Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Yunus di Sana, Puni di Sini

Seorang perempuan menunggang kuda dua hari menembus hutan Bongga Karadeng, Sulawesi.

25 Desember 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketika jerih payah Muhammad Yunus mendirikan Grameen Bank di Bangladesh dihargai Nobel, seyogianya hal itu menampar dan membuat kita berpikir. Terutama karena gagasan memberikan kredit bagi kaum miskin semacam itu, dalam skala kecil, sesungguhnya sudah dicoba dipraktekkan di sini.

Hanya, para tokohnya tak pernah mendapat sorotan. Karya mereka jarang didukung sebagai karya yang memberikan kemungkinan terobosan. Keringat mereka tenggelam dalam riuh pemberitaan lain. Kalah kemilau oleh para tokoh yang rajin tampil di opera sabun politik nasional. Padahal apa yang mereka kerjakan jauh lebih konkret.

Tempo ingin memberikan tempat lebih baik untuk mereka yang luput dari sorotan berita.

Itu alasan penting kami. Maka dalam edisi akhir tahun kali ini kami menampilkan orang muda di bawah usia 45 tahun, yang sampai tahun 2006 bersetia dan gigih mengerjakan sesuatu yang memberikan dampak perubahan nyata pada masyarakat.

Ini bukan tugas yang mudah. Meleset memilih berarti salah membesarkan orang. Karena itu kami menggerakkan reporter-reporter di daerah, juga para kontributor di luar negeri. Mereka kami minta turut mengusulkan nama yang memiliki karya dengan kriteria pokok di atas. Kami tidak membatasi pada karya ekonomi. Bidang hak asasi serta konservasi cagar budaya pun kami amati. Juga, inovasi teknologi terapan.

Dahulu, almarhum pemikir Soedjatmoko pernah memimpikan bahwa ilmuwan muda kita menceburkan diri dalam riset dan penemuan creative technology yang dapat membantu perumusan berbagai kebijakan pemerintah. Maka mencari tahu adakah karya teknologi tepat guna semacam itu.

Pokoknya, telinga dan mata kami buka lebar-lebar. Lebih dari tiga bulan wartawan kami "pontang-panting". Mulanya kami memperoleh lebih dari seratus nama. Melalui diskusi internal, kami melakukan beberapa tahap seleksi. Selain karya itu sanggup membawa perubahan, kriteria utama kami lain adalah tingkat kegigihan serta kepemimpinan si tokoh dalam menghadapi kesulitan. Kami tidak ingin memilih seseorang yang lekas capek, cepat undur, dan lalu sekadar bermain wacana.

Melalui proses panjang dan keras, akhirnya kami sampai pada 15 nama. Agar betul-betul yakin pada karya mereka, kami butuh "penjamin". Majalah ini kemudian mengontak berbagai lembaga serta tokoh-tokoh yang mengenal karya ke-15 kandidat serta dapat menilainya secara kritis. Seorang kandidat yang berkarya di bidang pertanian, misalnya, setidaknya harus mendapat 3-5 ahli pertanian yang memberikan verifikasi tentang kadar karyanya. Berdasarkan masukan tersebut, kami menyortir daftar kandidat menjadi 10 nama. Dari 10 nomine, salah satunya kami pilih sebagai Tokoh Utama Tempo 2006.

l l l

Untuk memenuhi hajat itu, kami mengundang sejumlah cendekiawan ke kantor redaksi di Jalan Proklamasi 72, Jakarta Pusat. Mereka adalah Dr Karlina Supelli, astronom dan staf pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Lalu sosiolog Dr Ignas Kleden dan Dr Imam Prasodjo; Dr Onno W. Purbo, pakar teknologi informasi; serta Dr Drajad Wibowo, ekonom sekaligus anggota DPR. Mereka bukan juri, tapi membantu memberikan pertimbangan. Kepu-tusan terakhir tetap di tangan kami.

Dalam pembahasan, kami tidak menggunakan sistem skor dan peringkat. Ditemani jagung rebus manis, diskusi berlangsung panas tapi rileks ala Tempo. Kami berdebat berdasar patokan di atas. Ada panelis yang keberatan diminta menilai karya seorang nomine karena secara ilmiah bukan bidangnya. Tentu saja kami hargai. Ia boleh abstain saat membincangkan karya kandidat yang bersangkutan.

Tapi secara keseluruhan tim panelis ini aktif memberikan masukan yang amat berharga. Salah satu tokoh yang sempat kami jagokan, misalnya, adalah seorang muda keturunan Raja Ali Haji yang dengan tekun aktif berburu menyelamatkan naskah kuno Melayu. Dari Jakarta, wartawan kami sampai datang ke Pulau Penyengat, Tanjung Pinang, Riau, menyaksikan sendiri ia memberikan advokasi kepada warga agar tidak menjual naskah Melayu kuno ke Singapura, Brunei, atau Malaysia.

Hormat kami makin mendalam apalagi mendengar kabar ketika koleksi naskah Melayunya ditawar setinggi langit oleh pihak luar tapi ia menolak. Namun Ignas Kleden memiliki pendapat lain. Menurut sosiolog itu, jika kita tidak berhati-hati, kegiatan yang bagus dan positif ini bisa mendorong munculnya nasionalisme lokal, "Sebagai akibat dari penerimaan yang keliru terhadap otonomi daerah," ujarnya. Jadi, "Harus ada rekam jejak bahwa kandidat ini berminat juga menyelamatkan khazanah etnis lain," Imam Prasodjo menambahkan. Pertimbangan kedua sosiolog itu kami terima.

Kekritisan yang sama terlontar ketika kami mengajukan nama seorang sarjana hukum yang balik ke kampungnya di pedalaman Lombok Utara. Dia membentuk persekutuan adat, aktif memberikan pendidikan tentang Undang-Undang Otonomi di lebih dari 100 desa serta mengajak warga memperjuangkan Lombok Utara menjadi kabupaten sendiri, lepas dari Lombok Barat. Para panelis melihat usaha pemisahan ini justru berbahaya. "Poin lebih tinggi akan kita berikan bila dia justru mendorong kesatuan di dalam wilayahnya, bukan pemisahan," kata Imam Prasodjo. Lain lagi pendapat Drajad Wibowo, "Pembagian wilayah bisa menjadi alat pemenuhan berbagai tujuan politik."

Debat juga berlangsung ketika kami mengajukan sejumlah nama ilmuwan muda kita yang cemerlang di luar negeri. Di antaranya, seorang peneliti di Max Planck Institut fur Astronomie. Dia memimpin tim gabungan Eropa dan Amerika Latin melakukan peneropongan di Observatorium La Silla, Cile, dan menemukan kandidat planet baru. Tapi seorang guru besar astronomi di Bandung ketika kami mintai pendapat berkeberatan. Sebab, hal itu bisa dilakukan berkat fasilitas teleskop canggih.

Karlina Supelli bisa memahami keberatan itu. Temuan itu penting tapi, menurut dia, dari segi observasi tingkat kesulitannya tidak luar biasa. Ia menceritakan pengalamannya saat mendapat kesempatan melakukan pengintaian di Observatorium Australia "Saya melihat supernova (bintang meledak)." Penemuan anak muda itu baru "dahsyat" apabila menggunakan infrastruktur minim di sini.

Sepuluh nama akhirnya terpilih. Merekalah para nomine kami, sosok yang telah menyumbangkan tahun-tahun puncak mereka-hingga 2006-bagi karya nyata di bidang kemanusiaan, sosial, serta sains dan teknologi. Dan satu nama terdepan harus diputuskan.

Ternyata memutuskan sosok utama lebih mudah. Hampir semua panelis dan kami bersepakat menyebut seorang nama: Tri Mumpuni, 44 tahun, seorang insinyur pertanian yang secara konsisten berupaya menyediakan listrik murah bagi warga miskin di pedesaan selama lima belas tahun terakhir.

l l l

Inilah wanita yang berani menunggang kuda jauh menembus hutan-hutan Sulawesi untuk melakukan survei listrik. Melalui kemampuan organisatorisnya, dia menyiapkan masyarakat menerapkan teknologi. Dia gigih memberdayakan daerah terpencil, dan ulet mewujudkan apa yang dianggapnya berkeadilan.

Karya perempuan ini bertolak dari kegelisahan bahwa lima puluh persen wilayah Indonesia belum tersentuh listrik. Ia melihat bahwa desa-desa nun jauh di pelosok yang sudah teraliri listrik pun, rata-rata voltasenya tak maksimal. Maka Puni, begitu dia biasa dipanggil, menawarkan alternatif memanfaatkan sungai melalui teknologi pembangkit listrik energi air yang disebut: mikrohidro.

Selain energinya selalu kuat dan terbarukan, menurut Puni, mikrohidro lebih ramah lingkungan dibanding diesel berbahan bakar minyak. Perempuan ini lalu aktif memperkenalkan gagasannya kepada pemerintah, tapi selalu mentok sehingga ia mencari dana dari donatur luar. Desa-desa terisolasi tak berlistrik di seluruh Indonesia yang mungkin tak tertera di peta dia susuri dengan teguh hati.

Untuk menuju sebuah desa di Sumbawa, misalnya, ia menunggang kuda naik-turun lembah. Di Gunung Halimun, Jawa Barat, ia berjalan kaki sembilan jam sampai terkena demam berdarah. Di Toraja Puni menyisir sungai-sungai kering serta perbukitan gamping rawan longsor. Dia percaya, teknologi ini bisa dijalankan oleh warga desa. "Mikrohidro itu high technology, user friendly," katanya.

Sang insinyur giat melatih orang desa untuk menerima transfer teknologi. Semua operasi teknis sehari-hari dilakukan oleh mereka sendiri. Yang mengagumkan, dia mengajak warga desa bernegosiasi dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) agar mau membeli listrik mereka. Dia meyakinkan PLN bahwa kerja sama ini bersifat simbiosis mutualisme. PLN mendapat energi murah, desa menerima pemasukan rutin.

Penduduk desa dia dorong untuk mendirikan koperasi yang dipergunakan untuk mengelola uang hasil penjualan listrik. Sebuah desa binaannya, misalnya, sampai mampu memberikan beasiswa pendidikan untuk anak-anak mereka dari SD sampai SMA. Di desa lain, tegaklah klinik gratis-lagi-lagi dari hasil penjualan listrik. Ada wilayah yang sampai berhasil membuat industri bordir sehingga banyak laki-laki yang tadinya merantau di kota pulang.

Kemampuannya membangkitkan rakyat untuk mandiri tanpa subsidi pemerintah patut dipujikan. Kita tahu, pemerintah kerap gagal dalam membangun ekonomi pedesaan, karena pendekatan yang top down. Sebaliknya, perempuan ini sampai mampu membangkitkan kepercayaan diri warga desa untuk mengelola aset.

Hampir lima belas tahun ia konsisten. Mimpinya adalah seluruh Indonesia diterangi listrik. "Pemerintah harus percaya dan memberikan pinjaman lunak kepada warga desa untuk menerapkan mikrohidro," katanya. Di negara sendiri, gagasannya diremehkan. Di luar, ide-ide Puni diadopsi oleh PBB untuk diterapkan di negara berkembang lain. Pada 2006 ia mengembangkan mikrohidro di desa-desa di Barangay, sebuah kawasan yang amat terisolasi di Filipina.

l l l

Seperti tokoh perempuan di atas, karya sembilan kandidat lain juga amat inspiratif. Di Singaraja, Bali, kami mendapatkan seorang anak muda yang mengupayakan penyelamatan anggrek asli. Ia gelisah karena makin hari anggrek-anggrek murni kita makin langka karena diekspor ke luar dan terbakar di hutan.

Dia mendirikan sebuah laboratorium kecil dekat Denpasar dengan uangnya sendiri. Di situ ia "mengkloning" aneka anggrek murni serta menggalang jaringan para penggemar anggrek asli di Pontianak, Banjarmasin, Sulawesi, Papua. Dari jaringan ini ia mencari anggrek asli langka yang kemudian dibiakkannya. Upayanya sedikit banyak menyelamatkan kekayaan hutan kita yang berharga itu dari kepunahan.

Tokoh lain pilihan kami adalah seorang ibu yang secara kreatif menciptakan metode menghitung untuk anak-anak kecil dengan menggunakan jari tangan. Ia menamakannya jaritmatika. Dari kata jari dan matematika. Dengan cepat metodenya ini menyebar ke luar Depok, tempat dia pertama kali bereksperimen.

Nun di Bangka Belitung kami menemukan seorang mantan bupati yang giat mengikis korupsi serta mengupayakan pelayanan publik gratis bagi warganya. Demikianlah gagasan-gagasan menunjukkan pengaruhnya. Di halaman-halaman berikutnya, sidang Pembaca yang kami hormati dapat pula melihat tokoh-tokoh lain yang tak kalah menarik. Ada anak muda yang berbisnis kebab turki beromzet Rp 1 miliar sebulan. Ada yang menciptakan wisata jalan-jalan untuk mencegah penghancuran sisa gedung-gedung Batavia.

Di dunia ilmiah, tokoh pilihan kami adalah seorang ilmuwan muda yang berhasil menciptakan teknologi kelas dunia-hingga dipatenkan di Amerika-dari sebuah wartel di pojok Tangerang. Eureka! Teknologi pemindaian yang ia temukan bisa melihat secara langsung-dalam bentuk tiga dimensi-bahan yang ada dalam reaktor bersuhu tinggi dan sejenisnya. Temuan ini amat bermanfaat untuk teknologi medis, industri perminyakan, sampai kimia.

Di Universitas Lehigh, Amerika Serikat, kami menemukan cendekiawan muda penemu tiga paten yang menggegerkan sejumlah universitas terkemuka di pantai timur Amerika. Risetnya di bidang fiber optic membuat komputer bisa bekerja jauh lebih cepat di masa depan.

Kedua orang inilah mungkin yang dalam pandangan Soedjatmoko, penemuannya dapat membuat kita mengikuti revolusi pengetahuan di luar. Bila kami tidak memilih mereka, itu hanya karena faktor karyanya belum mendapat aplikasi secara luas di sini. Adapun pilihan kami kali ini lebih pada teknologi tepat guna yang mampu menggerakkan masyarakat.

Sepuluh nama yang kami sajikan pencapaiannya tentulah belum sekaliber "Grameen Bank" Muhammad Yunus. Tapi setidaknya mereka telah menampilkan spirit altruistik Muhammad Yunus. Bahwa hidup bukan hanya untuk diri sendiri melainkan juga untuk kemaslahatan sesama manusia.

Menutup tahun 2006, sambutlah 10 "pendekar" pilihan Tempo. Si penunggang kuda dan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus