Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanggapan PT Asuransi Syari’ah Mubarakah
Sehubungan surat pembaca Bapak Drs. H. Soetjipto, Tegal, yang disampaikan di majalah Tempo edisi 5 Juni 2006, dengan ini kami sampaikan bahwa kami telah menyelesaikan klaim atas nama Bapak Soetjipto tersebut. Kami mengucapkan banyak terima kasih atas koreksi yang disampaikan pada kami melalui surat pembaca. Kami menyadari di antara para nasabah kami ada yang merasakan ketidaknyamanan akibat kurang sempurnanya pelayanan, seperti pada kasus klaim. Salah satu kendala dalam penyelesaian kasus klaim adalah adanya hambatan komunikasi dengan para nasabah yang umumnya berada jauh dari kantor pusat. Di waktu mendatang, kami akan senantiasa terus berusaha memperbaiki kelemahan itu.
Perlu kami sampaikan, kelalaian kami dalam menyajikan pelayanan sempurna kepada para nasabah sama sekali bukan dengan maksud mempersulit, apalagi berniat menipu nasabah kami sendiri.
Wahyu Nurhariadi T. Kadep SDM dan Umum PT Asuransi Syari’ah Mubarakah Century Tower Lt. 9 R. 908 Jl. Rasuna Said Kav. X2 No. 4 Jakarta Selatan 12950
Piala Dunia dan Negeri Tercinta
Perhelatan Piala Dunia 2006 yang digelar di Jerman sudah mulai. Di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, orang ramai menyambut. Sayang, tontonan yang senantiasa ditunggu-tunggu itu tak bisa dinikmati di semua tempat, termasuk di wilayah kami, nun jauh dari pusat kekuasaan.
Saya teringat saat hak siaran piala dunia empat tahun lalu dipegang RCTI. Waktu itu banyak di antara kami yang tak mampu melihatnya. Beruntung siaran tersebut masih dapat ditangkap melalui televisi berlangganan. Berbekal pengalaman saat itu, keluarga kami yang demam bola lantas memutuskan berlangganan dengan harapan pada 2006 kami bisa menonton siaran piala dunia tanpa gangguan.
Sayang, harapan yang telah terpupuk selama empat tahun kini harus karam. Penyedia layanan televisi berlangganan kami menyatakan siaran itu tak akan bisa ditayangkan melalui televisi berlangganan.
Siaran Piala Dunia bisa disaksikan dengan menggunakan antena biasa atau UHF. Itulah pesan yang sampai ke alamat e-mail saya, dan terbaca jelas di SCTV, stasiun pemegang hak siaran Piala Dunia 2006. Kali ini, saya hanya bisa tersenyum pahit. Bagaimana saya dapat menggunakan antena UHF jika stasiun pemancar TV-nya saja tidak ada? Itu sama artinya bohong.
Yang membuat saya terhenyak, ketika saya menerima pesan lain yang berbunyi, pemirsa bisa menggunakan Matrix Soccer untuk menonton siaran Piala Dunia. Alangkah kuatnya cengkeraman bisnis di negeri tercintaku ini sehingga informasi menjadi lahan bisnis yang menggiurkan. Aspek mencerdaskan bangsa menjadi urusan yang entah keberapa.
Saya jadi mengenang peristiwa lima tahun lalu. Saat itu, teman saya memberi tahu ada pembagian buku gratis. Tinggal tulis saja e-mail ke satu alamat di Turki. Iseng-iseng, saya mencoba. Dan hanya beberapa bulan setelah itu, saya mendapat paket dari Turki. Isinya, kurang lebih 10 buku bola. Tentu saja, saya senang bukan kepalang. Wajar jika sekarang saya mulai bertanya, di negeri tercintaku ini, mungkinkah cara ini bisa terjadi?
Wiwin Antarini Jl. Angsana No. 187, Kutai Timur Kalimantan Timur
Sikap Arogan Menteri Agama
Menteri Agama Maftuh Basyuni pada April lalu berdialog dengan masyarakat Indonesia di Masjid Indonesia, Jeddah. Namun, amat disayangkan, saat berdialog soal pengelolaan dan fasilitas penginapan haji di ruang Taman Pendidikan Al-Quran Al-Nasiriyyah yang didirikan Ir Ahmad Fuad Abdul Wahab itu, Pak Menteri terlihat emosional. Bicara dengan nada tinggi melengking dengan sikap yang terkesan arogan, terutama jika mendapat kritik dari kami, orang-orang awam kelas TKI.
Pak Menteri memang betul, mengelola haji bukan pekerjaan gampang. Tapi seharusnya Pak Menteri mengerti dan memahami, juga melakukan perubahan dari kondisi yang sekarang. Sayangnya, Pak Menteri tidak tahu betapa setelah pindah Madinatul Hujaj, tempat transit sebelum terbang ke tempat baru, kondisinya juga tak membaik.
Kamar mandinya tidak memenuhi syarat karena satu kamar mandi untuk 30 orang. Bayangkan, apa tidak amburadul? Di tempat baru itu juga tidak ada masjid atau tempat salat berjamaah. Tak ada balkon untuk santai. Padahal, yang menempati pemondokan itu lebih dari 40 ribu orang.
Belum lagi soal makanan. Kali ini, katering bukan saja telat, tapi bisa membuat orang sampai dua kali tidak kebagian makan. Sayang, Pak Menteri tidak tahu kalau katering puluhan ribu haji itu masih digarap satu orang. Dan setelah si pemegang monopoli katering kewalahan, order dijual kepada orang lain dengan harga lebih rendah. Lalu dijual lagi, dan dijual lagi hingga standar SR.7 per piring kotak. Dan jelas, karena dijual lagi, mutu makanan pun turun.
Saat berdialog itu, Pak Menteri memang mengklaim tak mau memakan komisi dari pengelolaan haji seperti yang sudah-sudah dan kasusnya kini diperiksa polisi. Tapi seharusnya Pak Menteri melakukan pembenahan. Toh, beberapa kali kasus korupsi dan carut-marut penyelenggaraan haji pernah dipaparkan di sejumlah media, termasuk Tempo. Kami berharap penyelenggaraan haji yang memakan duit sekitar Rp 7 triliun tiap tahun semakin bertambah baik.
Mursit Bejan Lamijo Jeddah, Arab Saudi
Soal Sampah di Bandung
Sejumlah media pada awal Juni lalu mengekspose penghargaan Adipura sebagai kota terkotor yang diraih Bandung dari Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Yang lucu dalam berita itu, Pemerintah Kota Bandung menolak penghargaan itu karena alasan sampah.
Padahal, sampah memang menjadi masalah utama di Bandung sekarang ini. Pemukim yang tinggal di dekat sampah yang menggunung, termasuk mereka yang berusaha seperti berdagang sayuran, tentu sepakat dengan penghargaan itu.
Bandung benar menjadi kota terkotor jika ditilik dari sisi mikro. Sudah waktunya dilakukan evaluasi secara komprehensif dan tidak hanya terjebak masalah manajemen sampah semata. Saya melihat ada hal yang perlu dilakukan pemerintah dalam menangani kasus sampah Kota Bandung. Yang terutama adalah menata ulang sistem koordinasi antarwilayah/daerah/kota.
Sudah menjadi standar universal, bilamana akselerasi sistem koordinasi kurang berjalan efektif dan efisien, secara otomatis sistem koordinasi vertikal maju ke barisan terdepan.
Untuk soal sampah, jika masalah tempat pembuangan sampah akhir wilayah/daerah belum terpecahkan karena ada penolakan warga setempat, sudah waktunya masalah ini ditarik ke atas. Jadi, bukan semata-mata wewenang Pemerintah Kota Bandung, melainkan otoritas pemerintah provinsi.
Sungkowo Sokawera Jl. Rancamanyar I No. 17, Bandung
Hati-hati Menabung di BRI
Saya adalah pemilik tabungan BRI dengan nomor rekening 0017-01-032655-50-1. Pada 27 Maret lalu, sekitar pukul 12.00, saya datang ke BRI Unit Tebet, Jakarta Selatan, untuk mengambil uang di tabungan. Saya membawa serta buku tabungan dan bukti identitas yang dianggap perlu.
Tapi saya kaget karena diberi tahu saldo tabungan saya tidak mencukupi. Tabungan saya telah didebet sebesar Rp. 49.500.000 pada hari yang sama, pukul 10.20 WIB di BRI Cabang Pekalongan, Jawa Tengah.
Setelah dikonfirmasikan ke BRI Cabang Pekalongan melalui telepon dari BRI Unit Tebet, diperoleh informasi bahwa tabungan didebet menggunakan buku tabungan dengan data-data yang sama persis dengan buku tabungan yang saya miliki.
Pada saat itu juga saya meminta pada Kepala Unit BRI Tebet untuk dibuatkan berita acara. Dari kejadian itu, saya berkesimpulan ada dua buku tabungan dengan nomor rekening dan data-data yang sama dengan yang saya miliki. Ini sudah saya tanyakan melalui surat ke BRI Cabang Denpasar, tempat saya membuka rekening. Saya mendapat jawaban, buku tabungan tak mungkin terbit dua kali dengan identitas yang sama.
Jika ini benar, lantas buku tabungan siapa yang digunakan untuk mengambil uang saya di BRI Cabang Pekalongan? Semula saya berharap masalah ini dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Namun, hingga saat ini saya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, terutama kepastian kapan uang saya akan kembali.
Lebih mengecewakan lagi, setiap saya menanyakan sampai di mana proses penanganan masalah ini berdasarkan surat yang telah saya ajukan, untuk kesekian kali selalu saja dijawab: orang yang menangani masalah itu sedang keluar kota atau saya dilempar dari satu bagian ke bagian lainnya.
Tragisnya, hal serupa pernah dialami nasabah lain BRI (saya ketahui dari harian Warta Kota). Dari peristiwa di atas, kuat dugaan ada bantuan dari orang dalam BRI sehingga peristiwa ini bisa terjadi.
YUDIATI Jl. Palbatu VI Tebet, Jakarta Selatan
Kecewa pada Pelayanan Suzuki
Berharap mendapat layanan profesional dan berkualitas, saya memutuskan melakukan servis rutin Suzuki di bengkel resmi PT Indomobil, yaitu Suzuki UMC Jemursari dan UMC Achmad Yani, Surabaya. Ternyata, harapan tinggal harapan. Selain pelayanan payah, mereka juga terkesan melepas tanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan.
Pada 27 Mei lalu, saya ke UMC Jemursari untuk mengecek radiator Suzuki Baleno. Ada sedikit peningkatan suhu, namun indikatornya menunjukkan tak sampai titik merah. Setelah dicek, Kepala Bengkel UMC Jemur Sari, Pono, meminta saya datang lagi pada Rabu 31 Mei untuk melihat kondisi mobil.
Saat itu ditemukan ada retak rambut pada water plug cylinder-head pada mobil saya. Retak rambut ini berasal dari rembesan air radiator ke ruang cylinder head yang, menurut dia, mengakibatkan suhu radiator naik. Pono juga menyebut, tidak terjadi molet sehingga tak perlu diskrap. Selain itu, selang-selang, seal, dan lain-lain masih baik.
Selama ini saya selalu menjaga suhu mesin agar tidak overheat. Selain itu, saya juga menggunakan water coolant untuk air radiator dan tak pernah menggunakan air biasa atau air PAM sekalipun. Semua data mengenai kondisi mesin itu terekam dalam data yang disimpan di UMC Jemursari, Surabaya. Karena itu, saya beranggapan, jika sampai terjadi molet, artinya saya yang teledor karena tak merawat radiator dan air pendinginnya sehingga saya tidak perlu menulis surat ini
Tapi kata Pono, mobil saya harus di-overhaul. Penjelasan ini mengejutkan saya karena itu sama artinya kondisi mobil itu sungguh payah untuk ukuran mobil keluaran 2000. Kemungkinan penyebabnya karena ada kesalahan pada quality control dari Indomobil waktu assembling barang cacat. Crack yang terjadi sekarang berasal dari adanya initial crack yang lolos quality control. Initial crack tersebut terakumulasi hingga sekarang.
Saya merasa bukan orang yang teledor. Jika saya teledor, rasanya tak usah menunggu lima tahun. Pada tahun kedua atau ketiga, cylinder head-nya pasti sudah jebol. Tapi saya pernah mendapatkan pelayanan yang teledor pada 2002 di Semarang. Kompresor AC mobil itu bermasalah dan karena masih dalam garansi, maka dibetulkan di dealer resmi NipponDenso, Jalan Gajah Mada, Semarang. Keteledoran terjadi karena petugas bengkel lupa memasukkan oli kompresor waktu assembling demi mengejar target.
Keteledoran atau kesembronoan itu, menurut Pono, biasanya terjadi untuk mobil-mobil yang dikerjakan pada shift malam. Saya sudah menyampaikan keluhan ini secara tertulis kepada UMC A. Yani, Surabaya, pada 2 Mei 2006. Namun, sampai surat ini dimuat, belum ada respons dari pihak UMC Achmad Yani/PT Indomobil Surabaya.
Bahkan Bapak Chandra dari UMC Achmad Yani saat dihubungi secara lisan dengan pongahnya mempersilakan disebarkan saja ke media massa kalau tidak puas. Beginikah caranya PT Indomobil yang besar dengan mudah menimpakan kesalahan kepada pelanggannya?
Johnny El Toruan Berbek Industri V/17, Sidoarjo
Mencegah Bencana Lingkungan
Pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diselenggarakan di Istana Negara, Jakarta, 12 Juni lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak masyarakat untuk mencegah terjadinya bencana lingkungan. Materi ini juga menjadi tema peringatan hari lingkungan itu
Rangkaian bencana yang terjadi di Tanah Air merupakan ulah manusia yang tidak bertanggung jawab atas alam. Tragisnya, yang menjadi korban dari bencana lingkungan seperti longsor dan banjir adalah masyarakat yang tidak tahu sama sekali tentang kerusakan lingkungan. Sementara mereka yang melakukan penjarahan tanaman dan penggundulan hutan sebagai penyangga resapan air hidup selamat tanpa perasaan bernoda.
Peristiwa bencana tanah longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah, Garut, Jawa Barat, longsoran sampah di Leuwi Gajah, Cimahi, banjir di Jember, Trenggalek, sebagian wilayah Sulawesi Utara, dan meluapnya Sungai Kahayan di Palangkaraya-Banjarmasin adalah bukti nyata ulah manusia tak bertanggung jawab yang harus diganjar hukuman berat. Mereka telah menyebabkan ribuan nyawa melayang dan banyak generasi kehilangan masa depan.
Pernyataan perang Presiden SBY terhadap pelaku perusakan alam harus diwujudkan karena kerusakan dan dampaknya jauh lebih besar daripada korupsi. Perusakan lingkungan, di samping merusak ekosistem alam, juga mengancam kehidupan umat manusia.
Setiap tahun kita memperingati Hari Lingkungan Hidup, namun semakin hari, lingkungan global semakin terancam. Sebelum semuanya terlambat, para perusak lingkungan hidup harus diganjar seberat-beratnya. Dan SBY bisa melakukannya melalui kuasa yang dimilikinya.
Dina Arinal Haq Perumahan MentariPondok Petir, Sawangan, Depok
Gunakan Hati Nurani
Bencana gempa bumi yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah beberapa hari yang lalu sungguh di luar dugaan. Di saat masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya bersiap menunggu letusan Gunung Merapi, justru bencana gempa yang menyerang mereka tiba-tiba.
Semua sudah menjadi kehendak Yang Mahakuasa. Kita juga tak tahu apa rahasia Tuhan di balik rangkaian bencana yang terjadi hampir terus-menerus di negeri ini. Sebagai makhluk ciptaan-Nya, kita harus bangkit, bukan tunduk terus meratapi atau menangisi. Kondisi bangsa yang demikian ini harus disikapi secara arif tanpa harus saling menyalahkan.
Karenanya, saya menyayangkan banyaknya komentar atau kritikan kepada pemerintah. Seakan-akan, apa yang dilakukan pemimpin bangsa ini dalam menanggulangi bencana gempa di DIY dan Jawa Tengah serba salah. Presiden Yudhoyono berkantor di DIY dinilai tidak berguna, Wapres memberikan santunan kepada korban juga tidak diapresiasi, pernyataan Presiden untuk menenangkan warga juga dikritisi. Saya yakin, seandainya Presiden tetap di Jakarta dan tidak mengunjungi korban, pasti akan lebih dikritisi lagi. Jadi, semua yang dilakukan seakan-akan tidak ada arti.
Ada lain lagi. Soal penggunaan tenaga TNI dalam membantu mengatasi pasca-bencana gempa di DIY dan Jawa Tengah, bahkan sudah ikut menerjunkan para taruna Akademi TNI maupun Siswa Perwira Prajurit Karier (Sepa PK) yang masih duduk dalam lembaga pendidikan, juga dinilai kurang dan lambat. Lalu, harus bagaimana? Nanti kalau presiden memobilisasi TNI, pasti juga akan ada suara/kritikan yang menghujat.
Saya rasa semua sedang dalam perbaikan, kita tidak bisa untuk berharap serba instan. Kita masih ingat pada saat badai Katrina memporak-porandakan salah satu negara bagian di Amerika. Negara yang terkenal dengan kecanggihan teknologinya dan juga profesionalisme aparatnya itu juga tidak berdaya ketika menghadapi bencana alam. Bahkan juga terkesan terlambat dan kurang koordinasi.
Karena itulah, saya berharap bapak-bapak yang mempunyai intelektual tinggi, terpelajar, dan pintar janganlah saling memprovokasi. Gunakanlah hati kita, jangan emosional. Sudah cukuplah bangsa kita ini carut-marut, jangan lagi kita saling menyalahkan. Jangan-jangan banyaknya bencana di negeri ini adalah akibat tidak adanya persatuan dan kesatuan antar-anak bangsa yang selama ini saling menyalahkan, menghujat dan memprovokasi, sehingga membuat alam ini enggan bersahabat dengan kita lagi.
NIZAM GUSLI Sukmajaya, Depok
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo