Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pembagian IUP untuk Ormas Demi Membayar Utang Politik Jokowi

Luhut Pandjaitan dan Bahlil Lahadalia berseteru soal pembagian izin usaha pertambangan (IUP). Demi memenuhi janji Jokowi. 

14 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menko Marves Luhut Panjaitan dan Kepala BKPM Bahlil Lahadila saat menghadiri working lunch dengan sejumlah CEO perusahaan Korea Selatan di Busan, Korea Selatan, November 2019. BPMI Setpres/Laily Rachev

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DISAKSIKAN oleh Presiden Joko Widodo, dua menteri berdebat sengit di Istana Negara, Jakarta, pada 13 Maret 2024. Luhut Pandjaitan, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, serta Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, meributkan rencana pemberian izin usaha pertambangan atau IUP khusus (IUPK) kepada organisasi kemasyarakatan.

Kepada Tempo di rumah dinasnya pada Jumat, 22 Maret 2024, Bahlil tak membantah jika disebut ada perdebatan dengan Luhut dalam pembahasan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara itu. “Dalam rapat itu biasa ada perdebatan, pasti ada dialektika,” kata Bahlil.

Dua pejabat yang mengetahui isi rapat di Istana bercerita, Bahlil ngotot memberikan wilayah izin usaha pertambangan khusus atau WIUPK untuk badan usaha milik ormas. Pembagian WIUPK itu akan diselipkan dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021. Ide itu ditentang oleh Luhut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia (kanan) memasuki ruangan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 1 April 2024. Antara/Aditya Pradana Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Narasumber yang sama bercerita, Luhut menyatakan rencana Bahlil bertentangan dengan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara atau Undang-Undang Minerba. Ia menyebutkan ada kemungkinan organisasi kemasyarakatan berbondong-bondong mengajukan permohonan izin pertambangan jika ada satu ormas saja mendapatkannya.

Saking sengitnya perdebatan itu, Luhut menuding Bahlil memiliki konflik kepentingan dalam pemberian WIUPK untuk organisasi kemasyarakatan. Ia menyinggung soal kisruh pencabutan izin tambang yang melibatkan Bahlil, bekas Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia.

Liputan investigasi Tempo yang diterbitkan pada awal Maret 2024 menyebutkan Bahlil dan orang-orang dekatnya ditengarai meminta upeti untuk menghidupkan kembali IUP yang telah dicabutnya. Besarnya Rp 5-25 miliar atau saham perusahaan yang izinnya dicabut sebesar 30 persen. Namun Bahlil membantah hasil investigasi tersebut. “Itu tidak benar,” ujarnya.

Rapat di Istana diikuti juga oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, serta Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir. Pratikno, menurut dua narasumber, berada di belakang Bahlil dan mendukung rencana revisi PP Nomor 96 Tahun 2021.

Kementerian Sekretariat Negara telah menyusun draf revisi PP Nomor 96, yaitu menambahkan Pasal 75A yang mengatur pemberian WIUPK secara prioritas untuk badan usaha milik ormas. Pada 5 Februari 2024, Sekretariat Negara memberikan draf revisi peraturan pemerintah itu kepada para menteri terkait untuk dibahas di lembaga mereka.

Pasal 75A ditengarai membuat tensi Luhut naik. Ia mengatakan Undang-Undang Minerba menyatakan pemberian WIUPK diprioritaskan kepada badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah. Apabila perusahaan pelat merah tak berminat, WIUPK diberikan kepada swasta.

Luhut tak menutup kemungkinan WIUPK diberikan kepada organisasi kemasyarakatan. Namun, “Pemberian kepada badan usaha swasta harus melalui lelang,” kata Luhut lewat jawaban tertulis kepada Tempo, Jumat, 5 April 2024.

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi menyampaikan sambutan dalam peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung Waduk Muara Nusa Dua di Badung, Bali, November 2022. Antara/Media Center G20 Indonesia/Aditya Pradana Putra

Dalam rapat di Istana, Luhut didukung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif yang emoh memberi izin tambang untuk ormas. Arifin menyatakan pemberian IUP itu tak ada dasar hukumnya. Arifin waswas di kemudian hari timbul persoalan hukum dalam pemberian izin tambang untuk ormas. Adapun menteri lain memilih netral dalam rapat terbatas itu. 

Arifin membenarkan kabar ihwal adanya perdebatan dalam revisi PP Nomor 96 Tahun 2021. Menurut dia, setiap pembahasan aturan selalu ada silang pendapat agar peraturan makin lengkap. Soal ia ogah memberi izin tambang untuk ormas, Arifin menjawab serupa dengan Luhut. “Pemberian izin harus sesuai dengan undang-undang,” ucap Arifin dalam jawaban tertulis, 21 Maret 2024. 

Adapun Bahlil Lahadalia mendapat sokongan dari Presiden Jokowi dalam rapat terbatas. Dua pejabat di lingkaran Istana mengatakan Luhut bahkan mengingatkan Presiden agar tak memberikan WIUPK kepada ormas tanpa melalui lelang karena legitimasinya lemah. Bila digugat di pengadilan, pemerintah akan keok.

Sumber yang sama bercerita, Luhut juga mengungkapkan agar Jokowi lengser dengan mulus tanpa tersandung masalah di kemudian hari. Dalam wawancara tertulis dengan Tempo, Luhut tak menyangkal soal pernyataannya di Istana. Ia mengklaim tak alergi jika ormas yang berkontribusi terhadap negara mendapat izin tambang, tapi tetap harus sesuai dengan aturan.

Rapat terbatas di Istana Negara pada 13 Maret 2024 tak membuahkan kesimpulan. Sepekan kemudian, 20 Maret 2024, jajaran eselon I sejumlah kementerian mengikuti dua rapat di Kementerian Sekretariat Negara dan di Kementerian Investasi sehari kemudian. Dua rapat itu memutuskan menghapus Pasal 75A karena mendapat resistansi dari Menteri Arifin Tasrif dan Menteri Luhut Pandjaitan. 

Sebagai penggantinya, muncul satu paragraf baru dalam revisi PP Nomor 96 Tahun 2021, yakni paragraf 3 soal prioritas pemberian WIUPK. Juga disisipkannya Pasal 83A di antara Pasal 83 dan 84 dalam PP Nomor 96 Tahun 2021 untuk melunakkan Arifin dan Luhut. 

Dalam dokumen permintaan paraf ulang naskah revisi PP Nomor 96 Tahun 2021 berkop Menteri Sekretaris Negara pada 26 Maret 2024 yang diperoleh Tempo, Pasal 83A cukup berbeda dengan Pasal 75A. Pasal 83A spesifik menyebutkan organisasi kemasyarakatan yang akan mendapatkan WIUPK adalah ormas keagamaan.

Perubahan lain adalah WIUPK yang akan diberikan terbatas untuk konsesi eks perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Artinya, WIUPK yang akan dikasih ke ormas keagamaan hanya untuk komoditas batu bara. 

Menteri Energi Arifin Tasrif yang menolak draf pertama lantas melunak. Ia disebut-sebut telah memberi paraf atas draf revisi terbaru. Menurut narasumber yang sama, Arifin ingin revisi PP Nomor 96 segera tuntas lantaran aturan itu menyangkut perpanjangan kontrak dan divestasi PT Freeport Indonesia.

Hingga Sabtu, 6 April 2024, Arifin tak merespons pertanyaan yang dikirimkan Tempo soal persetujuannya. Namun, sebelumnya, ia menyatakan izin tambang diberikan kepada setiap badan usaha yang memiliki modal serta keahlian menambang.

Adapun Pratikno hakulyakin semua menteri akan bersepakat soal revisi PP Nomor 96 Tahun 2021. Ia menyatakan revisi itu telah melalui berbagai diskusi untuk mendapat rumusan terbaik. “Akhirnya menteri-menteri terkait akan diminta paraf. Kalau paraf ya pasti setuju,” tutur Pratikno di Istana Negara, Rabu, 3 April 2024.

Namun Luhut Pandjaitan tetap tak setuju. Lagi-lagi ia mengatakan pemberian izin tambang harus sesuai dengan Undang-Undang Minerba, yakni melalui lelang. Luhut waswas jika izin tambang diberikan untuk ormas keagamaan yang akan menggarap justru pihak swasta. “Ini hanya akan dimanfaatkan oleh segelintir orang, bukan untuk kemaslahatan umat mereka,” katanya.

Luhut memberikan alternatif agar ormas keagamaan bisa mendapatkan izin tambang, yakni kerja sama dengan BUMN atau BUMD dalam bentuk kepemilikan saham. Nantinya ormas keagamaan dapat mengakuisisi saham yang dimiliki BUMN atau BUMD setelah mereka memiliki kemampuan modal dan teknis. 

Dengan pola kerja sama itu, pemerintah bisa memastikan keuntungan dari konsesi tambang digunakan untuk mendukung kegiatan ormas. Luhut beralasan kegiatan pertambangan membutuhkan modal jumbo, apalagi untuk menambang batu bara.

Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi menghitung modal menambang batu bara minimal Rp 100 miliar. “Perlu dipikirkan cara membantu ormas agar bisa mengelola dengan baik konsesi tambang sehingga memperoleh manfaat yang maksimal,” ucap Luhut.

•••

REVISI Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 berawal dari janji Presiden Jokowi kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Dalam pidatonya di Muktamar Nahdlatul Ulama Ke-34 di Lampung pada Desember 2021, Jokowi menawarkan konsesi pertanian hingga tambang kepada generasi muda organisasi kemasyarakatan itu.

“Saya juga menyiapkan konsesi minerba, yang ingin bergerak di usaha-usaha nikel misalnya, usaha-usaha batu bara, usaha-usaha bauksit, usaha-usaha tembaga, silakan,” kata Jokowi dalam pidatonya. Sejumlah politikus, termasuk di lingkaran Istana, mengatakan ucapan Jokowi itu bertujuan menggaet suara nahdliyin dalam pemilihan presiden atau pilpres 2024.

Sebulan setelah menjanjikan konsesi untuk PBNU, Jokowi menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi pada Januari 2022. Ia menunjuk Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia memimpin satgas itu. Tugas utama satgas adalah mencabut izin tambang yang tak produktif. 

Belakangan, Jokowi mendukung Prabowo Subianto yang berpasangan dengan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka. Pada November 2023, Prabowo juga menyebutkan rencana pembagian izin usaha pertambangan bekas milik swasta untuk PBNU. Ia menyatakan pemerintah sudah mencabut 2.600 izin tambang dari swasta. 

“Sudah diberikan, pertama ke PBNU. Itu pancing-pancing yang akan dibagi,” ujar Prabowo dalam acara bertajuk “Diskusi Bersama Perwakilan Kiai Kampung se-Indonesia” di Malang, Jawa Timur.

PBNU ditengarai diam-diam mendukung Prabowo-Gibran. Pada awal Januari 2024, PBNU mengarahkan pengurus wilayah dan cabang NU untuk memilih pasangan itu. Namun, dalam wawancara khusus dengan Tempo, Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf membantah ada upaya menggerakkan struktur pengurus untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

Nelayan melintas di dekat tongkang batu bara yang melintas di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur, 12 Januari 2024. Tempo/Hilman Fathurrahman W

Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar NU Rahmat Hidayat Pulungan pada 1 Maret 2024 menyatakan lembaganya telah mengajukan permohonan izin usaha pertambangan kepada pemerintah, yaitu mengelola bekas wilayah konsesi milik PT Kaltim Prima Coal, Kalimantan Timur. Namun hingga sekarang permohonan tersebut terganjal karena belum mendapat persetujuan pemerintah. 

Salah satu pemegang saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) adalah perusahaan milik keluarga Aburizal Bakrie, PT Bumi Resources. Perusahaan ini memegang konsesi perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara atau PKP2B yang berakhir pada Desember 2021. Awal 2022, KPC mendapatkan perpanjangan masa operasional, tapi wilayah konsesinya menciut dari 84.938 hektare menjadi 61.543 hektare.

Eks lahan KPC seluas lebih dari 20 ribu hektare itu yang digadang-gadang diserahkan kepada PBNU. Seorang pejabat di Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi mengatakan alasan NU mengincar lahan eks KPC adalah kandungan batu bara di sana lebih dari 150 juta ton. Menurut dia, biasanya kandungan di lahan eks PKP2B lebih bagus ketimbang di wilayah konsesi lain. 

Juru bicara keluarga Aburizal Bakrie, Lalu Mara Satriawangsa, mengatakan tak tahu-menahu soal bisnis KPC. Ia meminta Tempo menghubungi langsung manajemen Bumi Resources. Adapun Direktur PT Bumi Resources Dileep Srivastava hanya menjawab singkat. “Silakan tanya langsung ke Kementerian ESDM,” ujarnya pada Jumat, 5 April 2024. 

Pemerintah juga menciutkan wilayah konsesi perusahaan pemegang PKP2B milik keluarga Aburizal Bakrie lainnya di Kalimantan Selatan. PT Arutmin Indonesia, anak usaha PT Bumi Resources, semula memiliki wilayah konsesi seluas 57.107 hektare, tapi kini tinggal 22.900 hektare. 

Masalahnya, rencana pemberian konsesi eks PKP2B kepada PBNU melanggar Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara atau Minerba. Dalam Undang-Undang Minerba, eks PKP2B ditetapkan sebagai wilayah izin usaha pertambangan khusus yang akan diberikan secara prioritas kepada BUMN dan BUMD. Kalaupun diberikan kepada badan usaha swasta, termasuk milik ormas, wajib melalui lelang. Menteri Luhut Pandjaitan tak sepakat memberikan konsesi tanpa lelang. 

Luhut dikenal dekat dengan Aburizal Bakrie. Sejumlah politikus dan pengusaha yang ditemui Tempo bercerita, Luhut mempelajari bisnis batu bara dari Aburizal, yang juga koleganya di Partai Golkar. Kini keduanya mendukung Airlangga Hartarto untuk kembali menjadi Ketua Umum Golkar. Adapun Jokowi disebut menginginkan Bahlil Lahadalia menggantikan Airlangga.

Lalu Mara Satriawangsa mengaku tak tahu-menahu ihwal penolakan Luhut terhadap pembagian konsesi tambang. Sedangkan Luhut menyangkal jika penolakan itu disebut terkait dengan Aburizal. Ia menyatakan lahan KPC yang diciutkan menjadi wilayah izin usaha pertambangan khusus telah berada di bawah kendali pemerintah.

“Pemerintah memberikan WIUPK secara prioritas kepada BUMN atau BUMD. Tidak ada hubungannya dengan Aburizal Bakrie,” ucap Luhut dalam wawancara tertulis dengan Tempo pada Jumat, 5 April 2024.

•••

SETELAH memimpin Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi, Bahlil Lahadalia mencabut 1.749 izin tambang mineral dan 302 izin tambang batu bara. Total luas izin tambang yang dicabut Bahlil mencapai 3,198 juta hektare, hampir 50 kali luas Jakarta. Belakangan, 480 izin tambang mineral dan 86 izin tambang batu bara hidup kembali.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan ide mencabut izin tambang mengemuka sejak 2021, setelah kewenangan beralih dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Kementerian ESDM kemudian mengevaluasi izin tambang yang tak produktif. “Hasil evaluasi kami sampaikan ke Presiden untuk mendapatkan arahan selanjutnya,” kata Arifin.

Masalahnya, pencabutan izin tambang oleh satgas yang dipimpin Bahlil ditengarai melanggar Undang-Undang Minerba. Yang berhak mencabut izin itu adalah Menteri Energi. Pencabutan izin itu juga menuai protes dari kalangan pengusaha. Sebab, pencabutan itu dilakukan tiba-tiba dan tanpa sosialisasi. 

Salah satu konsesi yang dicabut adalah milik politikus senior Partai Golkar, Agung Laksono, di Pulau Kalimantan. Bahlil mencabut konsesi batu bara seluas 2.000 hektare milik Agung tanpa pemberitahuan. “Padahal kami sudah beroperasi,” ujar mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu kepada Tempo pada pertengahan Maret 2024.

Bahlil Lahadalia menyatakan satgas tak bertugas mensosialisasi pencabutan izin tambang kepada pengusaha. Menurut dia, wewenang satgas sebatas mengeksekusi pencabutan izin. “Feeling saya, ketika proses pencabutan, kementerian teknis sudah berkomunikasi dengan para pengusaha dan memberikan informasi awal,” tutur Bahlil kepada Tempo, 22 Maret 2024.  

Setelah izin tambang dicabut, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi pada Oktober 2023. Aturan itu memberikan kewenangan kepada satgas yang dipimpin Bahlil untuk membagikan izin tambang kepada badan usaha milik desa dan daerah, koperasi, hingga badan usaha milik organisasi kemasyarakatan. 

Sejumlah ormas pun telah mengajukan permohonan izin usaha pertambangan. Selain Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri) dan Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) mengincar konsesi tambang nikel dan batu bara di pelbagai tempat. 

Pepabri mengincar sepuluh konsesi eks milik tersangka korupsi PT Asabri, Heru Hidayat dan Rennier Latief, di Sulawesi dan Kalimantan. Sedangkan PPAD mengajukan permohonan lima izin tambang eks PT Genba Indo Resources, PT Algifari Wildan Sejahtera, PT Ocean Valley International, PT Sulawesi Resources, dan PT Harisindo Batu Mulia.

Rencana pembagian izin usaha pertambangan untuk ormas juga menuai kritik dari berbagai kalangan. Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eddy Soeparno menduga ormas yang mendapat IUP akan bekerja sama dengan perusahaan besar. Menurut dia, revisi PP Nomor 96 Tahun 2021 memungkinkan pengusaha tambang memperluas konsesi lewat ormas. “Ini kedok saja,” kata Eddy, Jumat, 5 April 2024.

Juru bicara kehutanan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, mengatakan pemberian izin tambang kepada ormas juga menambah kerusakan lingkungan. Sebab, ormas seperti Nahdlatul Ulama tak memiliki pengalaman mengelola tambang. “Yang punya pengalaman menambang saja merusak lingkungan, apalagi yang tak punya pengalaman,” ucapnya, Sabtu, 6 April 2024.

Namun Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengklaim pembagian izin usaha pertambangan untuk organisasi kemasyarakatan—meski tak memiliki kemampuan menambang—akan membantu pemerataan ekonomi. “Ormas kan persebarannya luas ke daerah-daerah,” ujar Bahlil.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Egi Adyatama, Francisca Christy Rosana, dan Daniel A. Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Balas Budi Izin Tambang"

Erwan Hermawan

Erwan Hermawan

Menjadi jurnalis di Tempo sejak 2013. Kini bertugas di Desk investigasi majalah Tempo dan meliput isu korupsi lingkungan, pangan, hingga tambang. Fellow beberapa program liputan, termasuk Rainforest Journalism Fund dari Pulitzer Center. Lulusan IPB University.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus