Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Alasan Emoji Identik dengan Warna Kuning

Emoji berasal dari seni Jepang apa 90-an dan telah berkembang menjadi cara populer untuk berkomunikasi di era digital.

9 Maret 2025 | 12.56 WIB

Emoji dalam aplikasi whatsapp. Shutterstock
Perbesar
Emoji dalam aplikasi whatsapp. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Emoji merupakan simbol grafis yang digunakan dalam komunikasi digital untuk mengekspresikan emosi, ide, atau konsep secara visual. Salah satu ciri khas emoji adalah berwarna dominan kuning, terutama pada kategori wajah atau ekspresi.

Mengapa Emoji Berwarna Kuning?

Emoji berasal dari seni Jepang pada 90-an, dan telah berkembang menjadi cara populer untuk berkomunikasi di era digital. Dikutip dari Plann That, sejak 2010, emoji telah dimasukkan ke dalam Unicode (standar pengkodean perangkat lunak), yang memicu penggunaannya secara luas di berbagai platform dan perangkat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada banyak jenis emoji, mulai dari ekspresi wajah, tangan, hewan, tanaman, makanan, tempat, cuaca dan sebagainya. Mulanya, emoji dari smiley dan emotion memiliki kulit kuning dan emoji dari people dan body berkulit putih. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Unicode kemudian memutuskan bentuk dasar dan deskripsi setiap emoji serta memberikan prototipe berwarna hitam-putih. Warna itu diserahkan kepada masing-masing vendor untuk didesain sendiri. 

Namun karena hal tersebut, emoji mengalami berbagai kritik seperti kurang keberagaman, ekspresi, rasisme, dan lainnya. Pada 2015, Unicode meluncurkan lima skin tone modifier berdasarkan fitzpatrick scale dengan tujuan merepresentasikan people of color. 

Lima pilihan skin tone itu tersedia untuk emoji gerakan tangan, selain warna kuning yang biasa digunakan dalam film Simpsons. Memilih satu warna bisa menjadi jalan pintas yang mudah bagi sebagian orang, tetapi bagi sebagian lainnya, ini membuka percakapan yang rumit tentang ras dan identitas.

Sebuah studi pada 2018 yang diterbitkan oleh Universitas Edinburgh mengamati penggunaan emoji warna kulit yang berbeda —yang disebut sebagai emoji modifikasi—di Twitter (sekarang X) untuk mengetahui apakah pengubah tersebut berkontribusi pada representasi diri.

Alexander Robertson, seorang peneliti emoji di Google yang terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan pengubah emoji digunakan secara luas tetapi orang-orang dengan kulit gelaplah yang menggunakannya dalam proporsi lebih tinggi, dan lebih sering.

Setelah melihat lagi data Twitter, Andrew McGill, yang saat itu menjadi penulis untuk The Atlantic, menemukan bahwa beberapa orang kulit putih mungkin tetap menggunakan emoji kuning karena mereka tidak ingin menegaskan hak istimewa mereka dengan menambahkan emoji berkulit terang pada teks, atau untuk mengambil keuntungan dari sesuatu yang diciptakan untuk mewakili keberagaman.

Mewakili Identitas

Namun, Zara Rahman, seorang peneliti dan penulis di Berlin, berpendapat bahwa emoji warna kulit membuat orang kulit putih menghadapi ras mereka sebagaimana yang sering dilakukan oleh orang kulit berwarna.

Rahman, yang pada 2018 menulis artikel untuk Daily Dot berjudul "The problem with emoji skin tones that no one talks about," juga menantang pandangan bahwa emoji kuning — mirip dengan karakter dari The Simpsons — bersifat netral, karena pada acara itu, "ada orang kuning, ada orang cokelat, dan ada orang kulit hitam".

Ia mengatakan ada kecenderungan di masyarakat untuk mengasosiasikan ras kulit putih dengan tidak adanya ras, dan emoji memberi orang kulit putih pilihan untuk menunjukkan ras mereka secara eksplisit.

"Saya benar-benar mendengar beberapa orang merasa lelah karena harus melakukan itu. Banyak orang kulit berwarna harus melakukan itu setiap hari dan dihadapkan dengan masalah ras setiap hari," kata Rahman. "Namun bagi banyak orang kulit putih, mereka mampu mengabaikannya, baik secara tidak sadar maupun sadar, sepanjang hidup mereka," kata Rahman dikutip dari National Public Radio.

Rahman mengakui tidak ada jawaban khusus untuk semua pertanyaan tentang penggunaan emoji, tetapi mengatakan itu adalah kesempatan untuk berpikir tentang bagaimana orang ingin mewakili identitas mereka.



close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus