Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Robert Mugabe: "Kami Akan Melalui Jalan yang Keras"

11 Januari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semua sejarawan akan setuju bahwa Presiden Zimbabwe, Robert Gabriel Mugabe, adalah "sesepuh" nasionalis Afrika yang tertua, terlama (duduk di kekuasaan), dan terakhir yang masih aktif memimpin di Benua Afrika. Para koleganya sesama pejuang kemerdekaan di Afrika rata-rata sudah mundur, memberi petuah dari jauh, atau sudah wafat. Seperti juga para pahlawan nasionalis di berbagai negara berkembang, bulan madu kemerdekaan itu lazimnya berakhir setelah beberapa saat, karena pada akhirnya yang dibutuhkan oleh sebuah negara untuk mencapai kemakmuran bukan sekadar karisma dan cita-cita, tetapi juga kompetensi. Sejak kepemimpinan Mugabe di tahun 1980 sebagai perdana menteri, hingga tahun ini, seperti yang diutarakan majalah Time tahun 2000, ekonomi Zimbabwe mencapai titik terburuk. "Harapan untuk hidup makmur setelah kemerdekaan tahun 1980 pupus dengan kekerasan berdarah yang terjadi di Matabeleland, kawasan suku Ndebele di Zimbabwe." Reaksi Mugabe saat itu adalah mengirim pasukan militer yang terlatih ketat oleh Korea Utara yang mencoba "mengatasi" pemberontakan ini selama dua tahun. Korbannya bergelimpangan.

Tak lama sesudah itu, antara dunia Barat dan Zimbabwe terjadi saling "hardik". Janji-janji yang diuraikan negara-negara Barat untuk menanamkan investasi dan bantuan finansial agak tersendat karena mereka menganggap ada korupsi besar-besaran dan inkompetensi dalam penanganan pemerintah. Inflasi dan pengangguran melejit, demonstrasi mulai digelar. Toh, Mugabe tetap berhasil mempertahankan kedudukannya. Pada Februari 2000, rakyat Zimbabwe menolak konstitusi baru yang memberikan wewenang presiden. Terkejut dengan penolakan ini, terjadilah "kebijakan" pengambil-alihan tanah pertanian milik petani kulit putih yang dianggap sebagai tanah rakyat Zimbabwe yang dijajah Inggris. Para tentara veteran berbaris memasuki tanah 1.500 petani kulit putih. Kebijakan ini kemudian mempengaruhi ekonomi Zimbabwe, yang sangat bergantung pada industri agrikultur.

Pemilu anggota parlemen yang diselenggarakan kemudian membuat Mugabe terkejut. Bukan hanya karena terjadinya protes dan kekerasan—akibat ada tuduhan kecurangan di pihak Mugabe—tetapi juga karena partai oposisi MDC mendapatkan hampir setengah dari jumlah kursi di parlemen Harare. Pemilu presiden tahun 2002 kemudian membuat hubungan Zimbabwe dengan negara Barat semakin buruk. Pemilu yang dimenangi Mugabe itu dianggap sebagai pemilu yang diselenggarakan dengan tidak adil dan penuh kecurangan. Akibatnya fatal: Mugabe dijatuhi sanksi tak boleh memasuki negara-negara Uni Eropa dan AS, serta negaranya dicopot dari keanggotaan Persemakmuran. Jengkel dengan perlakuan negara-negara Barat terhadapnya, Mugabe memutuskan "menoleh ke Timur tempat matahari terbit dan orang terbangun, dan meninggalkan Barat tempat matahari terbenam dan orang tertidur". Kun- jungannya ke Malaysia dan Indonesia pekan ini adalah salah satu upayanya membuka kerja sama baru.

Pagi itu, dikelilingi oleh belasan stafnya yang dengan takzim berdiri di sekeliling sang Presiden, Mugabe menerima wartawan TEMPO Leila S. Chudori sembari meminta maaf atas keterlambatannya. Berwajah sangat awet muda dan segar untuk lelaki seusianya, ia mengenakan jas berwarna biru tua dan fasih menjawab semua pertanyaan. Berikut petikan wawancaranya.

Negara Barat dan media Barat selalu mempersoalkan durasi pemerintahan Anda yang begitu lama sejak tahun 1980. Bisa ceritakan apa saja tantangan dan keberhasilan Anda selama ini?

Pertama, sebelumnya kami adalah jajahan Inggris. Kami harus berjuang keras untuk mencapai kemerdekaan kami bersama beberapa pimpinan nasionalis, bersama Joshua Nkomo yang memimpin perang. Tentu saja pencapaian kami yang pertama adalah memperoleh kemerdekaan. Ini fase pertama perjuangan. Fase kedua, membangun pendidikan yang selama masa penjajahan hanya terbatas pada sedikit orang saja. Kami mewajibkan pendidikan kepada semua anak, paling tidak selama 11 tahun. Kini, sekitar 87 persen masyarakat wajib sekolah kami sudah melek-pendidikan. Ini persentase tertinggi di Afrika. Kami mulai mendirikan universitas-universitas, sekolah tinggi agrikultural, dan program pemberantasan buta huruf bagi orang dewasa. Di dalam fase kedua ini, kami juga sekaligus punya persoalan ekonomi. Ekonomi kami berdasarkan agrikultur, sementara tanah kami berada di tangan sedikit orang kulit putih. Kami perlu tanah lebih, kami menyadari tanah akan jadi persoalan besar. Persoalan kami nomor satu adalah soal tanah. Jeritan rakyat setiap hari adalah our land, our land, our land, our soil, our soil, our soil. Karena itu, ketika kami bernegosiasi dengan Inggris untuk kemerdekaan kami, kami mengajukan persoalan ini. Selama 10 hari, negosiasi kami dengan Inggris mengalami jalan buntu. Soalnya, Inggris setuju penggunaan tanah untuk rakyat, tetapi mereka mengatakan rakyat harus membelinya dari Inggris. Kami bilang, "No," tanah itu di- ambil dari petani kami oleh Inggris, jadi seharusnya Inggris harus membayar kompensasi kepada petani dan tanah itu dikembalikan. Akhirnya, AS masuk dalam negosiasi ini. AS, yang saat itu masih di bawah pemerintahan Jimmy Carter, mengatakan AS siap memberi bantuan finansial bersama Inggris. Kami juga disarankan minta bantuan EEC (Masyarakat Ekonomi Eropa). Maka, di suatu akhir pekan di tahun 1979, Joshua Nkomo (almarhum) dan saya terbang Jumat siang ke Brussels, ke EEC, dan mereka setuju membantu. Kami mendapatkan janji bantuan dan kami berhasil setuju dengan isi undang-undang baru kami.

Mereka tidak memenuhi janji?

Ketika hari kemerdekaan tercapai pada 18 April 1980, kami sungguh bahagia. Pangeran Charles dikirim Inggris untuk menurunkan bendera Inggris, dan saya menaikkan bendera Zimbabwe. Hari itu sungguh hari yang bahagia, tengah malam yang menyenangkan. Apa yang terjadi setelah itu? Inggris memberikan 30 juta pound, lalu 14 juta pound. Itu tak cukup. Bagaimana dengan AS? Carter kalah oleh Reagan dalam pemilu AS. Reagan menuduh kami komunis dan tentu saja mundur dari janji bantuan itu.

Kami mulai mengetuk pintu Inggris untuk menagih janji mereka, dan mereka menolak menambah kompensasi itu. Setelah John Major menjadi perdana menteri baru, kami sempat punya harapan. He was a very nice man, down to earth. Kami bernegosiasi lagi. Saling mengirim tim dan akhirnya Inggris memutuskan menghidupkan kembali janji bantuan finansial. Sayang, Major kalah dalam pemilu berikutnya. Kini, kami berhadapan dengan PM Tony Blair. Blair mengatakan partainya tak akan mengadopsi keputusan-keputusan yang sudah disetujui pemerintahan sebelumnya. Dia mengatakan bahwa itu tanggung jawab Partai Buruh. Seorang suksesor seharusnya meneruskan kebijakan penguasa sebelumnya. Mereka tetap menolak. Baiklah, simpan saja uang Anda, kami juga akan menyimpan tanah kami.

Sejak itulah kami mulai mengeluarkan kebijakan mengambil alih tanah pertanian petani kulit putih. Kami mengatakan kepada orang kulit putih, jika mereka meminta kompensasi, mintalah pada Inggris. Kami akan mengkompensasi jika di tanah itu sudah didirikan infrastruktur. Misalnya jika mereka membangun bendungan, irigasi, kami akan bayar. Tapi, untuk tanahnya, tidak! Mereka harus ke Inggris untuk meminta kompensasi. Itu asal mulanya kami memulai kebijakan itu.

Tetapi mereka merasa pemerintah Anda merebut tanah milik mereka.

Ya. Para petani kulit putih mengatakan kami merebut tanah mereka. Mereka bahkan tidak malu mengatakan "our land" di Afrika. Itu sifat alamiah orang kulit putih, mereka merasa memiliki seluruh dunia. Kami tidak merasa melakukan hal yang salah, karena ini memenuhi rasa keadilan rakyat kami. Sayangnya, kami mengalami musim hujan dan banjir yang lama. Setelah itu, kami mengalami musim kering yang lama, yang mempengaruhi panen dan ekonomi.

Gara-gara kebijakan kami soal tanah, kami dijatuhi sanksi ekonomi oleh Inggris. Tapi Prancis, Italia, dan Spanyol tetap meneruskan bantuan mereka. Itu pula sebabnya kami sekarang menoleh ke negara-negara Timur.

Setiap kali membicarakan soal land reform, Anda menyebut warga kulit putih. Apakah mereka dianggap sebagai warga kulit putih Zimbabwe atau orang Inggris yang sedang berdomisili di Zimbabwe?

Mereka adalah orang Inggris. Kaki mereka yang sebelah ada di Inggris dan mereka memiliki kewarganegaraan Zimbabwe dan Inggris. Kami meminta mereka supaya memilih salah satu kewarganegaraan. Jika mereka mau jadi warga Zimbabwe, jadilah orang Zimbabwe dan mereka akan mendapat hak-haknya yang sama dengan orang Zimbabwe, termasuk soal tanah. Jika mereka mau jadi orang Inggris, silakan jadi orang Inggris dan bukan warga negara Zimbabwe.

Jika orang kulit putih memilih menjadi warga negara Zimbabwe, mereka akan mendapat hak dan kewajiban yang sama dengan kulit hitam, termasuk soal tanah?

Oh ya, pasti. Kami punya kriteria bahwa satu petani putih hanya punya satu pertanian, kami tak akan mengambilalihnya.

Anda tidak diperbolehkan masuk ke negara-negara Uni Eropa dan AS akibat tuduhan negara-negara Barat atas hasil pemilu Zimbabwe tahun 2002. Reaksi Anda terhadap keputusan ini?

Ini keputusan nonsens. Betul-betul nonsens. Mereka telah menghakimi kami bahkan sebelum pemilu berlangsung. Mereka sudah mengatakan, jika partai saya (Zanu PF) menang pemilu tahun 2002, artinya pasti pemilunya tidak bebas dan tidak adil. Jadi, kami mengatakan, jauh-jauhlah dari kami, kami tak butuh tim pengamat mereka.

Tetapi, dengan menerima tim pengamat, pemilu Anda akan lebih dipercaya, kan?

Kami diamati oleh tiga tim pengamat dari Afrika Selatan, dan mereka mengatakan bahwa pemilu kami bebas dan adil. Tapi tim dari Commonwealth yang di- kirim memiliki misi untuk menemukan bahwa pemilu ini diselenggarakan dengan tidak bebas dan tidak adil. Di sinilah campur tangan Inggris terjadi. (PM Inggris Tony) Blair adalah orang terakhir yang bisa bicara tentang kebenaran. Tim ini menghujat pemilu kami. Kami mengajukan hasil tim lain, mereka tak peduli, mereka hanya peduli dengan laporan persemakmuran yang tidak mencerminkan kebenaran. Kami tak mau menjadi subyek untuk permainan mereka. Ya, mereka menjatuhkan sanksi terhadap saya: traveling ban terhadap saya. Tapi mereka tak bisa melarang saya menghadiri pertemuan-pertemuan yang bersifat internasional, misalnya pertemuan di PBB. Jadi, sanksi itu tak berarti apa-apa untuk kami.

Meski Anda memiliki partai oposisi resmi, dunia internasional masih menganggap negara Anda hampir sama saja dengan one-party state (negara dengan sistem satu partai).

Kami punya oposisi, kok. Dan anggota partai oposisi sangat kuat di parlemen. Mereka sangat kuat, dan oposisi ini mendapat backing uang dari Inggris. Dan mereka juga mengakui bahwa keuangan partai didanai Inggris.

Pada saat pemilu, para pengamat mempersoalkan kekerasan dan pertumpahan darah yang terjadi.

Lihat Nigeria, bagaimana kekerasan. Di Afrika Selatan, begitu banyak orang yang mati dibanding saat pemilu di negara kami. Di Zimbabwe, satu mati saja di-blow-up oleh CNN dan BBC untuk memperlihatkan bahwa negara kami tidak ada law and order. Kebijakan land reform kami, tempat kami mengambil alih tanah yang dimiliki orang kulit putih untuk didistribusikan kembali, memberi pengaruh buruk pada Inggris, dan itulah sebabnya mereka bersikap seperti itu pada kami. Kami merasa benar dengan tindakan kami untuk mengambil alih tanah kami. Itu tanah milik kami, orang Zimbabwe, bukan tanah orang Inggris. Jika orang kulit putih itu mau kompensasi, silakan minta ke Inggris.

Adakah kemungkinan kasus hitam-putih ini Anda selesaikan dengan sikap rekonsiliasi?

Inggris tidak pernah memenuhi janji-janjinya. PM Blair ingin melalui jalan keras, kami akan melalui jalan yang keras.

Anda selalu mengatakan akan turun dari kursi presiden jika revolusi sudah selesai. Kapan sih revolusinya selesai?

Saya harus menyelesaikan periode kepresidenan saya. Dan itu semua nanti tergantung permintaan rakyat. Kalau memang saya tak diperlukan lagi, saya tak akan selamanya berkuasa. Kalau saya sudah pensiun nanti saya ingin bersantai menulis buku memoar. Tetapi sekarang saya masih dibutuhkan.


ROBERT GABRIEL MUGABE

Tempat/tanggal lahir: Kutama, 21 Februari 1924

Pendidikan:

  • Lulusan University of Fort Hare, Afrika Selatan (1951)
  • University of London, Hukum dan Administrasi (kuliah korespondensi selama di penjara saat rezim kulit putih Rhodesia tahun 1964)

Karier:

  • 1942: mengajar di Sekolah Katolik Jesuit di Seminari Kutama.
  • 1950-an: bergabung dengan Zimbabwe African People's Union (ZAPU) bersama Joshua Nkomo.
  • 1963: bersama rekan-rekannya yang lain, pecah dari ZAPU, membentuk ZANU-PF.
  • 1964: dipenjara rezim kulit putih selama 10 tahun.
  • 1980: Terpilih menjadi Perdana Menteri Zimbabwe.
  • 1987-sekarang: Terpilih menjadi Presiden Zimbabwe.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus