Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Keracunan di galela

Dua tahun bekerja di bawah siraman pestisida, banyak karyawan perkebunan pisang keracunan. mereka kudisan atau menderita radang paru-paru.

7 Mei 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMPROTAN dari udara dua minggu dalam sebulan - selama dua tahun berturut-turut - telah mendatangkan malapetaka atas warga Galela di Halmahera, Maluku Utara. Bagaikan petani bawang merah di Brebes, Jawa Tengah, yang keracunan pestisida (TEMPO, 9 Oktober 1993), pekerja di perkebunan pisang di Galela juga menunjukkan tanda-tanda keracunan. Kalaupun ada bedanya, petani bawang mengalami pusing, mual, dan muntah-muntah, sedangkan pekerja di perkebunan pisang milik PT Global Agronusa Industri (PT GAI) dihinggapi penyakit kudis dan radang paru-paru. Sumber penyakit adalah pestisida - dalam hal ini campuran redentisida, fungisida, dan insektisida - yang aman bagi tumbuh-tumbuhan tapi berbahaya bagi manusia. Gejala yang dialami petani bawang Brebes sudah diteliti oleh FAO (Food and Agriculture Organization), sedangkan keluhan pekerja di Galela belum diteliti oleh lembaga mana pun juga. Bahkan pihak PT GAI - anak perusahaan Sinar Mas Group yang memiliki perusahaan ini - berusaha menutup-nutupi masalah keracunan itu. Padahal, kegiatan penyemprotan pestisida secara rutin dilakukan sejak tahun 1992. Memang, pada pagi hari sebuah pesawat ringan buatan Selandia Baru melayang-layang di atas perkebunan pisang seluas 3.000 hektare yang terhampar di Dusun Ngidiho, Simau, dan Dokulamo. Selama tiga jam pesawat itu terbang bolak-balik, menyemburkan bahan pestisida ke arah pohon-pohon pisang cavendish milik PT GAI. Celakanya, 3.000 pekerja PT GAI juga tersiram pestisida. Setidaknya, mereka menghirup gasnya yang beracun, karena perusahaan tak menyediakan masker pelindung. Apalagi pesawat penyemprot terbang rendah, hanya lima meter di atas tanah. Kini, diperkirakan tak kurang dari 600 karyawan PT GAI dihinggapi kudis, gatal-gatal, dan radang paru-paru. Mereka pun menjadi pelanggan puskesmas. Sekitar 400 warga desa sekitar perkebunan - antara lain siswa sekolah dasar - juga tak luput dari gejala serupa. "Penyakit mereka disebabkan oleh racun serangga dari pesawat itu, yang terbawa angin ke perkampungan," kata mantri kesehatan di Galela. Akibat yang lebih fatal tak pula terhindarkan. Seorang pekerja yang bertugas memegang bendera aba-aba bagi naik- turunnya pesawat meninggal akibat terlalu banyak menghirup pestisida yang disemprotkan. Pekerja lainnya, Sahajuan Pabidabi, 22 tahun, tewas pada suatu pagi, saat bertugas mencampur ketiga jenis racun serangga itu. Tentu saja, pekerja dan penduduk sekitar merasa khawatir. Namun, PT GAI seakan tak peduli. Setiap kali pesawat melintas, para pekerja pontang-panting menyelamatkan diri atau menutup mata dan hidungnya. Dampak semprotan pestisida bisa terlihat di kaca mobil atau kaca rumah penduduk. Beberapa saat sesudah penyemprotan, kaca jendela akan dilapisi bercak pestisida warna pelangi. Penduduk lalu menduga, bercak-bercak pestisida itulah yang merusakkan daun kelapa mereka. Sejauh ini belum ada tanggapan serius mengenai kasus ini, baik dari PT GAI maupun pemerintah setempat. Menurut Dharmanusa, Kepala Divisi Personalia PT GAI, dampak penyemprotan pestisida tidaklah separah yang dilaporkan penduduk. Katanya lagi, penyemprotan itu sudah diperhitungkan dengan matang, sehingga dampak negatif bisa dikurangi. Lalu ia memberi contoh, bahwa penyemprotan dilakukan pukul 05.30 hingga 07.30, saat belum ada tiupan angin. Padahal, menurut para pekerja, penyemprotan berlangsung pukul 07.00 sampai 10.00. Kasus ini juga sempat dibicarakan di kalangan Muspika (Musyawarah Pimpinan Kota) Maluku Utara, malahan dijadikan studi kasus dalam penataran masalah lingkungan dan amdal (analisa dampak lingkungan) se-Maluku Utara. Tapi, menurut sebuah sumber, tampaknya kasus ini macet di biro lingkungan hidup Pemda Tingkat I Maluku. "Kami masih belum turun tangan karena beritanya masih simpang-siur," kata Sudirman Gani, Camat Galela. Sebenarnya, masih belum jelas hama apa yang menyerang perkebunan pisang cavendish milik PT GAI itu. "Tapi kalau metode penyemprotannya berkesinambungan begitu, dua minggu terus-menerus setiap bulan, bisa-bisa hamanya tahan pestisida," kata Kasumbogo Untung, Ketua Komisi Perlindungan Tanaman Departemen Pertanian. Diakuinya, dampak negatif dari pestisida selalu ada, terlebih bila yang digunakan adalah jenis pestisida yang dilarang. Saat ini, menurut Untung, metode penyemprotan berkesinambungan yang dilakukan PT GAI dianggap tidak efektif. Departemen Pertanian sudah mulai mengembangkan teknik penyemprotan yang selektif, yaitu mengacu pada satu jenis hama tertentu dan digunakan seperlunya. "Jadi, selain biayanya murah, juga aman bagi lingkungan," kata Untung. Sedangkan penyemprotan oleh PT GAI, selain memacu biaya operasional tinggi - butuh jutaan rupiah - juga tidak efektif karena hama menjadi kebal. Yang jelas, PT GAI tak bersedia menunjukkan surat izin penyemprotan udara (aerial spray). Dan ada satu hal lain. Penduduk melaporkan, limbah pisang dari PT GAI ditumpuk di Sungai Tiabo, dan cairan kimia pembersih pisang mencemari sungai itu. PT GAI juga tak punya tempat pembuangan akhir, sehingga pisang yang tak bisa diekspor ditumpuk memenuhi jalan sepanjang 0,5 km dan menimbulkan bau busuk yang menyengat. Segala ketidakberesan ini - mulai dari keracunan pestisida sampai pencemaran sungai - sudah sangat mencolok. Kalau tidak ditangani juga, tentu Kantor Menteri Lingkungan Hidup di Jakarta tak bisa berdiam diri saja.Nunik Iswardhani dan Mochtar Touwe (Ambon)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum