HARI-HARI ini di Bangkok ada lelucon: buat pasukan Viet Nam,
memasuki ibukota Muangthai itu ibarat membalik telapak-tangan
saja. Cuma satu yang mungkin menghambatnya, yaitu: kemacetan
lalulintas kota. Situasi gawat di perbatasan dengan Kamboja yang
mereka baca di koran rupanya jadi bahan baru buat melampiaskan
rasa kesal terhadap kemacetan lalu-lintas yang beken di kota
itu.
Dari pusat kota menuju bandar udara Dong Muang -- sekitar 30 Km
di luar kota, dengan kendaraan yang bergerak mirip keong,
lumayan juga gerahnya. Keadaan tak tertolong ketika naik pesawat
Hyusin-18 milik Viet Nam, yang alat pendinginnya tidak bekerja:
sengaja dimatikan dengan alasan penghematan. Para penumpang lalu
diberi sebuah kipas kertas.
Wajah darurat Viet Nam nampak lebih kentara setelah dua jam
kemudian turun di Hanoi. (Setiap minggu ada 3 penerbangan
Hanoi-Bangkok. Sekali dengan pesawat Viet Nam, sekali Air France
dan sekali dengan Air Lao). Di seantero pinggir jalan luar kota
bertaburan lobang-lobang yang sekelebatan tampak seperti
persiapan untuk menanam pohon, di samping pada bukit-bukit
strategis muncul moncong meriam penangkis serangan udara.
Lobang itu digali oleh tiap penduduk setelah mobilisasi umum
yang dilancarkan di seluruh negeri buat menghadapi perang dengan
RRC. Ukurannya pas-pasan buat satu orang berjongkok.
Negara semenanjung yang luasnya sekitar 338 ribu KmÿFD berpenduduk
50 juta jiwa itu disahkan bernama Republik Sosialis Viet Nam pada
2 Juli 1976 -- lebih kurang setahun setelah wilayah selatan
bertekuk lutut terhadap utara. Presidennya, Ton Duc Thang (90)
duduk di kursi itu sejak Ho Chi Minh meninggal tahun 1969. Tapi ia
hanya pimpinan simbolik, karena tampuk kekuasaan ada di tangan
partai komunis.
Tak lama sehabis penyatuan yang dicapai lewat perang 30 tahun
itu, seorang pimpinan partai di Hanoi pernah mengatakan bahwa
Viet Nam masih harus bergulat dengan perang yang ke-3 memerangi
keterbelakangan di berbagai aspek kehidupan, setelah dalam dua
perang sebelumnya mereka menggenjot Perancis dan Amerika. Atau
dalam kata-kata Menteri Pertahanan Vo Nguyen Giap waktu itu:
"Kita hanya akan memiliki ketahanan nasional yang ampuh bila
negara makmur."
Tapi rumusan tokoh legendaris perang gerilya itu nampaknya
menjadi jungkir balik, karena rakyat Viet Nam hari ini keburu
dibawa lagi pada perang ke: menghadapi RRC. Para pengamat
menaruh curiga bahwa konflik dengan naga kuning dari utara itu
sengaja diciptakan lantaran upaya mencapai kemakmuran memang tak
semudah membalik telapak tangan. Sehingga diperlukan satu isyu
sentral yang bisa mengalihkan perhatian.
Benar tidaknya dugaan itu boleh saja disangsikan. Namun suasana
anti Cina sedang gencar dipompakan sebagai nafas baru di seluruh
negeri. Di pelbagai pelosok kota terpancang poster dan spanduk
yang menuding nafsu ekspansi RRC, di samping serangkaian kutipan
wejangan mendiang Ketua Ho.
Bahkan pada perayaan Hari KanakKanak Internasional awal Juni
lalu di Hanoi, bocah-bocah berusia 6 tahunan dikerahkan
mendemonstrasikan semangat menggebrak Cina: mereka melempari
serdadu Cina yang digambarkan dengan mulut lebar.
Perempuan bercelana komprang hitam dan mengenakan caping di
kepalanya, merupakan pemandangan sehari-hari di jalan raya
Hanoi. Mereka naik trem kota atau bersepeda ke tempat
pekerjaannya. Tiap orang harus bekerja: di pabrik atau di
ladang-ladang, di samping pada hari tertentu mengikuti acara
indoktrinasi malam harinya.
Latihan menggunakan bedil Chung atau AK dilakukan di taman-taman
kota, dan bila mereka libur dari dinasnya mereka lalu turun ke
proyek pembangunan kota, seperti mengeruk kali atau menyusun
batu untuk jalan raya.
Penghasilan penduduk rata-rata antara 50 sampai 70 Dong sebulan.
Nilai tukar mata uang Viet Nam ini dengan dolar tergantung dari
siapa yang menukarnya. Untuk kalangan diplomatik maka $1 adalah
2« Dong. Untuk wisatawan 3¬ Dong, dan untuk orang dari negara
komunis 7 Dong. Sementara di pasar gelap adalah 140 Dong.
Jadi bagi penduduk di bilangan utara bukan merupakan cerita
asing bila harus hidup serba dicatu. Misalnya beras, untuk tiap
orang sebulannya berkisar antara 12 sampai 20 Kg, sesuai dengan
berat tidaknya pekerjaan sehari-hari. Gula 2 Kg, ikan dan daging
babi juga sekitar 2 Kg sebulan. Sedangkan bahan pakaian 6 meter
per-tahun untuk orang dewasa dan 4 meter untuk anak-anak. Semua
bahan hajat hidup itu bisa dibeli melalui kupon.
Selebihnya, penduduk tidak beroleh bacaan dari luar yang
memungkinkan adanya bahan bandingan, kecuali majalah dari
beberapa negeri komunis blok Rusia. (Kamus bahasa Rusia juga
dijual di mana-mana). Siaran televisi dua jam sehari lebih
menekankan acara propaganda, sementara film di bioskop juga
bertema yang sama.
Untuk bisa bergaul dengan orang asing pun jauh panggang dari
api, sebab tiap orang boleh dikatakan intel buat orang lain.
Menurut kalangan diplomatik yang pernah memperbincangkannya
dengan PM Pham Van Dong di Hanoi, sikap tertutup itu sengaja
dibina menegah timbulnya keinginan macam-macam dari rakyatnya.
Nah. Penyatuan utara dan selatan tak urung menyingkapkan suatu
kehidupan yang lain di mata orang utara. Sekalipun mereka sudah
terbilang kader toh ada juga yang lumer bila masuk di Ho Chi
Minh City (d/h Saigon). Namanya manusia biasa kok. Tapi apa
boleh buat, sepulangnya ke utara mereka lalu harus dibasuh
kembali di proyek re-edukasi. Proyek semacam ini ada di beberapa
kota, baik, untuk para tawanan politik dari rezim Thieu maupun
untuk para pelcur, pecandu narkotik dan perampok.
Perempuan bercaping memang ada juga menghiasi lalu-lintas kota
Ho Chi Minh. Tapi banyak juga yang faham memamerkan keindahan
rambutnya. Celananya pun ketat dan kendaraan Honda bebek.
Sementara di sebuah klab malam yang disebut masih percobaan,
alunan lagu 'Guantanamera' ditabuh dalam goyangan panas
mengiringi sejumlah perempuan Viet Nam berajojing mendampingi
orang-orang bule.
****
Selain dilirik keliwat mesra dengan Rusia, di mata RRC menurut
para peninjau ada alasan lain buat men'jitak' Viet Nam. Yaitu:
penggusuran orang Cina di seantero negeri itu tak lama setelah
wilayah selatan ditaklukkan. Mereka ini kemudian yang beken
menjadi pengungsi, di samping sejumlah kecil orang Viet Nam yang
pernah hidup senang ketika Amerika di sana. Tanah leluhur tentu
tak bersenang hati salah satu sumber duitnya digunting.
Tapi baik PM Pham Van Dong maupun Wakil Menlu Phan Hien sama
berkesimpulan bahwa serangan RRC terhadap Viet Nam itu tak lain
dari langkah ekspansi ke selatan. "Sudah ke-13 kalinya kami
diagresi Cina," kata Phan Hien kepada 5 wartawan Indonesia yang
menemuinya di Hanoi akhir Mei lalu.
Diplomat kawakan Viet Nam ini lalu menilai meski RRC itu
penduduknya banyak, "tapi tentu ada batasnya untuk perang.
Mungkin juga sudah lama lupa," katanya, "sedangkan kami punya
pengalaman dengan macam-macam agresor, dan dalam keadaan perang
semua penduduk adalah prajurit."
Diungkapkannya, bahwa selama 4 ribu tahun sejarahnya bangsa Viet
Nam banyak kali diagresi. Tahu sakitnya orang kena agresi, kata
Phan Hien: "Maka kami tidak akan mengagresi. Kekuatan kami cukup
buat membangun Viet Nam. Itu saja sudah berat."
Tapi toh Viet Nam mengirim pasukan ke Kamboja? Ia lalu membalik
lembaran cerita lama ketika kawasan Vict Nam -- Kamboja -- Laos
masih menjadi protektorat Perancis. "Kami sudah bahu-membahu
melawan penjajah. Sampai ada peribahasa: ibaratnya sebutir
garam, akan kita bagi sama rata," katanya seraya melukiskan
Kamboja di zaman Pol Pot itu merupakan jajahan Cina yang siap
menjepit Viet Nam.
Kapan pasukan Viet Nam ditarik dari Kamboja, ia belum dapat
memastikan. "Pokoknya sampai rakyat Kamboja bilang: kami bisa
jalan sendiri," katanya. Akan halnya konflik dengan RRC bukan
mustahil masih akan berkepanjangan. "Kecuali kalau mereka sudah
meninggalkan sikap ekspansionisnya," ujar Hien.
Namun iklim anti Cina terlanjur menjadi wabah di Viet Nam,
sementara sayup-sayup di kalangan penguasa negeri itu tersimpan
juga kekuatiran adanya batu di balik bantuan Uni Soviet, yang
selama ini meliputi 2 milyar dolar pertahun. Seperti diungkapkan
satu sumber diplomatik kepada TEMPO di Hanoi: "Phan Hien sendiri
pernah mengakui, satu-satunya kekuatan yang mampu mengimbangi
Uni Soviet di kawasan ini adalah Amerika Serikat."
Kemungkinan munculnya AS di Viet Nam nampaknya mulai dijajagi
dengan datangnya sebuah tim survey minyak bulan lalu atas
undangan pemerintah Viet Nam. Cuma mereka pulang dengan wajah
pecundang, karena di pabean bandar udara Hanoi perabot mereka
ada yang disita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini