MALANG kota pariwisata? " Begitulah", tukas Letkol Sugiyono,
Wailikota Malang kepada TEMPO. Meskipun, ubtuk itu Sugiyono
mengakui tak punya modal obyek pariwisata. Tapi, itu yang ada di
wilayah kotamadya. Di kabupaten Malang, nama obyek yang
beken cukup banyak. Misalnya: Batu dengan Selecta pemandian air
panas Songgoriti, Wendit atau panorama di waduk Karangkates dan
Selorejo. Maka, "saya berharap tamu-tamu yang ke situ, menginap
di kota Malang" tukas Sugiyono lagi. Itupun nampaknya kini juga
belum siap betul. Sebab, dari 45 penginapan yang ada disebut
hanya hotel IMCA dan Splendid Inn saja yang cukup memenuhi
syarat. Bagi Sugiyono, Malang tak butuh hotel-hotel mewah.
"Pokoknya bersih dan servisnya hagus", katanya. Untuk semua ini
beberapa tahun yang lalu Sugiyono melakukan kampanye GMKI
(Gerakan Malang Kota Indah). Termasuk 10 hari menjelang HUT
ke-62 kota Malang kali ini, seluruh kota melakukan gerakan
kebersihan total. "Setelah itu tinggal memeliharanya" tutur
Sugiyono pula. Tapi, yang barangkali membuat orang ragu-ragu
soal itu, adalah keadaan jalan di kota yang jauh dari baik.
"Sementara saya tutup telinga dulu", kata watikota sembari
mengutip kata-kata rakyatnya yang bilang: "Siapa sih
walikotanya, kok jalannya begini jelek". Soalnya, "percuma
diperbaiki sekarang, masih musim hujan". Meskipun alasan yang
paling tepat untuk memaklumi soal itu adalah biaya. Buat
memelihara saja tak ayal butuh biaya Rp 450 juta. Padahal, yang
disediakan oleh kocek pemda cuma Rp 22,5 juta saja. Meskipun
kerusakan jalan itu tak terdapat pada jalan-jalan protokol.
Barangkali lebih tepat kalau Malang disebut kota rokok. Soalnya,
dimulai dari pabrik rokok "Bentoel", maka di kota ini tak kurang
terdapat 16 pabrik rokok, 31 perusahaan meubel dan 417 industri
sedang dan kecil lainnya. Meski untuk GMKI itu bakal banyak yang
ingin digarap, tapi"namanya saja sudah malang, jadi kepalang
tanggung", kata Sugiyono sembari tertawa kecil. Apalagi dalam
hal biaya. Sebab, "tanpa bantuan pusat kita tak bisa apa-apa",
katanya. Maka, bak kata Sugiyono pula, "kita hanya meletakkan
dasarnya, sampai kapan selesai tak tahu". Itulah soalnya,
sehingga ketika daerah ini merencanakan membuat gelanggang
remaja seharga Rp 450 juta, disebut bakal selesai dalam jangka
panjang.
Mengerikan
Begitu pula agaknya nasib proyek G. Buring, 5 km di selatan
kota. "Kita juga tak bakal melaksanakan sendiri", tukas
Sugiyono. Tujuan proyek itu sederhana: "membuat tanah yang sama
sekali tandus, menjadi tanah produktif", tukas Sugiyono dan drs.
Ek. Harsono, Ketua Team Proyek Buring ini dengan nada yang
hampir sama. Masalah utama yang dihadapi adalah air. "Kami harus
mandi dan mengambil air sejauh 1 km", tukas seorang penduduk
desa Buring.
Meski survei dimulai bulan April-Mei ini namun Team telah
mereka-reka proyek jangka panjang dan pendek. Yang jangka
pendek, kira-kira: pertanian, peternakan dan ekonomi. Kini,
untuk bidang pertanian mulai dirintis pengenalan tebu rakyat. Di
samping, barangkali bisa segera dilakukan, yakni membimbing
rakyat untuk beternak ayam. Home industri dan koperasi. Tapi,
ide yang nampaknya sedikit melangit adalah membuat G. Buring
sebagai daerah satelit. "Macam Kebayoran Baru, begitulah", tukas
Harsono sembari tertawa.
Lalu, soal kesulitan air di samping ide bakal membuat pipa air
dari daeral lain, konon Proyek Brantas dulu pernah juga punya
gagasan membuat waduk di situ. Kini, Team sedang pula mengkorek
informasi soal itu dari Departemen PUTL. "Kalau ini sinkron,
proses proyek Buring bakal lebih cepat", kata Harsono optimis.
Waduk itu nanti, diperkirakan menelan biaya Rp 4 mayar. Belum
termasuk pembebasan tanahnya. Kabar itu pula yang barangkali
membuat Sanimin (70 tahun) Kepala Desa Buring sedikit gelisah.
"Boleh ada proyek, asalkan tak menerjang rumah-rumah penduduk",
katanya. Nmpaknya sampai kini rakyat setempat memang masih
belum jelas, proyek apa? Apalagi cara hidup rakyat Buring yang
kebanyakan suku Madura masih belum tergolong maju. Terbukti,
pada daerah atas banyak ditemukan wanita-wanita muda sampai tua
yang biasa berpolos-polos pada badan bagian atas, hingga
payudaranya nampak jelas. Belum lagi, anak-anak kecil yang sama
sekali tak berpakaian. "Medannya memang masah mengerikan",
tutur Harsono. Tapi, setidak-tidaknya Unibraw mendapat
keuntungan juga dari proyek ini. Yakni "sebagai laboratorium
bagi staf dosen dan mahasiswa tingkat terakhir" tukas Harsono
lagi. Sementara, FE Unibraw telah memanfaatkannya sebagai daerah
KKN. Hingga, menjelang survei itu, 18 mahasiswa FE baru-baru ini
telah menyelesaikan KKN-nya selama 1 bulan di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini