Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Break...! Mama, Aku Kangen, Deh. Roger...!

Telah lahir ponsel ala walkie-talkie. Pulsa murah-meriah. Tapi operator Indonesia menyambut dingin.

22 Februari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Break.., break.., apakah bisa dikopi?" "Roger...!" Masih ingat panggilan khas para pengguna radio amatir yang sudah lama tak terdengar itu? Bahasa khusus tersebut boleh jadi bakal kembali populer. Pasalnya, para produsen telepon seluler seperti Motorola, Ericsson, Siemens, dan Nokia telah sepakat mengadopsi teknologi pembicaraan searah seperti yang dipakai walkie-talkie untuk dicangkokkan ke telepon seluler.

Pekan-pekan ini, teknologi yang disebut push-to-talk (PTT) itu memang menjadi pembicaraan terhangat di industri telepon seluler. Motorola Rabu pekan lalu mengeluarkan tiga telepon PTT, masing-masing seri V400p (GSM) dan T300p serta V65p (CDMA). Seperti laiknya telepon seluler generasi baru, pesawat itu dilengkapi kamera, pemutar musik, dan speaker phone. Nokia juga tak mau kalah, mereka mengeluarkan N5140 untuk pasar GSM.

Terobosan itu tentu saja bukan karena para produsen telepon seluler sok bernostalgia pada teknologi kuno walkie-talkie. Meski cara pengoperasiannya mirip walkie-talkie (tekan tombol saat bicara, lepas tombol saat mendengar), PTT berbasis teknologi modern, yaitu VoIP (voice over Internet protocol). Inilah teknologi mengirim suara lewat Internet, sehingga orang bisa bertelepon dengan murah.

Dibanding panggilan telepon seluler biasa, panggilan melalui push-to-talk memang jauh lebih cepat. Saat ini, rata-rata pengguna telepon seluler harus menunggu 20-25 detik sebelum telepon mereka terhubung dengan lawan bicara. "Dengan push-to-talk, langsung terhubung. Instan. Tekan dan langsung terhubung," begitu bunyi iklan promosi Nextel, salah satu operator seluler di Amerika Serikat yang tertarik mengembangkan teknologi ini.

Keunggulan lain, tak seperti walkie-talkie yang daya jangkaunya cuma 3-8 kilometer, push-to-talk bisa menghubungi orang atau sekelompok orang yang terpisah berkilo-kilometer, bahkan antar-benua. Dan—ini dia—semua itu tanpa biaya interlokal yang mencekik dompet seperti pada teknologi telepon seluler biasa.

Murahnya tarif percakapan push-to-talk memang menggiurkan. Nokia, produsen perangkat telepon dan telepon seluler asal Finlandia, pernah melakukan uji efisiensi telepon seluler biasa versus push-to-talk. Pada panggilan telepon seluler biasa, bila orang menelepon ke telepon seluler selama 10 menit, dia menggunakan jaringan seluler (air time) selama 10 menit. Jika tiap menit tarif air time adalah Rp 325 sesuai dengan ketentuan di Indonesia, percakapan singkat itu sudah menelan biaya Rp 3.250, belum termasuk biaya lain-lain. Tapi, dengan push-to-talk, bila orang berbicara selama 60 menit, total air-time-nya cuma tiga menit. Inilah keajaiban VoIP yang bisa menyalurkan paket suara dengan sangat efisien melalui Internet.

Yang menarik, untuk menikmati keajaiban push-to-talk, operator tak perlu investasi besar. Mereka cukup memanfaatkan jaringan GPRS (pada GSM) atau WCDMA (pada CDMA). Push-to-talk juga bisa berjalan di protokol EDGE—protokol yang membuat data bisa terkirim lebih cepat ketimbang GPRS. "Investasinya enggak terlalu berat, kok," kata Erik Ten Have, General Manager Marketing Product Development PT Excelcomindo.

Sederet alasan murah meriah itulah yang membuat banyak operator naksir berat. Mereka yakin, justru dari ponsel push-to-talk keuntungan besar bakal mengalir. Tak aneh jika di Amerika Serikat tiga operator besar, yaitu Verizon, Nextel, Sprint PCS, berlomba memasarkan teknologi ini. Verizon, misalnya, menjual paket seharga US$ 60. Dengan paket ini, konsumen bisa ngebreak sepuasnya, sampai kuping panas, tanpa batasan waktu. Harga itu termasuk pulsa 1.000 menit bicara lewat telepon seluler biasa.

Di Eropa dan Asia, teknologi ini juga sudah mulai dilirik. Orange, salah satu operator terbesar di Eropa, menawarkan push-to-talk untuk pasar Inggris dan Prancis. Tata Teleservices Ltd. juga bakal memasarkan teknologi itu di India.

Bagaimana dengan Indonesia? "Teknologi ini masih terlalu baru. Kami masih mengamati perkembangannya," ujar Wimbo Hardjito, Senior Vice President Customer Service PT Indosat Tbk., induk perusahaan Satelindo dan IM3. Berkaca dari teknologi sejenis, yakni radio trunking yang dulu pernah marak pada 1990-an, Wimbo memprediksi teknologi push-to-talk agak sulit diterima pasar Indonesia. "Radio trunking itu hanya dipakai oleh perusahaan-perusahaan tertentu seperti taksi, jasa kurir. Itu pun tak terlalu laku," ia menambahkan.

Excelcomindo juga sami mawon. "Teknologi ini butuh handset baru, masyarakat tak bisa langsung menerima," kata Erik Ten Have, General Manager Marketing Product Development PT Excelcomindo. "Kalau ingin laku, harga layanan push-to-talk harus lebih murah dari pembicaraan konvensional dan sedikit lebih mahal dibanding SMS," katanya.

Para operator telepon seluler Indonesia boleh saja pesimistis, namun perusahaan riset internasional IDC memperkirakan teknologi ini bakal booming untuk pengguna tertentu, seperti perusahaan hotel, kurir, taksi, konstruksi, dan rumah sakit. Dengan teknologi ini, seorang staf reservasi hotel bisa memanggil semua petugas kebersihan di berbagai lantai untuk mengecek kamar mana yang siap ditempati tamu.

McAteer, analis dari perusahaan riset Zelos Group, juga yakin di masa depan orang tua akan banyak memanfaatkan push-to-talk. "Teknologi ini membantu orang tua dekat dengan anak-anaknya. Mereka bisa bicara langsung, tanpa perlu menunggu orang menjawab," katanya yakin.

Teknologi tentu saja bukan tanpa cacat. Karena memakai teknologi half duplex, orang harus sabar berbicara gantian. Inilah yang bikin kesal Kevin McCarthy, Manajer Meyer Sound Laboratories—sebuah perusahaan di Berkeley, California. Sejak dia memakai teknologi baru itu, telepon masuk jadi sangat menyebalkan. "Ini sangat lambat. Setiap hendak bicara, tekan tombol dan tunggu lawan bicara membalas sinyal panggil itu, baru bisa bicara," kata McCarthy. Dia sulit membayangkan bila telepon seluler berteknologi push-to-talk dibawa ke rapat atau ke tempat fitness. "Sungguh mengganggu. Saya sedang di ruang fitness ketika telepon terus memanggil-manggil tanpa henti."

Pada akhirnya, memang prinsip "ada harga ada rupa" yang berlaku. Jika ingin percakapan mulus, ya, pakailah telepon biasa. Tapi, jika Anda tak terganggu dengan percakapan seperti ini, "Break…! Mama, aku kangen deh..!" "Roger, dikopi…, aku juga kangen, Pa., ganti...", pilihlah push-to-talk.

Burhan Sholihin


Bagaimana 'Push To Talk' Bekerja?

Sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris dan India berlomba menerapkan teknologi push to talk pada telepon seluler. Teknologi ini membuat orang bisa berbicara langsung dengan orang lain atau banyak orang dalam satu grup, seperti halnya orang berbicara di walkie talkie. Bagaimana teknologi ini bekerja?

  1. Tekan tombol untuk mencari orang yang akan dihubungi.
  2. Tekan tombol untuk menghubungi telepon yang dituju.
  3. Dalam hitungan detik telepon yang dituju akan berdering "Beep.. beep".
  4. Bila telepon itu dalam posisi siap mendengar, telepon pembicara akan menerima sinyal dan berdering "Crrrp....crrp".
  5. Selanjutnya siap bicara. Bila pembicaraan lawan bicara selesai, telepon seluler akan berbunyi "Beep".

Bicara dengan Teman Satu Grup
Teknologi ini memungkinkan seseorang berbicara dengan banyak orang dalam satu grup

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus