Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Angry Birds Meminang Garuda

Game Angry Birds akan hadir dengan karakter Indonesia: mungkin berpengiring gamelan, berbaju batik, dengan bintang tamu Garuda. Rovio mengajak pengembang aplikasi di Tanah Air untuk membuatnya.

30 Januari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tahun Naga segera tiba. Di Helsinki, Finlandia, sekelompok ahli pembuat karakter dalam game Angry Birds memastikan hasil kerja mereka untuk terakhir kalinya.

Sepertinya semua sudah sempurna. Sebagian burung itu sudah berubah setelah menjalani "operasi plastik" besar-besaran. Mata mereka yang sebelumnya belo, misalnya, kini cuma garis lurus, kadang seperti tanda petik menelentang atau telungkup. Mereka semua juga memakai topi Cina. Lampion dan naga ada di mana-mana. Ke mana para babi pencuri telur?

Para babi yang mematik kemarahan para burung itu masih ada, digambarkan malih rupa sebagai barongsai.

Cuma kumis Cina yang luput dibuat. Toh, game bertajuk "Angry Birds Seasons: Year of the Dragon" ini sudah terasa khas. "Publik Cina sampai mengira Rovio itu permainan lokal," ujar Peter Vesterbacka, Chief Marketing Officer Rovio, pembuat game Angry Birds.

Vesterbacka—taruhan, karakter Mighty Eagle di game ini berasal darinya—datang ke Indonesia pada Jumat dua pekan lalu. "Saya ingin mencari tahu seperti apa Angry Birds versi Indonesia," ujarnya kepada Tempo. "Jadi nanti akan ada Angry Birds Seasons khusus Indonesia, seperti halnya Angry Birds Halloween, Angry Birds Christmas, Angry Birds Mooncake Festival, dan lainnya."

Game dua dimensi yang sejatinya dibuat untuk dimainkan di gadget dengan layar sentuh ini adalah permainan yang oleh Apple didapuk sebagai "Best iPhone Game Apps 2011". Sejak diluncurkan pada 2010, permainan ini sudah diunduh lebih dari 600 juta kali, belum termasuk mereka yang memainkannya di komputer.

"Di Indonesia, saya kira sudah jutaan orang mengunduh game ini," ujar Vesterbacka. Karena itu, ia yakin Angry Birds versi Indonesia bakal memanen banyak peminat.

Mengunjungi Angry Birds Playground di sebuah pusat belanja di Jakarta Selatan pada Senin pekan lalu, terasa benar kekuatan pemikat game ini. Ratusan pengunjung seperti tak hendak melewatkan setiap wahana bermain di playground itu. Syamsul, 17 tahun, mencoba merobohkan bangunan tempat persembunyian para babi melalui telepon seluler Nokia yang tersambung ke layar televisi.

"Saya bisa sampai level 5," kata siswa kelas III sekolah menengah atas ini. Masih ada 10 level yang tersisa untuknya. Syamsul mengaku mengenal game si Burung Marah tiga bulan lalu. Sekali mencoba, ia langsung "jatuh hati".

Fahmi Agus, 25 tahun, bahkan datang ke playground dengan mengenakan kostum Angry Birds versi Gatotkaca. "Kebanyakan orang asing mengenal Indonesia dari kesenian Jawa dan Pulau Bali, makanya saya tampilkan cerita pewayangan," ujarnya.

Ketika pertama kali memainkan Angry Birds sekitar pertengahan tahun lalu, Fahmi dibuat penasaran oleh teknik melemparkan burung dengan katapel supaya tepat sasaran. "Ini permainan dua dimensi tapi lumayan sulit," ujarnya.

Rovio tak bekerja sendiri di Indonesia. Perusahaan itu menggandeng Nokia. Ini bukan hanya karena perusahaan itu berasal dari negara yang sama dengan Rovio, tapi karena di Indonesia baru Nokia yang punya sistem pembayaran aplikasi melalui operator seluler dengan cara memotong pulsa.

"Ini membuat Angry Birds bisa diakses banyak orang dari segala umur dan tidak hanya ada di ponsel pintar," ujarnya. Maka bayangkan pasarnya.

Menurut Product Manager Nokia Indonesia Irwan Hermawan, bila Angry Birds ditransaksikan cuma via kartu kredit, game itu hanya bisa dibeli oleh kurang dari 20 juta pemilik kartu tersebut. Dengan pembayaran via potong pulsa, "Ada 1,5 miliar pengguna ponsel Nokia di seluruh dunia yang bisa membeli, termasuk yang sehari-hari berpulsa pas-pasan," kata dia.

Bersama Nokia, Rovio bakal menggandeng pengembang aplikasi lokal untuk membuat Angry Birds khas Indonesia. Belum-belum masukan sudah berdatangan. "Kami mendapat banyak masukan, bagaimana jika Angry Birds itu burung Garuda, tambah karakter komodo, pakai batik," ujar Vesterbacka. "Itu semua mungkin saja."

Nokia masih merahasiakan bentuk kerja samanya dengan Rovio dan developer lokal. "Sudah ada gambaran, tapi masih dinegosiasikan," kata Narenda Wicaksono, Developer Manager Ecosystem and Developer Experience Nokia Indonesia.

Tapi kira-kiranya begini. Bakal dijual di Nokia Ovi Store, toko online penjual aplikasi Nokia, dari tiap aplikasi yang diunduh, pengembang akan mendapat bagian 70 persen. Sejauh ini di toko itu ada 10 ribu developer dan di dalamnya terdapat 3.000 aplikasi lokal Indonesia.

Tak ada persyaratan khusus bagi pengembang aplikasi yang ingin membuat Angry Birds versi Indonesia. "Kami berfokus pada developer yang menciptakan produk bagus," kata Narenda.

Firstman Marpaung sudah bisa membayangkan bakal seperti apa Angry Birds khas Indonesia itu. "Game dibuka dengan nada yang sama, tapi pakai alat musik gamelan," kata Presiden Nokia Indonesia Community Enthusiasts ini. "Karakter burungnya diberi aksesori batik dan udeng serta bangunannya dibuat seperti candi."

Ia mengamati, aplikasi yang berbau budaya Indonesia justru sangat laku di mancanegara. Aplikasi gamelan, misalnya. Dalam dua pekan, software ini diunduh 20 ribu kali. Sementara itu, download dari dalam negeri hanya seribu kali.

Niat Vesterbacka sepertinya mendapat sambutan yang baik dari pengembang aplikasi lokal. Arief Widhiyasa, Chief Executive Officer Agate Studio, pembuat game Smash Mania, langsung menyatakan tertarik membuatnya. "Memang belum ada bayangan seperti apa bentuknya," katanya.

Soal pasar Angry Birds khas Indonesia, Arief memperkirakan penjualannya belum akan semulus di negara maju. Menurut dia, salah satu tantangan dalam memasarkan permainan digital di Indonesia adalah pola pikir konsumen. "Di sini mindset-nya game itu tinggal beli di Glodok dengan harga murah, sementara yang legal lebih mahal," ujarnya.

Untuk membuat game berkualitas setara dengan Angry Birds, menurut Arief, akan dibutuhkan waktu 6-8 bulan. "Mulai mendesain gambar sampai pemrogramannya."

Gits Indonesia juga menyatakan minatnya untuk membuat Angry Birds versi Indonesia. "Ini akan sangat menantang," kata Ray Rizaldy, chief marketing officer pengembang aplikasi game itu. Dia melihat langkah ini juga bisa menjadi sarana untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia luar.

Chief Business Development Officer Agate Studio Andhika Estrada mengatakan kerja sama dengan Rovio berarti membuka peluang bagi developer Indonesia untuk menimba ilmu. "Karena Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang merupakan negara yang industri game-nya cukup maju, banyak hal yang bisa dipelajari dari sana."

Itu pula tawaran Vesterbacka, yang mengajak pengembang aplikasi lokal datang ke markas Rovio di Helsinki. "Lagi pula kami belum punya tim dari Indonesia," kata dia berkelakar. "Gajinya kompetitif juga, kok."

Rini Kustiani


Peter Vesterbacka, Pembuat Game Angry Birds:
Angry Birds Bisa Pakai Batik

SUSAH untuk percaya bahwa pria yang keluar sendirian dari taksi premium itu masuk daftar 100 orang paling berpengaruh pada 2011 versi majalah Time. Ia cuma bercelana jins, memakai sepatu olahraga, dan membayar sendiri ongkos taksinya. Untunglah ia punya ciri khas: selalu mengenakan jaket merah menyala bergambar si Burung Marah.

Dia adalah Peter Vesterbacka, salah satu pendiri Rovio, yang membuat game Angry Birds. Jumat sore dua pekan lalu, pria Finlandia ini mendarat di Jakarta. Ini kedua kalinya ia ke Indonesia. ”Saya pertama kali ke sini 20 tahun lalu untuk belajar soal komputer,” ujarnya kepada Tempo, Senin pekan lalu.

Di sebuah restoran, sembari menunggu pesanan nasi gorengnya, Vesterbacka menceritakan misinya kali ini. ”Saya sedang mencari tahu seperti apa Angry Birds versi Indonesia,” ujar pria kelahiran 1968 ini.

Sebelum sukses dengan Angry Birds, berapa kali game Anda gagal dan game apa lagi yang sukses?

Rovio sudah membuat game sejak 2003. Jaakko Lisalo (Senior Game Designer Rovio) adalah orang pertama yang mendesain Angry Birds. Game ini keluar pada Desember 2009 dan mulai populer pada 2010.
Sebelumnya, kami sudah membuat 51 permainan. Salah satunya Bounce, yang sudah ada di telepon seluler Nokia dan telah diunduh 200 juta kali. Tapi Angry Birds yang paling populer dengan lebih dari 600 juta download. Natal lalu, kami mencatat rekor: 5 juta download sehari.
Dulu Rovio hanya diisi tiga orang. Setelah Angry Birds populer, jumlah karyawan kami 260 orang.

Ada cara tertentu untuk menguji game Anda sebelum dipasarkan?

Kami punya trik sendiri. Niklas Hed (Chief Operating Officer Rovio) biasanya meminjamkan game beserta ponselnya kepada ibunya. Jika ponsel itu kembali, berarti game-nya kurang menarik. Namun yang terjadi pada Angry Birds adalah ponsel Niklas enggak balik.

Strategi apa yang diterapkan Rovio untuk membangun popularitas Angry Birds?

Indikasi sukses-tidaknya sebuah game tidak hanya dari jumlah unduhan. Kami juga membuat studio animasi, komik, film, dan merchandise, bekerja sama dengan vendor perangkat bergerak serta operator seluler untuk billing solution, hadir di Facebook bulan depan, dan membuat Angry Birds di televisi Samsung.
Kami ingin membangun awareness Angry Birds secara masif sehingga permainan ini bisa diterima banyak orang dari segala umur. Angry Birds harus lebih tenar daripada Mickey Mouse dan Hello Kitty.

Mengapa ke Indonesia?

Saya ingin mencari tahu seperti apa Angry Birds versi Indonesia. Bersama Nokia, kami menggandeng developer game lokal di sini. Sebagaimana Cina, misalnya. Kami sudah membuat Angry Birds Seasons untuk tahun baru Cina.
(Sambil memperagakan game Angry Birds ala Cina di iPad-nya.) Dalam permainan ini, ada karakter baru yang kami tampilkan, seperti naga, ornamen lampion, dan 15 level baru. Publik Cina sampai mengira Rovio itu pemain lokal.
Jadi, nanti akan ada Angry Birds Seasons khusus Indonesia.

Sudah punya bayangan seperti apa Angry Birds khas negeri kami?

Kami mendapat banyak masukan, bagaimana jika Angry Birds itu burung garuda, tambah karakter komodo, pakai batik. Itu semua mungkin saja.

Sepertinya Indonesia penting bagi Rovio?

Menurut kami, Indonesia adalah salah satu negara yang ekonominya tumbuh signifikan. Warga Indonesia juga pengguna Facebook terbanyak kedua di dunia. Jumlahnya 41,7 juta anggota. Jadi, Indonesia sangat-sangat-sangat penting buat kami.

Tidak risau dengan pembajakan di Indonesia?

Pembajakan itu salah satu indikator bahwa masyarakat menyukai brand tertentu. Untuk mengantisipasinya, kami menjual produk dengan cara lisensi.

Apa lagi setelah Angry Birds?

Akan ada lebih banyak lagi Angry Birds, seperti Nintendo telah mengelaborasi tokoh Mario. Kami ingin membangun beberapa brand baru dengan game yang sama sekali berbeda, tapi karakternya sama.

Sudah bertemu dengan pengembang game di Indonesia? Punya saran untuk mereka?

Sudah saya coba beberapa aplikasi developer Indonesia. Secara teknis oke, tapi ingat di luar sana ada banyak pembuat game lain. Untuk berhasil, perlu branding dan marketing dalam satu paket. Tidak akan berhasil jika mengandalkan salah satunya saja.

Rini Kustiani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus