Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Internet lebih murah dari semangkuk bakso, itulah yang terjadi di Kebumen, Jawa Tengah. Di kota ini, para siswa dan warga lainnya bisa berselancar di dunia maya hanya dengan tarif Rp 2.500 per jam. Semuanya bermula sejak terbentuknya komunitas bernama e-Kebumen, yang menggandeng Jogja Media Net (JMN). Konsep ini meniru RT RW Net—konsep gotong-royong membangun akses Internet, terutama melalui warnet, yang dipelopori mantan dosen Institut Teknologi Bandung, Onno W. Purbo.
Selain gotong-royong, kunci murahnya Internet menurut Eka Indarto, Wakil Kepala JMN, adalah membuat rekayasa teknologi dan infrastruktur. Langkah ini dikenal dengan istilah OEM alias original equipment manufacturer. Jadi, kata Eka, prosesornya branded, tetapi bungkus (casing) dan antenanya direkayasa dengan bahan yang jauh lebih murah.
JMN juga menekan biaya dengan memanfaatkan infrastruktur milik sendiri seperti satellite mobile unit (SMU) yang pernah dipakai saat membangun koneksi Internet di Aceh pasca-bencana tsunami. Wujudnya adalah sebuah pikap dengan parabola kecil buatan sendiri di atasnya. Alhasil, mobil ini bisa menggelar pelatihan Internet berpindah-pindah serta bisa menghemat biaya. Sebagai perbandingan, untuk menginstalasi sebuah infrastruktur Internet satelit branded, dibutuhkan biaya di atas Rp 15 juta. Dengan parabola bikinan sendiri, cukup Rp 3,5 juta.
Apakah koneksi JMN yang jatuh dari langit itu tergolong ”spanyol” alias ”separuh nyolong”, Eka membantah. JMN, kata dia, punya izin sebagai NAP (network access provider). ”Kami punya izin menurunkan bandwidth sendiri, lalu disebarkan,” katanya kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Internet murah melalui satelit juga bisa dinikmati di Lintas Langit Nusantara. Perusahaan ini menyediakan sambungan Internet satelit hanya dengan Rp 2 jutaan. Lokasinya di mana saja di seluruh Indonesia. Teknologi yang diusung adalah menyulap parabola menjadi alat penerima data dari satelit. Caranya, parabola dihubungkan dengan komputer yang sudah dilengkapi dengan kartu DVB (digital video broadcasting).
Dengan teknologi ini, kata Tri Laksono, staf Lintas Langit, Internet murah yang ada di satelit-satelit milik perusahaan asal Hong Kong, Hawaii, bisa dinikmati. Hanya, akses melalui parabola dan kartu DVB ini hanya bisa mengalirkan Internet satu arah, yakni hanya downstream atau mengunduh dan menerima data. Sedangkan untuk lalu-lintas upstream atau pengiriman data, pengguna tetap membutuhkan provider seperti Indosat, Telkom, atau Internet service provider (ISP) lain.
Tri membantah jika dikatakan koneksi semacam itu tergolong ”spanyol”. Menurut dia, Lintas Langit telah membeli bandwidth dari Agila-2, satelit milik Hong Kong yang dipakai untuk sambungan tersebut. ”Pelanggan Lintas Langit biasanya akan mendapatkan user-ID dari Agila-2,” katanya.
Deddy Sinaga
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo