SEMPROTAN Gubernur Sulawesi Tengah AM Tambunan pada para
Bupatinya (TEMPO 6 Maret 1976), akhirya menggema juga di DPRD
Sulteng akhir Maret lampau. Gema tersebut memenuhi ruang Dewan
Perwakilan itu tatkala ke-4 fraksinya menyetujui seutuhnya
RAPBD 1976/1977 Sulteng yang menjanjikan anggaran hampir Rp 8
milyar. Sebab meski ke-4 fraksi DPRD itu sepakat meluluskan
Gubernur Tambunan dengan RAPBD-nya, tak berarti mereka mufakat
membiarkan Tambunan menjalankan pemerintahannya dikitari
kepincangan-kepincangan. Menurut Husni Alatas, Pembantu TEMPO di
Palu ke-30 anggota yang hadir (seluruh anggota jumlahnya 40
orang), sepakat "menuntut eksekutif agar melakukan pengawasan
atau kontrol ketat terhadap kemungkinan kebocoran dalam
pelaksanaan pembmgunan".
"Dengan ulang periksa yang intensif, Insya Allah apa yang
disinyalir sendiri Gubernur Tambunan dapat dihindari", ujar AC
Nurdin dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Dan lebih tajam
lagi, Arief Sandagang, juru bicara fraksi Karya Pembangunan:
"mudahnya timbul kebocoran atau pun deviasi segala
kebijaksanaan eksekutif, sumbernya dari kealpaan, daya jangkau
pengawasan, sikap mental pelaksana di samping keterbatasan
dana". Lalu Arief Sandagang pun berseru: "Pengawasan supaya
diperketat. Lebih-lebih pada proyek yang mendapat biaya cukup
besar". Sedang S. Sormin dari fraksi ABRI meski mengakui ada
kepesatan dalam pembangunn di sana, toh ia menuntut,
"penyempurnaan yang lebih giat dalam pengawasan dan penggunaan
dana, baik penerimaan atau pengeluaran".
Pusat Maklum
Tentu saja suara-suara itu perlu didengungkan. Sebab toh para
yang terhormat itu tak bisa terus-terusan dibisingkan
gunjingan-gunjingan khalayak ramai di sana. Ada yang mengeluhkan
jalan-jalan dan jembatan yang baru selesai tapi tiba-tiba hancur
luluh. Padahal melahap biaya cukup besar. Atau di beberapa
kabupaten, pembangunan dinyatakan selesai, namun bab mutu
membikin orang menggerutu. Sampai sampai para yang terhormat
anggota Komisi V DPR dari Jakarta yang bertandang ke sana, tak
mampu menahan celaannya. Bahwa pembangunan yang sempat dilihat
mereka ada yang tak memenuhi selera kwalitas. Bahkan ke-6
anggota DPR dari Jakarta pimpinan Harsono RM dari Karya
Pembangunan itu menilai, "Sulteng termasuk katagori propinsi
yang belum 'aqil balig', kurang sehat dan cacingan pula. Kami
sangat prihatin", ujar Harsono RM blak-blakan vang mengaku
penilaiannya itu setelah membandingkannya dengan 26 propinsi
lainnya. "Kami sengaja datang untuk melihat kemungkinan membantu
daerah ini".
Penilaian Harsono RM dan para sejawatnya itu, tentu saja sampai
ke kuping Tambunam "Kemajuan cukup memadai", tukas Tambunan yang
lagi repot merias propinsinya buat menyambut HUT ke-12-nya, 13
April kemarin. Sebelumnya, katanya, Sulteng cuma "propinsi desa"
yang tak punya apa-apa. Kini hubungan ke seluruh kabupaten sudah
terbuka. Lalu administrasi dan keuangan, termasuk disiplin
anggaran. maju dan dapat pujian pusat. Juga Tambunan menyodorkan
bukti-bukti berupa hasil pembangunan sejak Pelita I sampai tahun
II Pelita II. Yang rata-rata dapat diselesaikan 80% lebih.
Dengan dana pembangunan yang trus meningkat pula. Misalnya
Pelita II tahun ke II kemarin, Rp 10,5 milyar.
Bukti-bukti tersebut mungkin tak sempat diteliti Harsono RM.
Sementara Soekasa Ishak BRE, Penjabat Kepala DPU menangkis
kritik terhadap kurangnya pengawasan pembangunan yang jadi
kewajibannya. "Sulit", tukas Soekasa sengit. "Orang tidak
mengerti bahwa struktur tanah di sini sebenarnya suka longsor
dan erosi. Sebab itu semua jalan dan jembatan dapat runtuh
sewaktu-waktu". Situasi seperti itu, katanya, "sudah dimaklumi
oleh Pusat sendiri". Jadi Pusat juga rupanya sudah faham bahwa
jembatan maupun jalan yang dibangun sewaktu-waktu runtuh.
Begitukah?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini