Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GAMBAR wajah Ganjar Pranowo bersanding dengan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar muncul di berbagai media pada Jumat, 19 Mei lalu. Hari itu mereka tampil bersama dalam acara halalbihalal di Alun-Alun Kota Manado. Muncul rumor bahwa Nasaruddin bakal mendampingi Ganjar dalam Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.
Ganjar mengklaim pertemuan dengan Nasaruddin sekadar kebetulan. Namun ia tak menutup kemungkinan jika Nasaruddin yang berasal dari kalangan Nahdlatul Ulama menjadi calon wakil presiden. “Boleh saja, saya kenal dekat,” kata Ganjar dalam wawancara khusus dengan Tempo di rumah dinas Gubernur Jawa Tengah, Puri Gedeh, Semarang, Kamis, 1 Juni lalu.
Kebersamaan Ganjar dengan Nasaruddin bukan kebetulan semata. Dua hari sebelum pertemuan mereka, bekas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, Muhammad Romahurmuziy, menemui Gubernur Sulawesi Utara yang juga Bendahara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Olly Dondokambey. Keduanya menjadi makcomblang pertemuan Ganjar dengan Nasaruddin.
Romy—panggilan Romahurmuziy—membenarkan perannya. Manuver itu bertujuan melihat reaksi publik terhadap duet Ganjar-Nasaruddin. “Ini semacam test the water,” ucap Romy kepada Tempo di rumahnya di kawasan Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu, 31 Mei lalu.
Adapun Olly mengatur teknis kedatangan Nasaruddin ke Manado. Ia mengundang Nasaruddin sebagai penceramah. Dia juga mencocokkan waktu Nasaruddin dengan Ganjar supaya keduanya dapat tampil satu panggung. “Pak Nasaruddin hanya memberi tausiah,” ujar Olly di sebuah mal di Jakarta Selatan, Jumat, 2 Juni lalu. Walau begitu, kata Olly, “Kalau cocok bisa jalan terus.”
Baca: Bagaimana Megawati Diam-diam Mendeklarasikan Ganjar Pranowo Sebagai Calon Presiden
Rencana menduetkan Ganjar Pranowo dengan tokoh senior Nahdlatul Ulama menurut sejumlah politikus partai banteng bertujuan memenuhi keinginan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Megawati disebut-sebut lebih sreg jika pendamping Ganjar merupakan nahdliyin berusia sepuh. Nasaruddin, mantan Wakil Menteri Agama, berusia 63 tahun.
Duet calon presiden dan wakil presiden dari kalangan nasionalis dan religius bakal mengulangi pemilu sebelumnya. Pada 2019, PDIP menyandingkan Joko Widodo dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia yang juga Rais Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Ma’ruf Amin. Duet nasionalis ini kerap diibaratkan seperti semangka yang berwarna hijau dan merah.
Para politikus PDIP yang ditemui Tempo bercerita, partai mereka memiliki kedekatan dengan Nasaruddin Umar. Dalam berbagai kesempatan, pengurus PDIP kerap meminta saran soal isu-isu keagamaan dari Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu. “Khotbah beliau juga sering sejalan dengan Ibu Mega, mengangkat kesetaraan perempuan,” ucap Olly.
Pun di lingkup internal PDIP, Nasaruddin yang berasal dari Bone, Sulawesi Selatan, dianggap mampu mendulang suara dari luar Jawa. Namun Olly menyatakan Megawati akan membahas calon wakil presiden pendamping Ganjar bersama partai koalisi lain. Sejauh ini baru PPP yang resmi mendukung Ganjar.
Ditemui sejumlah wartawan di Komisi Pemilihan Umum, Jakarta Pusat, pertengahan Mei lalu, Nasaruddin Umar mengaku belum ada pihak yang menawarinya menjadi calon wakil presiden. “Saya lebih enjoy mengurus umat,” katanya.
Rencana menduetkan Ganjar dengan tokoh NU menggeser dua kandidat yang disorongkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi kepada Megawati, yaitu Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno. Sejumlah politikus PDIP mengatakan gaung dua nama tersebut memudar seiring dengan sambutan anyep Megawati.
Baca: Calon Wakil Presiden untuk Ganjar dari Jokowi
Pencarian bakal calon wakil presiden berjalan sejak PDIP mendeklarasikan Ganjar di Istana Batutulis, Bogor, Jawa Barat, pada 21 April lalu. Megawati dikabarkan mengutus Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto dan Wakil Sekretaris Jenderal Ahmad Basarah untuk berkomunikasi dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Yahya Cholil Staquf.
Dalam komunikasi itu, pengurus PDIP menyatakan ingin meminta masukan nama-nama kader NU untuk mendampingi Ganjar Pranowo. Namun permintaan itu belum berbalas. Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Rahmat Hidayat Pulungan menyatakan lembaganya menghindari pertemuan yang bersifat politis.
“Suasana menjelang pemilihan presiden sangat gemuruh. Kami ingin keluar dari problem itu,” tutur Rahmat saat dihubungi, Rabu, 31 Mei lalu. Hingga Sabtu, 3 Juni lalu, Ahmad Basarah dan Hasto Kristiyanto tak merespons permintaan wawancara yang dilayangkan Tempo.
Sekretaris Koordinator Relawan Pemenangan Ganjar, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, membenarkan jika partainya disebut berkomunikasi dengan banyak pihak, termasuk PBNU. “Dengan PBNU memang belum ketemu waktunya,” kata politikus PDIP itu di Rumah Aspirasi, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Juni lalu.
Ide mengangkat tokoh NU sebagai calon wakil presiden Ganjar juga muncul dari PPP, yang kantornya bersebelahan dengan PDIP di Jalan Diponegoro. Pelaksana tugas Ketua Umum PPP, Muhamad Mardiono, menyampaikan wacana itu saat berkunjung ke kantor PDIP, 30 April lalu. Saat itu PPP baru saja mendeklarasikan Ganjar sebagai calon presiden.
Kepada Megawati Soekarnoputri, Mardiono menyebutkan calon wakil presiden Ganjar sebaiknya tokoh Islam tradisional. “Pak Mardiono beberapa kali minta maaf kepada Bu Mega kalau permintaannya terkesan memaksa,” ujar Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhammad Romahurmuziy, yang mendampingi Mardiono. Romy optimistis majunya tokoh NU akan membuat partainya mendapat efek ekor jas.
Seusai pertemuan tersebut, pengurus kedua partai kembali bertemu untuk menginventarisasi nama-nama calon wakil presiden. Dalam sebuah pertemuan di Jakarta, mereka menyimpulkan bahwa kandidat calon wakil presiden paling tidak harus memenuhi tiga dari lima kriteria, yaitu memiliki modal sosial, politik, elektoral, jaringan, dan logistik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Plt Ketum PPP Mardiono berbincang dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Kantor DPP PPP, Jakarta, 29 Mei 2023. Antara/Galih Pradipta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Romy, yang hadir dalam pertemuan pengurus dua partai itu, mengatakan modal elektoral sangat penting. Sebabnya, tingkat keterpilihan Ganjar menjelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 tak setinggi Jokowi tatkala maju sebagai calon presiden pada 2014.
Dari kriteria tersebut, muncul lima nama. Mereka adalah Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf; Rais Am PBNU KH Miftachul Akhyar; mantan Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siroj; dan Mustasyar PBNU Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya. Adapun nama Nasaruddin Umar muncul belakangan sebagai calon yang berasal dari luar Jawa.
Baca: Benarkah Jokowi Semakin Condong Mendukung Prabowo Subianto?
Para politikus PDIP dan PPP lantas berbagi peran untuk mendekati para tokoh nahdliyin. Ahmad Basarah, misalnya, diutus mendekati Yahya Staquf. Sedangkan mantan Bupati Banyuwangi yang juga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Abdullah Azwar Anas, bertugas melobi Miftachul Akhyar.
Dari Sulawesi Utara, melalui jaringan Gerakan Pemuda Ansor, Olly Dondokambey menjalin komunikasi dengan Yaqut Cholil Qoumas. Orang dekat Yaqut bercerita, Menteri Agama itu mengaku beberapa kali didatangi politikus PDIP untuk menanyakan kesediaannya menjadi kandidat calon wakil presiden Ganjar. Namun Yaqut masih menunggu perintah resmi dari PBNU.
Adapun Ganjar Pranowo menganggap pembicaraan soal calon wakil presiden terlalu pagi. Sebab, PDIP masih menunggu partai lain untuk bergabung. “Yang mau bergabung masih maju-mundur,” tuturnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Raymundus Rikang, Egi Adyatama, Hussein Abri Dongoran, dan Ima Dini Shafira berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Duet Semangka dari Diponegoro"