KOTAMADYA Sibolga di pantai barat Sumatera Utara menampilkan
sesuatu yang lain sejak lima tahun terakhir. Dari Walikotamadya
Haji Pandapotan Nasution SH yang bertugas genap lima tahun, 19
Juni kemarin, boleh dikemukakan beberapa hasil pekerjaannya.
Pandapotan memulai masa jabatannya (1974) dengan mengambil alih
tiga masalah pelik yang dihadapi Sibolga. Pertama, kegiatan
pelabuhan di sana, sebagai salah satu pintu gerbang ekspor-impor
Sumatera Utara khususnya daerah Tapanuli dan Nias, berangsur
surut sejak awal 1970-an. Kedua, pemerintah pusat mengancam akan
mencabut otonomi sebagai daerah tingkat II. Sebab untuk menutup
belanja rutin bagi kota ini tak mampu menyelenggarakannya
sendiri. Subsidi dari Pusat dan Pemda Sumatera Utara terpakai
tandas tak berbekas. Ketiga, hutang pemerintah daerah kepada
berbagai pihak ketika itu lumayan besar Rp 50 juta.
Bagi usaha Pandapotan mengeluarkan Sibolga dari jerat kerepotan
tadi, "saya harus acung jempol," kata Ketua DPRD Kotamadya
Sibolga, Eben Ezer Sigalingging, kepada Bersihar Lubis dari
TEMPO.
Langkah pertama yang dilakukan Pandapotan di awal masa
jabatannya menata kembali organisasi pemerintah daerah dan
mengusahakan mekanisasi usaha perikanan. Hasilnya kas daerah
berangsur sehat. Pendapatan daerah dapat dikatrol naik sampai
500%. Itu dapat dilihat, misalnya, dari penerimaan murni yang
berasal dari pajak dan retribusi daerah. Lima tahun lalu yang
masuk cuma Rp 36 juta. Dan pada APBD 1978/79 angka sudah jauh
berubah: Rp 152 juta. Hutang pemda pun berangsur-angsur lunas.
Riol Belanda
Pembangunan cukup lancar dan merubah tampang Kotamadya Sibolga.
Ada pembangunan pelabuhan samudera Herek Sibolga, Kantor Cabang
Bank Indonesia, sampai membangun Pasar Swadaya untuk
menggantikan Pasar Lama. Jaringan listrik diperluas: 8000 dari
9860 rumah tangga sudah kebagian terang. Kebutuhan air penduduk
makin dicukupi. Lima tahun lalu perusahaan air minum (PAM) hanya
mengelola debit air 10 liter/detik. Kini menjadi 60 liter/detik
sehingga cukup untuk mengimbangi kebutuhan sampai akhir Pelita
III.
Jalan-jalan kota pun bertambah. Panjang jalan di Sibolga saat
ini tercatat 49 Km. Dibanding 5 tahun lalu. Berarti ada
penambahan sekitar 7,6 Km. Dan itu tak lain karena Pandapotan
membikin jalan melingkar kota -- untuk menghindari kemacetan
lalulintas di dalam kota. Memang ada sedikit kritik. Ada yang
berpendapat pembangunan jalan lingkar itu belum merupakan
kebutuhan sekarang. Mengingat letak kota Sibolga hanya 0,50
sampai 2 meter di atas permukaan laut, soal riol atau selokan
jauh lebih penting untuk dibenahi. Lebih-lebih jika diingat
selokan-selokan yang ada merupakan peninggalan Belanda dan
sebagian besar rusak. Tak heran jika hujan turun sedikit saja
genangan air segera muncul di banyak bagian kota.
Pandapotan tahu benar soal itu. Tapi, katanya, "untuk
membenahinya tidak boleh separoh-separoh." Pembiayaannya juga
tidak kecil bagi kantong Sibolga. Satu tim pemerintah pusat
memperkirakan biaya untuk urusan selokan saja bisa sampai Rp«
milyar. "Itu tidak mungkin tertampung dalam APBD kita saat ini,"
ujar Pandapotan.
Jadi berhasilkah Pandapotan sebagai Walikotamadya Sibolga? 52
ribu warga kota boleh menyimpan jawaban sendiri-sendiri. Yang
jelas di antara tiga nama calon Walikotamadya Sibolga untuk 5
tahun berikutnya, DPRD tidak mencantumkan nama Pandapotan.
Mungkin ada tugas lain yang lebih baik bagi Pandapotan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini