Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Yang kepalang tanggung

Keadaan kota malang masih payah. proyek pembangunan yang dikerjakan pemda masih perlu bantuan pusat. selain itu, kota malang masih punya penduduk yang belum tergolong maju. (kt)

24 April 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MALANG kota pariwisata? " Begitulah", tukas Letkol Sugiyono, Wailikota Malang kepada TEMPO. Meskipun, ubtuk itu Sugiyono mengakui tak punya modal obyek pariwisata. Tapi, itu yang ada di wilayah kotamadya. Di kabupaten Malang, nama obyek yang beken cukup banyak. Misalnya: Batu dengan Selecta pemandian air panas Songgoriti, Wendit atau panorama di waduk Karangkates dan Selorejo. Maka, "saya berharap tamu-tamu yang ke situ, menginap di kota Malang" tukas Sugiyono lagi. Itupun nampaknya kini juga belum siap betul. Sebab, dari 45 penginapan yang ada disebut hanya hotel IMCA dan Splendid Inn saja yang cukup memenuhi syarat. Bagi Sugiyono, Malang tak butuh hotel-hotel mewah. "Pokoknya bersih dan servisnya hagus", katanya. Untuk semua ini beberapa tahun yang lalu Sugiyono melakukan kampanye GMKI (Gerakan Malang Kota Indah). Termasuk 10 hari menjelang HUT ke-62 kota Malang kali ini, seluruh kota melakukan gerakan kebersihan total. "Setelah itu tinggal memeliharanya" tutur Sugiyono pula. Tapi, yang barangkali membuat orang ragu-ragu soal itu, adalah keadaan jalan di kota yang jauh dari baik. "Sementara saya tutup telinga dulu", kata watikota sembari mengutip kata-kata rakyatnya yang bilang: "Siapa sih walikotanya, kok jalannya begini jelek". Soalnya, "percuma diperbaiki sekarang, masih musim hujan". Meskipun alasan yang paling tepat untuk memaklumi soal itu adalah biaya. Buat memelihara saja tak ayal butuh biaya Rp 450 juta. Padahal, yang disediakan oleh kocek pemda cuma Rp 22,5 juta saja. Meskipun kerusakan jalan itu tak terdapat pada jalan-jalan protokol. Barangkali lebih tepat kalau Malang disebut kota rokok. Soalnya, dimulai dari pabrik rokok "Bentoel", maka di kota ini tak kurang terdapat 16 pabrik rokok, 31 perusahaan meubel dan 417 industri sedang dan kecil lainnya. Meski untuk GMKI itu bakal banyak yang ingin digarap, tapi"namanya saja sudah malang, jadi kepalang tanggung", kata Sugiyono sembari tertawa kecil. Apalagi dalam hal biaya. Sebab, "tanpa bantuan pusat kita tak bisa apa-apa", katanya. Maka, bak kata Sugiyono pula, "kita hanya meletakkan dasarnya, sampai kapan selesai tak tahu". Itulah soalnya, sehingga ketika daerah ini merencanakan membuat gelanggang remaja seharga Rp 450 juta, disebut bakal selesai dalam jangka panjang. Mengerikan Begitu pula agaknya nasib proyek G. Buring, 5 km di selatan kota. "Kita juga tak bakal melaksanakan sendiri", tukas Sugiyono. Tujuan proyek itu sederhana: "membuat tanah yang sama sekali tandus, menjadi tanah produktif", tukas Sugiyono dan drs. Ek. Harsono, Ketua Team Proyek Buring ini dengan nada yang hampir sama. Masalah utama yang dihadapi adalah air. "Kami harus mandi dan mengambil air sejauh 1 km", tukas seorang penduduk desa Buring. Meski survei dimulai bulan April-Mei ini namun Team telah mereka-reka proyek jangka panjang dan pendek. Yang jangka pendek, kira-kira: pertanian, peternakan dan ekonomi. Kini, untuk bidang pertanian mulai dirintis pengenalan tebu rakyat. Di samping, barangkali bisa segera dilakukan, yakni membimbing rakyat untuk beternak ayam. Home industri dan koperasi. Tapi, ide yang nampaknya sedikit melangit adalah membuat G. Buring sebagai daerah satelit. "Macam Kebayoran Baru, begitulah", tukas Harsono sembari tertawa. Lalu, soal kesulitan air di samping ide bakal membuat pipa air dari daeral lain, konon Proyek Brantas dulu pernah juga punya gagasan membuat waduk di situ. Kini, Team sedang pula mengkorek informasi soal itu dari Departemen PUTL. "Kalau ini sinkron, proses proyek Buring bakal lebih cepat", kata Harsono optimis. Waduk itu nanti, diperkirakan menelan biaya Rp 4 mayar. Belum termasuk pembebasan tanahnya. Kabar itu pula yang barangkali membuat Sanimin (70 tahun) Kepala Desa Buring sedikit gelisah. "Boleh ada proyek, asalkan tak menerjang rumah-rumah penduduk", katanya. Nmpaknya sampai kini rakyat setempat memang masih belum jelas, proyek apa? Apalagi cara hidup rakyat Buring yang kebanyakan suku Madura masih belum tergolong maju. Terbukti, pada daerah atas banyak ditemukan wanita-wanita muda sampai tua yang biasa berpolos-polos pada badan bagian atas, hingga payudaranya nampak jelas. Belum lagi, anak-anak kecil yang sama sekali tak berpakaian. "Medannya memang masah mengerikan", tutur Harsono. Tapi, setidak-tidaknya Unibraw mendapat keuntungan juga dari proyek ini. Yakni "sebagai laboratorium bagi staf dosen dan mahasiswa tingkat terakhir" tukas Harsono lagi. Sementara, FE Unibraw telah memanfaatkannya sebagai daerah KKN. Hingga, menjelang survei itu, 18 mahasiswa FE baru-baru ini telah menyelesaikan KKN-nya selama 1 bulan di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus