Setiap pagi, Menteri Luar Negeri Kuba, Roberto Robaina, mengayuh sepedanya ke kantor. Di negeri sosialis yang sedang kekurangan bahan bakar minyak itu, sepeda memang menjadi angkutan utama sehari-hari. Bedanya dengan rakyat Kuba umumnya, Robaina selalu diikuti seorang pengawal di belakangnya. Dan Robaina, yang masih berusia 37 tahun, sengaja memilih sepeda sebagai contoh untuk kaum muda Kuba lainnya. Tiba di kantor, ia lepas kaus oblongnya yang sudah berpeluh dan mengganti dengan kaus oblong lain berwarna hitam. Ia mengatakan tidak mau mati saat mengenakan guayabera, pakaian tradisonal yang banyak dipakai orang tua di Kuba. Dengan gayanya itu, Robaina lebih cocok menjadi manajer kelompok musik rok daripada menjadi seorang model penganut Marxisme. Sebenarnya orang-orang di Kuba terkejut juga ketika Castro menunjuk Robaina, bekas guru matematika yang hanya menguasai bahasa Spanyol, menjadi menteri luar negeri. Tapi tak ada yang berani protes. Hanya saja, terdengar juga lelucon bagaimana nanti Robaina berpakaian kalau ia harus muncul dalam sidang PBB. Sementara itu, diplomat AS di Kuba menjuluki Robaina sebagai orang yang dinamis tapi dungu. Bagi Castro sendiri tak ada masalah. "Kita butuh orang-orang muda," katanya. Penunjukan Robaina sebagai menteri luar negeri hanyalah salah satu bukti dari kebijakan Castro untuk mengandalkan para pemuda Marxis atau yang disebut yummies. Mereka umumnya masih bayi atau anak kecil di sekolah ketika pada tahun 1956 kelompok sosialis-revolusioner pimpinan Castro turun dari Pegunungan Sierra Mastra, dan berhasil menggulingkan pemerintahan Jenderal Fulgencia Batista. Kini dalam usia 30 sampai 40 tahun, mereka sudah dipercayakan menjadi pemimpin. Generasi muda lain yang sering jadi bahan pembicaraan di Kuba adalah Carlos Lage (41 tahun). Bekas dokter anak-anak yang juga mengayuh sepeda ke kantor ini agaknya perlu bekerja keras untuk menarik investor asing ke Kuba, dan melepas beberapa program liberalisasi ekonomi yang masih terbatas. Dengan posisi sebagai menteri ekonomi, Lage tampaknya bisa disebut orang terpenting ketiga di Kuba saat ini, setelah Fidel Castro dan adiknya, Raul Castro. Sementara itu, Concepcion Campa dalam usia 41 tahun sudah dipromosikan menjadi anggota Politbiro. Sehari-hari, ahli biokimia itu memimpin Finlay Institute yang sedang berusaha menemukan vaksin baru untuk radang selaput otak. Campa bertugas di Politbiro bersama-sama dengan Abel Prieto (42 tahun) yang berambut panjang. Prioet memang seorang seniman yang juga diberi tugas lain sebagai pemimpin organisasi penulis dan seniman Kuba. Masih ada lagi Jesus Martinez, yang sudah diminta memimpin koran komunis Juventud Belde pada usianya yang masih 35 tahun. Martinez diharap bisa memberikan gaya penulisan baru yang lebih menarik bagi pembaca generasi muda. Lantas Felipe Perez Roque, 28 tahun, seorang insinyur mesin, diberi kepercayaan menjadi pemimpin staf pribadi Castro. Sebenarnya, para generasi muda itu menyadari bahwa perubahan iklim politik di Kuba sebagai hal yang tak dapat dihindari di masa depan. Namun mereka ingin agar perubahan yang terjadi itu berada di bawah kontrol mereka, bukan ditentukan oleh para pembangkang yang kini sedang berada di Miami. Dan untuk itu, mereka tampaknya ingin menempuh perubahan ekonomi sebelum perubahan politik, seperti yang terjadi di Cina. Bukan seperti Mikhail Gorbachev, yang melepas reformasi politik terlebih dahulu, yang justru membawa perpecahan Uni Soviet. "Partai-partai komunis di seluruh dunia menghadapi dilema yang sama, yaitu urutan reformasi," kata Pedro Monreal, 35 tahun. Monreal, ahli ekonomi, terpilih sebagai salah satu anggota di Majelis Nasional. "Dalam kasus Kuba, pilihannya adalah menempuh reformasi ekonomi sebagai langkah pertama. Dan hal itu akan mengubah negara," tutur Monreal. Itu agaknya bisa menjadi petunjuk bahwa perubahan politik di Kuba tidak akan berlangsung dalam waktu dekat ini. Banyak juga pandangan sinis terhadap kader-kader muda Castro, yang kabarnya akan lebih banyak lagi yang menduduki kursi menteri. Orang-orang tua tak yakin pada kemampuan anak-anak muda itu untuk memimpin Kuba, dan melihat bahwa kepentingan mereka semata-mata memanfaatkan hubungan dengan Castro sekadar untuk mendapat keuntungan pribadi. "Banyak orang di Kuba melihat krisis ekonomi di Kuba sebagai kesempatan. Robaina dan Lage adalah penerus Castro. Mereka sadar bahwa mereka harus membuka pintu Kuba, tetapi mereka ingin berkuasa sebelum itu," kata seorang anggota Partai Komunis Kuba.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini