Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Segudang masalah menanti Komisaris Jenderal (Polisi) Sutanto, calon Kapolri yang baru. Pekerjaan rumah ini merupakan warisan era Kapolri Da'i Bachtiar. Berikut beberapa di antaranya:
Kasus Pembunuhan Munir
Pada 7 September 2004, Indonesia digemparkan oleh kematian Munir, aktivis hak asasi manusia terkemuka. Munir, 40 tahun, tewas dalam penerbangan dengan maskapai Garuda dari Jakarta menuju Amsterdam. Tim dokter Belanda memastikan kematian Munir akibat racun arsenik. Polisi kini menetapkan tiga orang tersangkaPollycarpus Budihari Priyanto (aviation security), Yeti Susmiyarti (pramugari), dan Oedi Irianto (awak kabin).
Hingga kini, polisi belum mampu mengungkap siapa aktor intelektual pembunuhan aktivis itu. Tim Pencari Fakta (TPF) Munir, badan ad hoc bentukan Presiden Yudhoyono, sempat menyebut-nyebut keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN). Soalnya, Pollycarpus, tersangka eksekutor pembunuh Munir, diduga merupakan agen BIN. "Ada dugaan pembunuhan ini operasi intelijen," ujar Brigjen (Polisi) Marsudi Hanafi, bekas Ketua TPF Munir. Ia kini diangkat menjadi ketua tim Polri untuk pengungkapan kasus ini.
Pengejaran Dr Azahari dan Noordin M. Top
Dua pentolan teroris yang paling dicari, Dr Azahari dan Noordin M. Top, hingga kini masih berkeliaran bebas. Polisi menduga kedua warga negara Malaysia itu menjadi dalang di balik bom Bali (12 Oktober 2002), bom Hotel JW Marriott Jakarta (5 Agustus 2003), dan bom di Kedutaan Besar Australia (9 September 2004). Meski telah menyebar jutaan foto Dr Azahari dan Noordin M. Top, polisi belum berhasil membekuk keduanya.
Pada awal pemerintahannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi target kepada Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar untuk segera menangkap Dr Azahari dan Noordin M. Top. "Saya beri waktu 100 hari," ujar Presiden Yudhoyono ketika itu. Setelah 100 hari lewat, Azhari belum juga tertangkap.
Bom Tentena
Dua bom laknat pada 28 Mei 2005 lalu menghajar Pasar Sentral di Tentena, Poso.
Bom yang dijejali besi runcing itu mencabut 22 nyawa dan melukai puluhan warga Poso. Sekitar 150 penduduk diperiksa sebagai saksi. Awalnya, Polda Poso menetapkan 18 tersangka. Tapi, karena tak memiliki bukti kuat, polisi melepas satu per satu tahanan. Kini, tinggal lima tersangka yang mendekam di sel polisitermasuk Drs Hasman, 48 tahun, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Poso.
Polisi menetapkan Erwin dan AT sebagai tersangka eksekutor bom di Pasar Sentral, Tentena. Tapi, sebetulnya polisi tak punya bukti kuat soal keterlibatan para tersangka. "Bom Tentena berbeda dengan bom Bali," ujar Brigjen Aryanto Sutadi, Kapolda Sulawesi Tengah. "Tak ada bukti fisik yang tertinggal di bom Tentena."
Penembakan Timika
Dua warga Amerika Serikat, Ted Burcon dan Rickey Spears, pada 31 Agustus 2002 tertembak
di ruas jalan antara Timika dan Tembaga Pura, Papua. Polisi menyatakan kelompok separatis bertanggung jawab atas pembunuhan itu. Tapi, polisi belum mampu menangkap pelaku penembakan yang membuat hubungan militer Amerika dan Indonesia memburuk itu.
Dalam kunjungan ke Amerika pada akhir Mei 2005 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan Patsy Spears, janda almarhum Spears. Dalam percakapan selama 30 menit, Presiden Yudhoyono berjanji untuk segera menangkap pelaku penembakan di Timika.
Maria Pauline dan Koruptor Lainnya
Maria Pauline Lumowa, tersangka pembobol Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun, hingga kini masih buron. Perempuan kelahiran Manado itu ditengarai bermukim di Singapura. Kepada majalah ini, yang mewawancarainya di Singapura, Maria sempat berjanji untuk menyelesaikan kasus pembobolan BNI itu. "Saya akan kembali ke Indonesia. Akan saya beberkan semua," ujarnya.
Tapi, hingga kini Maria tak pernah menampakkan batang hidungnya. Kasus ini lalu hilang dari perhatian publik. Bulan lalu publik justru dikejutkan dengan berita pengangkatan Brigjen Albert Harry Lumowa, adik kandung Maria Pauline Lumowa, sebagai staf ahli Kapolri. Setelah bocor, Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar buru-buru menyangkal mengetahui pengangkatan Albert.
Selain Maria, ada 33 pelaku kejahatan perbankan yang melarikan diri ke luar negeri. Samadikun Hartono, terpidana kasus BLBI Bank Modern sebesar Rp 1,9 triliun, misalnya, hingga kini masih raib entah ke mana.
Setiyardi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo