Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo diminta merangkul senior saat menjabat Kepala Polri.
Perkubuan di Polri pernah disinggung Jenderal Idham Azis.
Jenderal senior, meski sudah pensiun, dianggap masih berpengaruh.
MELOMPATI beberapa angkatan di atasnya, Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo ditunjuk sebagai calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Alumnus Akademi Kepolisian 1991 itu akan menggantikan Jenderal Idham Azis, angkatan 1988A, yang akan pensiun pada 30 Januari nanti.
Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Trimedya Panjaitan, mengatakan Sigit harus merangkul seniornya setelah resmi memimpin Polri. “Jangan mendahulukan teman seangkatan,” ujarnya, Rabu, 13 Januari lalu.
Sebagai Kepala Polri, menurut Trimedya, salah satu ujian bagi Sigit nanti adalah penempatan kepala kepolisian daerah di 34 provinsi. Ia menyarankan Sigit agar tidak terlalu banyak memberikan jabatan itu kepada kawan-kawannya di Akademi Kepolisian 1991. Tujuannya, agar angkatan tersebut tidak tampak mendominasi Polri.
Trimedya menyebut senioritas masih berpengaruh di Trunojoyo—sebutan bagi Markas Besar Polri. Sejumlah purnawirawan juga dianggap memiliki kuku di lingkup internal. Ia menyebut Ketua Badan Intelijen Negara Budi Gunawan; Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian; dan mantan Wakil Kepala Polri, Syafruddin, yang masing-masing memiliki adik asuh dan pengikut. “Mereka lama memimpin di sana, pasti ada gengnya,” ucap Trimedya.
Perkubuan polisi mencuat di pengujung masa dinas Kepala Polri Jenderal Idham Azis. Dalam pidatonya pada perayaan Hari Bhayangkara pada 1 Juli 2020, Jenderal Idham menyentil soliditas anak buahnya. “Polisi di Indonesia itu saya lihat kompak-kompak, tapi kayak api dalam sekam,” tutur Idham. Ia menyinggung soal persaingan pengganti dirinya dalam pidato tersebut.
Komisi Kepolisian Nasional mengajukan nama Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono, Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar, Komisaris Jenderal Agus Andrianto, Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto, dan Komisaris Jenderal Sigit kepada Presiden pada 6 Januari lalu. Di antara para kandidat, Sigit paling muda dan berasal dari angkatan paling junior.
Namun, di antara yang lain, Sigit justru yang paling dekat dengan Presiden Joko Widodo. Keduanya sudah bekerja sama sejak 2011. Sigit dianggap bagian dari “Geng Solo”, sebutan terhadap orang-orang yang pernah dekat dengan Jokowi saat menjabat Wali Kota Solo. Kedekatan tersebut disebut sebagai pertimbangan utama Jokowi dalam memilih Sigit.
Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil, mengatakan Sigit harus membuktikan bahwa dia bukan dipilih karena dekat dengan Presiden belaka. Sigit harus menunjukkannya dalam prestasi kerja. Salah satu pekerjaan rumah Sigit, menurut Nasir, adalah meningkatkan kepercayaan publik kepada Polri. Misalnya, dengan memperbaiki penanganan perkara oleh Polri yang kerap dianggap tebang pilih, seperti hanya mengusut kelompok yang kritis terhadap pemerintah. “Di bidang ini sering terjadi abuse dan diskriminatif,” ujar Nasir.
Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, mengatakan pemilihan kandidat calon Kepala Polri sudah mempertimbangkan keterwakilan angkatan dan memastikan regenerasi di tubuh Polri. “Dipimpin senior atau junior bukan masalah di Polri. Soliditas Polri tidak akan goyah.” ujarnya.
Poengky menyebutkan Sigit ditantang melanjutkan reformasi Polri. Masyarakat, menurut dia, acap melihat polisi melakukan kekerasan, arogan, dan bergaya hidup mewah. “Hal tersebut harus dikoreksi,” ucap Poengky.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono membantah kabar adanya geng para bintang di Korps Tri Brata itu. “Di Kepolisian tidak ada kelompok-kelompok. Yang ada satu institusi yang solid, mengabdi untuk bangsa dan negara,” ujar Argo.
LINDA TRIANITA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo