PIHAK kepolisian Lumajang, Jawa Timur, pertengahan bulan lalu dlbikin sibuk. Pasalnya, khalayak berbondong-bondong mendatangi seorang nenek yang, kata mereka, ibu kandung Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah. Ceritanya bermula dari kedatangan Soetarto. Pensiunan ABRI yang tinggal di Jember itu muncul di Desa Umbul, Kecamatan Randuagung, Lumajang, bukan sekadar melancong. Selain melihat sebuah bangunan penjara bekas peninggalan Jepang disitu, ia juga mencari seorang tua yang pernah melahirkan anak bernama Sanatun. Sanatun itu sudah menjadi orang penting di Jakarta. "Sanatun itu, ya, anak saya satu-satunya," kata Manisah, janda tua berusia 70-an yang tinggal di Dukuh Umbul Sengonan. Soetarto tak begitu percaya. Ia lantas menceritakan kisah hidup Sanatun, yang sejak usia 18 bulan diambil orang lain, dan kemudian dijadikan anak angkat oleh seorang kepala penjara pemerintah pendudukan Jepang. Lho. Itu 'kan klop dengan sejarah hidup anak Mbok Manisah, yang memang bernama Sanatun? Tak heran bila janda itu, belakangan, bolak-balik diantar ke Jember menemui Soetarto. Pensiunan ABRI itu juga bersemangat mencari informasi lebih lanjut untuk dan tentang si nenek. Lalu, terjadilah kehebohan itu. Entah bagaimana mulanya, Nenek Manisah diisukan sebagai ibu kandung Wakil Presiden. Dan isu itu cepat beredar. Apalagi kemudian ada selebaran fotokopian koran Suara Indonesia, yang memuat potret Manisah dengan keluarga dan aparat desa serta, di sebelahnya, foto Pak Umar Wirahadikusumah. Wah. Bersamaan dengan itu, pihak kepolisian kebetulan sedang sibuk mengamankan jalur jalan Klakah-Jatiroto. Dan di stadion Lumajang, sementara itu, mendarat sebuah helikopter. Ramai, jadinya. Orang-orang menghubungkan ketiga "petunjuk" itu: sambil mengingat koran Suara Indonesia, menyimpulkan bahwa wakil presiden bakal mendarat dengan heli di Lumajang, melewati jalan Klakah-Jatiroto, dan menemui sang ibu yang tua di desa, setelah terpisah sekian lama. Duhai. Tak benar, tentu saja. Bukan hanya karena Wapres Umar Wirahadikusumah dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat, putra Wedana Ciawi, Tasikmalaya, dan cucu (dari garis ibu) Patih Bandung yang bernama Demang Kartamenda. Tapi juga karena jalan Klakah-Jatiroto diamankan dalam rangka kunjungan kerja Pangdam Brawijaya dan Kapolda Ja-Tim. Sedang pesawat helikopter mendarat di Lumajang mengangkut jenazah penerbang F-5E Tiger yang jatuh di Nganjuk. Lantas, fotokopian berita itu? Aslinya, tulisan di koran itu berjudul Tak Benar Ibu Kandung Wapres RI Berada di Desa Umbulsari. Entah apa motifnya, atau barangkali sekadar mencari duit, ada yang menutup kata-kata tak benar itu, lantas memperbanyak tulisan itu dengan fotokopi. Buktinya, di akhir Oktober, Hasan Basri, 17, dan Arip, 18, diperiksa polisi. Kepada Kapolres Lumajang, Letkol Agung Antara, kedua pemuda itu mengaku telah menjual sekitar 20 lembar fotokopian tersebut Rp 100 per helai, dan menyatakan membelinya dari seseorang yang tak mereka kenal. Di sisi lain, tentu saja para petugas sibuk membendung berita luar biasa itu. Sampai-sampai perlu dipasang sebuah pengumuman bertuliskan "Berita ibu Wakil Presiden adalah berita bohong", di tengah jalan masuk menuju rumah Mbok Manisah di desa. Hebat. Setidak-tidaknya, nenek itu sudah menjadi begitu terkenal -- sampai-sampai dipandang perlu mengungsikannya, untuk menghindari demikian banyak orang yang ingin ketemu. Manisah sendiri, seperti halnya Soetarto, menyatakan tak tahu apa-apa. Kata si Mbok, "Dari dulu yang diomongkan Sanatun. Tidak ada yang namanya Umar?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini