Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hampir saja Ferry putus asa. Sudah setengah jam ia menunggu di depan komputernya. Entah untuk kali keberapa ia menekan tombol refresh di program penjelajah Internetnya, tapi yang muncul selalu pesan "error". Belum lagi beberapa e-mail yang antre tak bisa ia kirim. Selepas makan siang hari itu, koneksi Internet di kantor Ferry terputus. "Menurut orang teknologi yang menghubungi Lintas Artha, itu karena putusnya kabel laut akibat gempa," cerita Ferry.
Ferry tidak sendirian. Ada ratusan, mungkin malah ribuan, orang di Indonesia yang setengah jam saja Internet mati merasa tidak bisa bernapas. Mereka begitu tergantung pada Internet sehingga, ketika salurannya ngadat, segera berteriak resah. Dan itulah yang terjadi ketika kabel bawah laut milik jaringan grup Indosat putus Desember lalu.
Menurut Adjaib Rousstia, Senior Vice President Telecommunication and MIDI Network Operation and Maintenance PT Indosat Tbk., gempa bumi di perairan Taiwan di Laut Cina Selatan, pada 19 Desember 2003 itu, telah membetot sampai putus dua jaringan kabel laut yang terkait langsung dengan operasi mereka. Jalur kabel laut itu milik konsorsium Asia Pacific Cable Network (APCN) dan South East Asia-Middle East-Western Europe 3 (SEA-ME-WE 3), tempat Indosat menjadi anggota.
Sialnya, kedua jalur kabel ini sebenarnya saling mem-back-up. Artinya, jika jalur APCN terganggu, seharusnya otomatis semua sirkuit yang melaluinya diambil alih SEA-ME-WE 3, dan sebaliknya. Tapi, karena kedua-duanya putus, "Ini seperti mobil yang bannya dan ban serepnya sekaligus meletus," Adjaib menganalogikan.
Bagi Indosat, jalur kabel laut adalah infrastruktur utama. Dari 16 ribu sirkuit internasional yang mereka miliki, 97 persen memanfaatkan kabel laut. Jaringan ini mereka namakan Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL). Baru untuk saluran sisanya mereka menggunakan satelit.
Kabel laut adalah tulang punggung (backbone) untuk penyelenggaraan komunikasi internasional Indosat. Dari 16 ribu sirkuit internasional itu, sekitar 7.000 sirkuit melayani jalur percakapan telepon internasional. Selebihnya, digunakan untuk menyalurkan Internet, komunikasi data, global corporate service (saluran sewa untuk pelanggan perusahaan).
Sistem kabel laut memang jadi pilihan operator telekomunikasi dunia. Apalagi sejak ada teknologi kabel serat optik yang kapasitas angkut datanya jauh lebih besar dibanding satelit. Hitung saja, satelit hanya memiliki 24-36 transponder, dan kapasitas tiap transponder maksimum hanya 36 megabit per detik. Sedangkan kabel laut serat optik berkapasitas sampai jutaan gigabit per detik.
Karena kelebihan itulah perusahan telekomunikasi dunia lebih suka membangun jaringan kabel laut. Setidaknya, ada tujuh jaringan kabel, seperti Asia Pacific Cable Network (APCN), Trans Pacific Cable-5 (TPC-5) yang menghubungkan Jepang dengan Amerika, Pacific Rim West, Asia Pacific Cable, dan jalur China-US. Jalur-jalur kabel laut sepanjang ribuan kilometer itu mengelilingi bumi dan menyambungkan pertukaran data antarbenua.
Tapi, kabel laut juga memiliki kelemahan. "Yang paling sering rusak juga kabel laut," kata Adjaib. Kelemahan lain, ia rawan terguncang gempa bumi dan arus bawah laut yang ekstrem, atau malah putus tertarik jangkar kapal.
Gempa di perairan Taiwan itu dengan jelas menunjukkan rapuhnya kabel laut. Dalam sekejap, akibat tarikan gempa, kabel rusak di tujuh titik. Dari semua titik, empat di antaranya langsung terkait dengan Indosat, yakni dua titik di jalur APCN (segmen B3 dan B5) dan dua titik di jalur SEA-ME-WE 3 (segmen 1.7 dan 2.1). Akibatnya, sekitar 2.700 sirkuit telepon internasional Indosat terganggu dan jaringan Internet yang dikelola Indosat M2 sempat mogok.
Untung, hanya dalam hitungan jam, Indosat berhasil mengatasi gangguan ini. Menurut Adjaib, sekitar 800 sirkuit telepon internasional bisa pulih hari itu juga. "Agar trafik komunikasi tidak terputus total, rute dialihkan lewat negara-negara ketiga dalam konsorsium, misalnya lewat Jerman dan Inggris."
Dua jalur utama Internet yang terganggu—ke Jepang dan Amerika, masing-masing memiliki bandwidth 2 kali 45 megabit per detik—juga diatasi dengan membuka jalur baru ke Singapura sebesar 45 megabit per detik. Sebenarnya jalur pengganti ini baru akan dibuka Januari sekarang. "Pada Senin-nya, 22 Desember, dibuka juga saluran 45 megabit per detik dari stasiun bumi Jatiluhur via satelit Palapa ke Hong Kong," kata Adjaib lagi. Seminggu kemudian, perbaikan segmen 2.1 SEA-ME-WE 3 selesai sehingga jaringan Internet pulih seperti semula.
Tentu tak semua kerusakan sudah pulih karena perbaikan makan waktu. Segmen B5 APCN, yang ditargetkan selesai 5 Januari lalu, ternyata tertunda karena ditemukan kerusakan baru berjarak 83 kilometer dari titik kerusakan semula. Kemungkinan perbaikan ini selesai pada pertengahan Januari.
Kejadian yang menimpa Indosat ini memang hanya dirasakan pelanggan grup Indosat. Di Indonesia saat ini, selain menggunakan Indosat, para pengguna Internet memanfaatkan perusahaan jasa Internet. Kebanyakan perusahan itu berhubungan langsung dengan perusahaan penyedia bandwidth internasional berbasis satelit.
Menurut Heru Nugroho, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, dari sekitar 70 perusahaan Internet yang beroperasi dan terkait dalam Indonesia Internet Exchange (IIX), hanya sepuluh persen terhubung dengan Indosat. "Sebagian besar memakai satelit, sehingga kejadian yang menimpa Indosat tidak dirasakan kebanyakan pengguna Internet di Indonesia," ia menjelaskan.
Jaringan Internet mungkin tidak akan lumpuh total. Menurut Adjaib, jaringan Internet Indosat yang menuju ke luar negeri sudah diatur begitu rupa sehingga seharusnya aman. "Dari Indosat, langsung ke Amerika dengan bandwidth sekian megabit. Ada juga yang langsung ke Jepang, ke Singapura, ke Hong Kong. Jadi, kalau jalur langsung ke Amerika rusak, segera dialihkan ke Singapura dulu, baru ke Amerika. Sistemnya kita buat tidak bergantung pada satu jalan. Di telekomunikasi tidak boleh lumpuh," kata dia. Tapi, Internet bisa saja tersendat-sendat jika jalannya sempit sementara lalu-lintasnya padat.
L. Dody Hidayat
19 Desember 2003
27 Desember 2003
Panjang jalur kabel ini 12 ribu kilometer, menghubungkan Korea, Jepang, Hong Kong, Taiwan, Filipina, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Selesai dibangun pada Maret 1997 dengan biaya US$ 640 juta. Kapasitas angkut datanya 10 gigabit per detik. |
Merajut Benang Raksasa Karena gempa di dasar laut, dua jalur kabel laut milik konsorsium APCN dan SEA-ME-WE 3 terputus. Akibatnya, percakapan telepon antarnegara dan Internet yang melalui jaringan itu terganggu, bahkan terputus total beberapa saat. Kini, kapal-kapal khusus kabel bawah laut sedang memperbaikinya. Sistem Komunikasi Kabel Laut
SEA-ME-WE 3
|
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo