Castro akan disita sebagai aset negara, begitu terjadi peralihan kekuasaan. Akhirnya niat menanam modal pun urung. "Pokoknya, kita harus melakukan semua usaha untuk segera mengenyahkan Fidel Castro dari kursi presiden," kata Mas Canosa. Embargo kini memang menjadi pilihan utama untuk menghukum Kuba. Tampaknya, apa pun dilakukan pemerintah AS untuk mencopot Fidel Castro dari kursinya. Amerika, misalnya, berusaha mengucilkan Kuba dari dunia internasional. Lebih jelas lagi, Amerika menyiarkan propaganda yang ditujukan ke warga Kuba. Propaganda itu didengungkan lewat siaran radio yang diarahkan ke Kuba. Tapi, berhasilkah Amerika? Ini yang tampaknya masih jauh. Castro sendiri masih mantap di kursinya. Malah tampaknya orang Amerika sendiri yang jenuh. Belakangan ini berkembang pemikiran agar sikap anti Kuba dihentikan. "Politik anti Kuba malah membuat Castro bak pahlawan di negaranya. Ini yang membuat dia awet bertahan," kata seorang analis Pentagon. Salah satu alasan Amerika menghukum Kuba adalah karena sikap Castro, menurut Amerika, tak menghargai hak asasi. Castro juga dilihat tak mengizinkan adanya oposisi. Setiap kali ada hukuman terhadap pembangkang politik, apalagi hukuman mati, oleh Amerika dipandang sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Contoh yang mengundang ramai adalah hukuman terhadap Jenderal Arnaldo Ochoa Sanchez. Pada tahun 1989, Jenderal Ochoa, pejabat yang populer dan banyak mendapat tanda jasa itu, dihukum tembak. Ia didakwa terlibat dalam penyelundupan heroin. Tapi banyak yang menduga, itu hanya alasan yang dibuat-buat. Itu bukan satu-satunya penembakan. Hampir bersamaan waktunya, Eduardo Diaz Betancourt, 38 tahun, dihukum tembak. Eduardo adalah warga Kuba yang tinggal di Miami. Dengan perahu karet ia mendarat di pantai timur Kuba. Mereka nahas, tertangkap oleh pasukan pemerintah, ketika sedang memegang bedil dan bahan peledak di tangan. Eduardo dihukum tembak, sedangkan dua temannya dipenjara 30 tahun. Pada tahun kematian Eduardo itu, 60 orang aktivis hak asasi manusia dimasukkan ke bui. Sikap politik anti Castro yang dilarang itu barangkali muncul karena kebebasan pendapat amat dibatasi di Kuba. Pemerintah hanya mengizinkan paham sosialisme dan partai komunis yang hidup. Paham sosialisme pun seperti ideologi suci yang tak boleh diutak-atik. Ketika perekonomian Kuba morat-marit akibat embargo, Castro malah lantang berpidato di mana-mana, dan menyalahkan Amerika sebagai penyebab segala bencana. "Kita hanya menghadapi satu pilihan: sosialisme atau mati!" Artinya, bila tak setuju sosialisme, ya, silakan menjadi pembangkang. Yang memilih menjadi pembangkang antara lain adalah Alina Fernandez Revuelta. Pembangkangan Alina terasa istimewa karena ia adalah anak Fidel Castro dari hubungannya dengan artis Nati Revuelta. Alina lari ke Amerika Serikat. Tapi, yang membikin orang Kuba lebih terkejut lagi, belum selesai soal Alina, tiba- tiba, Alina yang lain minta suaka pula. Kali ini Alina Maria Salgado, cucu Fidel Castro alias anak Alina Fernandez. Gadis berumur 16 tahun ini meninggalkan Kuba karena ingin menyusul ibunya. Barangkali karena motivasinya urusan pribadi, maka sang kakek menyediakan pesawat carter. Persoalan pribadi pula yang membuat Manuel Lopez, 32 tahun, bekas juara nasional taekwondo Kuba, memilih jadi pembangkang. Dari 1982 sampai 1988 ia tercatat sebagai anggota tim nasional. Namun, setelah ia menolak memutuskan hubungan asmaranya dengan seorang wanita bersuami, ia tak mendapat izin ke luar negeri. Akhirnya ia meninggalkan timnya. Semua ini menyebabkan ia bergabung dengan dua kelompok pembangkang politik, Democratic Socialists dan Civic Current -- partai yang tak diakui pemerintah, karena yang direstui hanya Partai Komunis Kuba. Menjadi pembangkang, itulah sikap yang dipilih oleh Eloy Gutierrez Menoyo, yang tahun 1961 lari ke Amerika Serikat. Bekas teman Castro ini mendirikan kantor Cambio Cubano, organisasi kelompok borjuis Kuba, di Miami. Di kalangan orang Kuba di Florida, Cambio Cubano jelas kalah populer dibandingkan dengan Yayasan Nasional Kuba-Amerika milik Mas Canosa, namun pendukungnya terus berkembang. Konon, Cambio Cubano lebih demokratis ketimbang Yayasan Nasional Kuba-Amerika yang didominasi Mas Canosa. Pada masa revolusi, Menoyo bergabung dengan kekuatan revolusi untuk menggulingkan Batista bersama-sama dengan Castro. "Castro berbicara tentang revolusi pohon kelapa, tanpa teror, dan revolusi seperti itulah yang didukung oleh 90% rakyat Kuba," kenang Menoyo. Tetapi Castro kemudian menyimpang dari gagasan itu dan, menurut Menoyo, mulai melancarkan recvolusi pribadinya. "Seperti yang kita lihat, Castro menjadi pengkhianat pertama dari revolusi Kuba," tambahnya. Karena merasa dikhianati Castro itu, Menoyo menyeberang ke pantai Florida dan mendirikan gerakan bawah tanah Alpha 66, sebuah kelompok teroris anti Castro. Setelah menggalang kekuatan di Miami, pada tahun 1965 Menoyo masuk kembali ke Kuba. Tujuannya, mencoba menyulut kerusuhan anti pemerintah. Namun gerakan itu gagal, dan Menoyo tertangkap. Setelah beberapa hari diinterogasi, Menoyo kedatangan tamu istimewa, Fidel Castro. "Waktu itu ia berkata, 'Eloy, aku tahu kau akan datang dan aku tahu aku akan menangkapmu. Kau tahu kami akan menembakmu'," cerita Menoyo, yang malah menantang Castro. "Kalau kau menembakku, aku akan berterima kasih," kata Menoyo. Belakangan Menoyo tidak jadi dieksekusi karena Castro mengajukan tawaran untuk berdamai, yaitu Menoyo membuat pernyataan di televisi bahwa para petani menentang kerusuhan yang disulut Menoyo dan bahwa manuel Artime -- orang yang pernah ditunjuk CIA untuk menggantikan Castro -- tidak sedang merencanakan kerusuhan. Menoyo tentu saja tidak keberatan dengan dua pernyataan itu. Sedangkan reaksi Castro dingin saja. "Fidel mengatakan ia mau pergi makan," cerita Menoyo. Setelah terkungkung di penjara selama 22 tahun, Menoyo akhirnya bebas dan langsung menuju Miami. "Salah satu jalan keluar di Kuba adalah membawa demokrasi ke negeri itu," kata Menoyo dengan sedikit marah. "Hanya itulah jalan yang terbaik bagi Castro untuk menutup halaman ini dalam buku sejarah." Castro sampai saat ini masih yakin pada revolusi yang damai, dan ia membantah keterlibatannya dengan kelompok garis keras Alpha 66. Salah satu anggota kelompok Alpha 66 yang masih tetap bercita- cita menjatuhkan Castro adalah Andres Nazario Sargen (65 tahun). Menurut Sargen, nama Alpha dipilih karena Alpha merupakan huruf awal dalam abjad Yunani. "Itu melambangkan awal dari masa depan. Dan 66 karena pada pertemuan pertama ada 66 orang yang hadir," kata Sargen, yang sudah tinggal di Miami selama 30 tahun dan belum juga bisa berbahasa Inggris. Di markas Alpha 66, di kawasan Little Havana -- sebuah kawasan permukiman orang-orang Kuba di Miami -- para penentang Castro berkumpul dengan seragam militer. Setiap anggota Alpha 66, termasuk wanita, diharuskan mengikuti latihan militer selama tiga bulan. Sekarang Alpha 66 mengklaim punya 2.000 pasukan cadangan yang siap masuk ke Kuba untuk menghantan Castro. Progam Alpha 66 memang jelas untuk menjatuhkan Castro dengan jalan apa pun. Sekarang, menurut Sargen, cara perang gerilya seperti yang sudah berulang kali mereka lancarkan di Kuba sudah tak bisa diandalkan. Alpha 66 sekarang mencoba kekuatan komando kecil. Dengan kehadiran komando-komando kecil yang bertugas melakukan sabotase, orang-orang Kuba akan tetap tahu bahwa ada kekuatan oposisi yang berani menentang Castro. Untuk mencapai kejatuhan Castro, Alpha 66 juga mengirimkan surat ke 100 kedutaan besar di AS. Isinya mengingatkan agar warga negara yang berlibur ke Kuba siap menghadapi bahaya. Pemerintah Castro memang sedang mempromosikan turisme di Kuba untuk menjaring devisa. Dan Alpha 66 secara tegas menentang turisme. "Bisa kau bayangkan, hanya dengan US$ 300, kau bisa terbang dari Meksiko ke Havana dan menghabiskan waktu selama satu minggu di sebuah hotel yang baik dan bisa memesan udang dan wanita sebanyak yang kau mau," kata Sargen dengan nada marah. Namun sampai saat ini Alpha 66 belum juga berhasil menggulingkan Castro. Begitu juga Yayasan Nasional Kuba-Amerika yang dipimpin Mas Canosa. Padahal dari kantornya di kawasan industri Miami, Amerika Serikat, Canosa sampai membentuk sebuah komite yang terdiri dari pengusaha, ahli hukum, dan eksekutif perusahaan. Komite itu merancang cetak biru untuk menyusun ulang perekonomian Kuba, yang diperkirakan bakal menelan dana US$ 15 miliar. Rencananya, setelah Castro jatuh, "korps ekonomi" yang terdiri 10 ribu orang akan diterjunkan. Mereka bertugas menyebarluaskan paham pasar bebas ke masyarakat yang sudah puluhan tahun dicekoki ajaran komunis itu. Dewasa ini, kaset rekaman yang menguraikan konsep Mas Canosa banyak yang diselundupkan ke Kuba. Akankah impian Mas Canosa untuk menjadi presiden Kuba terkabul? Ini tampaknya sulit tercapai. Ia banyak mendapat tentangan baik dari teman-temannya di pengasingan maupun rakyat Kuba di dalam negeri. Raul Masvidal, seorang bankir yang ikut mendirikan yayasan bersama Canosa, mengecamnya sebagai seorang diktator. "Dia selalu mementingkan diri sendiri. Bagi saya, dia adalah seorang diktator yang sedang tumbuh," katanya. Tujuh tahun lalu, Raul terlibat konflik kepemimpinan dengan Canosa. Raul tersingkir, dan sejak itu dia meninggalkan yayasan yang didirikan bersama Mas Canosa tadi. Seorang temannya yang lain melihat Canosa tak ubahnya seperti Fidel Castro: marah kalau dikritik, keras kepala. Ini memang ada buktinya. Orang yang berbeda pendapat dengannya langsung dicaci sebagai komunis. Pernah ada seorang politikus Miami yang mengkritiknya soal pembangunan sebuah real estate. Kontan Canosa berang, dan si politikus tadi ditantangnya duel di jalanan. Sementara itu, rakyat Kuba di dalam negeri tampaknya sudah lupa pada orang-orang yang lari meninggalkan Kuba sejak puluhan tahun lampau itu. "Kalau Castro meninggal, ya, saya memilih dipimpin orang dalam saja," kata seorang warga. Liston P. Siregar dan Iwan Qodar Himawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus