Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perlukah dibentuk tim independen untuk menyelidiki kasus meninggalnya wartawan RCTI, Ersa Siregar?
(2 - 9 Januari 2004) | ||
Ya | ||
45.14% | 257 | |
Tidak | ||
3.85% | 292 | |
Tidak tahu | ||
3.85% | 22 | |
Total | 100% | 571 |
Wartawan RCTI, Ersa Siregar, meninggal di tengah pertempuran antara GAM dan TNI. Reaksi dan keprihatinan dari banyak kalangan pun berdatangan. Selain ucapan simpati, reaksi juga ditunjukkan dengan desakan agar pemerintah membentuk tim independen untuk mengusut kematian wartawan senior ini.
Ersa meninggal tertembak setelah terjadi kontak senjata antara TNI dan Gerakan Aceh Merdeka di Simpang Ulim, Aceh Timur, Nanggroe Aceh Darussalam, pada 29 Desember 2003. Sebelumnya, sejak 29 Juni 2003 lalu ia disandera GAM, bersama juru kamera RCTI, Ferry Santoro, beserta dua warga sipil lainnya.
Menurut versi TNI, mayat Ersa ditemukan tewas setelah TNI dan GAM terlibat kontak senjata. Peluru itu menembus leher dan dada korban. Namun, penembakan ini dinilai masih menyisakan pertanyaan sehingga perlu adanya tim independen. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pun menyetujui pembentukan tim untuk menyelidiki kasus ini.
Sebanyak 51 persen responden yang mengikuti polling menilai pembentukan tim independen tidak perlu. Salah satu responden dari Jakarta menilai, meninggal di daerah yang sedang bergolak adalah bagian dari risiko tugas wartawan. Namun, ada 45 persen responden yang menilai tim independen tetap perlu dibentuk untuk menjernihkan permasalahan ini.
Indikator Pekan Ini:
Setelah Ersa ditemukan meninggal, kini perhatian terfokus pada nasib juru kamera RCTI, Ferry Santoro, yang hingga kini masih disandera Gerakan Aceh Merdeka. Selain Ferry, juga ada dua wanita yang ikut disandera. Keempatnya ditangkap GAM sejak 29 Juni 2003 lalu.
Pemerintah pun sudah membentuk tim yang dipimpin oleh Sekretaris Menteri Koordinator Polkam, Sudi Silalahi, untuk membebaskan para sandera itu. Palang Merah Indonesia dan Palang Merah Internasional ikut bersama tim yang dibentuk pemerintah untuk pembebasan sandera itu. Hanya, jalan menuju pembebasan itu tak bakal berlangsung mulus. Sebab, GAM minta persyaratan gencatan senjata dua hari untuk pembebasan itu. Namun TNI tak setuju dengan persyaratan itu. ”Karena itu bisa menjadi preseden mereka untuk menggunakan cara-cara begitu,” kata Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, 5 Januari lalu. Perlukah TNI menyetujui gencatan senjata dengan GAM untuk membebaskan para sandera? Kami tunggu pendapat Anda di www.tempo.co.id. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo