Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Game Over buat Flappy Bird

Akibat banyak yang kecanduan, pencipta Flappy Bird menarik game ini dari peredaran. Apa yang membuatnya cepat populer?

17 Februari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ENAM batang rokok putih itu habis diisap Dong Nguyen selama 45 menit sesi wawancara dengan wartawan Forbes pekan lalu. Nguyen, 29 tahun, seperti diungkapkan Lan Anh Nguyen dari majalah tersebut, terlihat tegang. "Flappy Bird dibuat untuk dimainkan saat waktu senggang, tapi berubah menjadi game adiktif," ucap Nguyen, pembuat game nomor satu di Google Play Store dan Apple App Store itu. "Untuk mengatasi masalah ini, lebih baik Flappy Bird dimatikan. Hilang selamanya."

Sejak 10 Februari lalu, Flappy Bird tak bisa lagi diunduh. Nguyen rupanya benar-benar menepati janji yang pernah ia lontarkan dalam akun Twitter-nya, @dongatory. "Mohon maaf bagi pengguna Flappy Bird, dalam 22 jam ke depan, game Flappy Bird akan saya matikan. Saya sudah tak tahan lagi," kata pengembang asal Hanoi, Vietnam, itu dalam cuitannya pada 9 Februari 2014 pukul 14.02.

Keputusan menarik game paling populer dari toko online itu seketika mengundang pertanyaan banyak orang. Apalagi Flappy Bird membuat Nguyen kaya mendadak. Pekan lalu, situs teknologi The Verge menghitung, berkat kepopuleran game itu, Nguyen bisa meraup uang lebih dari US$ 50 ribu (sekitar Rp 625 juta) per hari dari iklan. Nguyen membantah berita itu. "Saya tak tahu angka pasti, tapi saya tahu angkanya besar," ujarnya.

Dengan pendapatan berlimpah dan terus berada dalam sorotan, kehidupan Nguyen berubah total. Ia mengaku sering sulit tidur. Hidupnya menjadi tak nyaman sejak Flappy Bird mendunia. Malah ada yang mengancam akan membunuhnya. Tapi ia juga memetik hal positif dari fenomena ini. "Setelah Flappy Bird meraih sukses besar, saya merasa lebih percaya diri. Saya sekarang bebas melakukan apa saja yang saya ingin lakukan."

Diluncurkan pada Mei 2013, Flappy Bird mulai menunjukkan tanda bakal "meledak" menjelang akhir tahun lalu. Puncaknya, pada pekan pertama bulan ini, game itu meraih popularitas tertinggi. Lebih dari 53 juta kali Flappy Bird diunduh dari toko online Android dan iOS—angka yang hanya bisa ditandingi oleh dua game perangkat bergerak, yakni Candy Crush dan Angry Birds, yang masing-masing total mencapai 100 juta unduhan lebih. Padahal, menurut Nguyen, ia membuat game ini hanya dalam dua-tiga malam sepulang bekerja.

Pada mulanya banyak orang yang tak percaya pada angka unduhan yang melonjak drastis selama sebulan itu. Mereka yang sudah mengunduh merasa dikibuli dan menuding angka tersebut sengaja digelembungkan Gears, studio yang mempublikasikan game ini, agar terlihat populer. Apalagi cara memainkan game ini sangat sederhana. Pemain hanya perlu membantu burung mungil berwarna kuning terbang melewati tiang yang menghadang dengan ketinggian berbeda. Mereka berpendapat, bagaimana mungkin game sesederhana itu bisa menjadi sangat populer.

Begitu sederhananya, banyak yang menganggap enteng ketika memainkannya. Tapi, setelah dicoba, game ini ternyata bisa membuat orang penasaran, kesal, jengkel, bahkan frustrasi. Tak mudah, memang, untuk melewati tiang-tiang yang mirip dengan yang ada di game Super Mario Bros keluaran Nintendo itu. Sekali menabrak, burung mungil itu langsung nyungsep dan muncul tulisan game over.

Tak ada penjahat yang diburu dalam Flappy Bird. Game ini tak pula memiliki tingkat kesulitan yang berlapis ataupun pergantian latar belakang. Satu-satunya musuh si burung adalah gravitasi. Tampilan grafisnya dibuat dengan arsitektur 8-bit, yang membuat gambar terlihat patah-patah. Ukuran file game ini pun hanya 894 kilobita. Itu sebabnya, ketika Nguyen memutuskan menghapus Flappy Bird, banyak orang yang menduga ini hanyalah trik untuk menambah popularitas.

Menurut wartawan Forbes, Paul Tassi, mematikan Flappy Bird bisa jadi taktik jitu pemasaran yang dilakukan Nguyen. "Disengaja atau tidak, cara itu merupakan strategi paling jenius dalam sejarah pemasaran aplikasi," katanya. Tassi lantas berasumsi bahwa Nguyen menggunakan jurus sama yang pernah dilakukan Disney selama bertahun-tahun. Lewat strategi tersebut, game dan film besutan perusahaan raksasa animasi itu ramai diunduh sesaat sebelum dimatikan.

"Apa yang kita lihat di sini disebut sebagai sindrom lompatan Disney," ucap Tassi. Lompatan ini pun ia yakini diadopsi oleh Nguyen untuk membentuk kesadaran orang atau brand awareness terhadap Flappy Bird. Akibat kicauannya di Twitter yang hendak mematikan game itu dan diberitakan secara luas di berbagai media di seluruh dunia, angka unduhan Flappy Bird memang meroket.

Pengembang game lokal asal Bandung, Refi Rufaidah, enggan berspekulasi tentang motif di balik keputusan Nguyen mematikan game Flappy Bird tersebut. Menurut pembuat game Onet di toko aplikasi Android ini, bisa saja terjadi masalah internal dalam diri Nguyen. "Tapi, logikanya, game yang sedang laris tidak mungkin dimatikan begitu saja tanpa alasan yang masuk akal," ujarnya.

Refi lantas mencontohkan beberapa strategi yang lazim dilakukan pengembang game dalam memasarkan produknya. Antara lain dengan memanfaatkan jaringan pertemanan; memasarkannya lewat media sosial, seperti Facebook dan Twitter; serta beriklan di media sosial. "Pilihan yang efeknya paling signifikan untuk pengembang adalah jaringan pertemanan," katanya. Nguyen memilih Twitter untuk memasarkan Flappy Bird.

Larisnya sebuah game juga tidak terlepas dari faktor keberuntungan. Menurut Refi, Flappy Bird disukai karena kesederhanaannya serta mampu membuat penasaran orang yang memainkan. "Tentu tidak semua game semacam itu lantas bisa melejit. Harus ada faktor keberuntungan," ucapnya.

Pada Flappy Bird, ada kelebihan lain. Bukan dari desain dan efek suaranya yang mirip game Super Mario Bros, bukan pula konsep permainannya yang menyerupai Piou Piou atau Helicopter Game, melainkan lantaran game ini sudah menyuguhkan tingkat kesulitan tinggi sejak awal permainan. Pendiri Atari, Nolan Bushnell, pada 1971 pernah mengatakan bahwa game yang bagus adalah "yang mudah dimainkan tapi sulit ditaklukkan".

Flappy Bird mudah dimainkan, tapi untuk menguasai permainan ini merupakan perkara lain. Setiap detik pemain dihanyutkan dalam ketegangan. Sistem nervous mudah terganggu. Ini berbeda dengan Candy Crush atau Angry Birds, yang dimulai dengan level permainan mudah dan meningkat ke yang lebih sulit. Flappy Bird menawarkan tingkat kesulitan yang sama sejak awal.

Daya tarik berikutnya adalah soal waktu permainan. Satu putaran Flappy Bird dimainkan tak lebih dari 10 detik. Ketika gagal, pemain terobsesi memainkan kembali. Tombol start tersedia dalam ukuran besar. Pemain pun tertantang memecahkan rekor baru, mengalahkan skor teman, atau sekadar meraih medali emas virtual sebanyak-banyaknya. Dengan permainan berlangsung cepat, orang tak merasa bosan untuk segera memainkannya lagi. Ini yang membuat orang ketagihan.

Dengan daya pikat seperti itu, Flappy Bird semestinya bisa menandingi Candy Crush atau Angry Birds, yang lebih dulu populer. Namun penciptanya sudah keburu mengakhiri riwayat Flappy Bird. "Game ini telah mengubah hidup saya yang sederhana," kata Nguyen.

Firman Atmakusuma, Satwika Movementi (Forbes, The Business Insider, The Verge)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus