Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Langkah kerajaan bisnis Bakrie membeli sebagian saham media sosial Path menerbitkan kecaman netizen—pengguna Internet. Melalui Twitter, sejumlah pengguna Path di Tanah Air mengancam akan menutup akun mereka. Ini karena banyak yang curiga, Path akan dijadikan alat kampanye Aburizal Bakrie dalam pemilihan presiden mendatang.
Kecurigaan itu bisa dimengerti. Pengguna Path di Indonesia memang fantastis: 4 juta orang—sekitar seperlima dari total pengguna di seluruh dunia. Pengguna di Indonesia rata-rata memakai Path selama 20 menit per hari. Sedangkan jejaring sosial lain hanya digunakan separuhnya.
Selain itu, protes dan ancaman untuk menutup akun Path dikaitkan dengan bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Malapetaka yang terjadi sejak 2006 itu diduga dipicu oleh pengeboran gas oleh anak usaha Bakrie, Lapindo Brantas, dan menenggelamkan 14 ribu rumah. Para pemrotes menyarankan uang untuk membeli Path dipakai untuk menalangi korban lumpur.
Sentilan keras itu bukannya tak disadari oleh Chief Executive Officer (CEO) Bakrie Global Anindya Novyan Bakrie, putra sulung Aburizal Bakrie. Dia menjelaskan, urusan politik dan bencana lumpur tak terkait dengan investasi di Path. Pembelian 10 persen saham Path senilai US$ 25 juta atau setara dengan Rp 304 miliar itu, menurut dia, murni transaksi bisnis. "Kalau ada sentimen itu wajar," katanya. "Yang pasti, kami berusaha menjelaskan dengan baik dan membuka komunikasi."
Bakrie tak sendiri menjadi investor baru di Path. Ada sejumlah investor lain dari luar negeri yang ikut menanamkan modal di perusahaan itu. Kucuran duit dari Bakrie menambah total investasi baru di Path menjadi US$ 65 juta atau sekitar Rp 790,4 miliar.
"Ini bisnis potensial," ujarnya. Anindya sendiri pengguna Path. Dia memperlihatkan akun Path miliknya lewat arloji pintar di pergelangan tangan kiri. "Saya sampai dibilang gigs karena main Path terus di jam tangan."
Kamis dua pekan lalu, pengusaha 39 tahun yang biasa disapa Anin itu menerima Heru Triyono dan fotografer Wisnu Agung Prasetyo dari Tempo di lantai 3 Wisma Bakrie, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Tampil rapi dengan rambut disisir licin ke samping kanan, dia menjelaskan investasi di Path dan ambisi bisnisnya yang lain.
Dengan membeli saham Path, Grup Bakrie dianggap melalaikan utangnya kepada korban lumpur Lapindo....
Urusan Lapindo sudah ada yang menangani. Itu berbeda. Yang pasti, keluarga sangat concern dan sudah banyak berbuat. Saya yakin tidak mudah menangani musibah yang melibatkan 40 ribu jiwa.
Apakah isu lumpur Lapindo mempengaruhiÂbisnis Anda?
Dalam berbisnis, saya berfokus menghasilkan suatu produk dan servis pada pelanggan. Kalau ada sentimen itu wajar. Yang pasti, kami selalu berusaha menjelaskan dengan baik dan membuka komunikasi.
Kabarnya, Anda cukup dekat dengan CEO Path Dave Morin....
Investasi ini memang bermula dari perkawanan. Saya mengetahui perkembangan teknologi informasi sejak kuliah di Universitas Stanford, Amerika. Di situ dekat Silicon Valley, tempat banyak pengusaha, investor, dan pekerja teknologi informasi. Saya punya beberapa teman di sana. Mereka bingung di Indonesia banyak pemakai Path. Kemudian mencari teman yang ada di Indonesia untuk konsultasi ketika akan melakukan monetisasi (melepas aset).
Apa kriteria yang Anda gunakan untuk memutuskan berinvestasi di Path?
Manajerial. Di sana manajemennya bagus. Juga karena dipimpin CEO Dave Morin, yang mengerti bisnis yang benar itu bagaimana.
Berapa jumlah pengguna Path di Indonesia?
Terus berkembang. Angkanya tidak boleh saya sebut, karena sudah janji sama Dave Morin untuk tidak bilang. Intinya, Indonesia salah satu yang terbesar. (Di situs Daily Social, Morin menyebut angka anggota aktif Path di Indonesia mencapai 4 juta orang.)
Dari 23 juta pengguna Path di seluruh dunia, berapa persen dari Indonesia?
Dalam waktu dekat bisa mencapai sepertiganya.
Itu target Anda?
Target lebih dari itu. Tapi siapalah saya. Saya hanya salah satu investor dan ingin yang terbaik buat perusahaan. Lebih penting lagi ialah manfaatnya buat orang Indonesia makin besar.
Siapa anggota aktif terbanyak Path?
Pemakai seluler. Sejak hari pertama peluncurannya, Path memang sudah berfokus masuk ke negara berkembang. Berbeda dengan jejaring sosial lain, besar dulu namanya, baru masuk ke negara berkembang.
Tiga puluh persen trafik Internet Path didominasi Indonesia, disusul Amerika Serikat, yang kurang-lebih sama, menyumbang 30 persen. Berapa lama sesungguhnya pemakaian Path rata-rata per hari di Indonesia?
Sekitar 20 menit. Jejaring sosial lain yang lebih besar cuma setengahnya. Artinya, Path lebih sticky di sini (Indonesia).
Sebelum mengakuisisinya, apakah Anda punya akun Path?
Punya, tapi tidak aktif. Tidak suka juga terlalu diekspos. Kalau terlalu eksis, gerakan tanpa bolanya susah, ha-ha-ha….
Menurut Anda, kenapa Path bisa meledak di Indonesia?
Karakteristiknya mirip dengan orang Indonesia. Orangnya sosial, suka nongkrong, silaturahmi, tapi juga suka privasi.
Ada perubahan di tim manajemen Path setelah akuisisi?
Yang sudah jalan, ya, sudah. Semua diserahkan ke manajemen, yang kinerjanya sudah bagus. Kami hanya diminta memberi nasihat.
Apakah nanti ada perubahan konsep dari Path, misalnya logo P-nya diganti jadi A—biar jadi simbol Anindya atau Aburizal?
Jadi A, ya? Lucu juga. Tapi buat apa diubah kalau sudah bekerja? Path itu merah, mirip dengan warna TV One dan Viva.
Tapi Anda bisa mengintervensi konsep untuk fitur-fitur yang akan ada di Path?
Saya mengikuti saja. Siapalah saya atur-atur begitu. Manajemen pasti lebih tahu. Tapi saya selalu berupaya akan ada inovasi. Misalnya mau beli sticker di Path Shop, yang sekarang masih pakai kartu kredit, padahal tidak semua orang pakai kartu kredit. Nanti akan menggunakan voucher, misalnya dari Esia.
Ada kecurigaan pembelian ini bermotif politik: Path akan dijadikan alat kampanye menjelang Pemilihan Umum 2014....
Saya rasa sama sekali tidak ada pikiran ke sana, dan buat apa. Keberhasilan jejaring sosial itu kepercayaan. Kalau dibuat agenda di dalamnya, nanti malah tidak ada yang percaya.
Anda tahu jumlah teman di Path? Hanya 150. Kalau melihat fitur Path, muatannya bukan ke situ. Ini terlalu sedikit dan terbatas.
Ya, tapi kan setelah membeli sahamnya, Anda bisa saja menambahnya?
Tidaklah. Sudah saya sampaikan tadi, orang Indonesia menyukai privasi. Analoginya, kalau sudah sampai rumah masing-masing, nilai-nilai kekeluargaan dan kepercayaan dipegang teguh.
Walaupun Path hanya sebatas 150 teman, bukankah jejaring sosial bisa tersambung ke jejaring sosial lain?
Path bisa bersinergi dengan acara-acara di televisi kami. Acara program di ANTV atau TV One, misalnya, akan berbasis Path. Contohnya Pesbukers dan Campur Campur. Vivanews juga akan terhubung dengan Path.
Adakah isi perjanjian dengan manajemen Path terkait dengan isu Pemilu 2014?
Intinya, manajemen Path tidak mau terjebak di politik. Investor lain juga tidak mau. Yang lebih penting, kalau itu terjadi, akan melanggar hakiki bisnis. Sayang….
Setelah mengetahui Bakrie membeli sebagian saham Path, para pengguna Path di situs microblogging Twitter ramai-ramai menyeru ntuk meninggalkan Path….
Semua orang punya pemikiran sendiri. Grup kami di bidang media teknologi sangat serius. Kita tidak boleh berhenti berinovasi dan terganggu kreativitasnya karena isu itu.
Jadi membeli Path ini murni bisnis?
Ya.
Apa sesungguhnya tujuan utama investasi Bakrie di Path?
Investasi ini akan membangun ekosistem digital di Indonesia. Ini cara singkat mengakselerasi teknologi digital yang ada, dengan membuat jembatan antara Indonesia dan dunia. Yang penting aplikasinya masih menggunakan cara-cara kita. Goal-nya adalah mempercepat konvergensi dari bisnis telekomunikasi, media, dan teknologi yang ada di bawah naungan Bakrie Group. Pendapat saya, collaboration is the new competition. Kolaborasi lebih bagus daripada bersaing.
Kenapa Anda tidak berinvestasi di jejaring sosial buatan lokal?
Sudah, melalui perusahaan Nusantara Ventura, yang kami luncurkan tiga tahun lalu. Memang tidak semuanya jejaring sosial, ada portal hiburan dan fashion. Misalnya www.gonla.com. Dan jangan lupa Viva.co.id, di situ semua orangnya lokal, semangatnya juga lokal. Strategi bisnis saya adalah "solomo": sosial, lokal, dan mobile.
PT Intermedia Capital (induk usaha ANTV) berencana melepas sekitar 20 persen sahamnya—bernilai Rp 2 triliun—ke publik melalui penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO). Apa yang terjadi?
IPO ini untuk merealisasi nilai perusahaan, supaya bisa mendapatkan dana dari masyarakat.
Dana itu untuk biaya kampanye?
Ha-ha-ha. Bukan, ini untuk mengembangkan ANTV lebih luas lagi sebagai stasiun hiburan.
Anda merasa ANTV memiliki nilai jual tinggi?
ANTV kinerjanya bagus. Banyak yang ingin ikutan. Pendapatannya bagus. Acara Pesbukers dan Campur Campur rating-nya tinggi. Ini televisi paling gaul. Dan, jangan lupa, ANTV juga punya hak siar Piala Dunia.
Sebenarnya kalau ayah Anda, Aburizal Bakrie, beriklan di TV One dan ANTV itu bayar atau gratis?
Bayar, dong. Nanti manajemennya marah. Harus sesuai dengan aturan. Bayar pajak juga, dan bisa dicek, kok.
Kira-kira berapa tarif iklan ayah Anda?
Kalau buat pemilik, makin mahal makin bagus, ha-ha-ha….
Bukannya malah dikasih diskon?
Enggak, dong. Makin mahal, manajemen makin senang, pemegang saham juga senang.
Pernah diintervensi oleh ayah Anda?
Itu tidak bisa. Sekali lagi, sayang kalau itu terjadi. Karena ujungnya adalah rating. Kalau mau punya stasiun televisi sendiri, iklan sendiri, nonton sendiri, ya, tidak usah disiarin. Nonton sendiri saja.
Apakah jika ada acara Partai Golongan Karya (Golkar), redaksi TV One dan ANTV wajib meliput?
Tidak. Campur tangan partai hampir tidak ada. Lagian begini, penonton televisi itu punya independensi. Kalau aneh-aneh, mereka tinggal ganti saluran saja. Masyarakat tidak bodoh. Pemberitaan kami dianggap mengena di publik, share dan rating-nya bagus.
Anda berminat terjun ke dunia politik seperti ayah Anda?
Belum. Saya lagi belajar dunia bisnis dulu. Darah saya adalah darah pedagang.
Tapi pekan kemarin Anda ikut safari Aburizal Bakrie ke Labuan Bajo dan Sumba?
Sekali-sekali saja. Soalnya saya belum pernah pergi ke sana.
Anda berniat berekspansi ke mana lagi?
Saya tidak akan berhenti di Path. Saya suka sekali media teknologi. Saya akan berfokus di bidang itu. Begini, dulu mendirikan perusahaan susahnya bukan main, sekarang mudah. Tinggal beli perangkat lunak gratis di Google, server tinggal pakai Amazon, promo juga tidak pakai sales, tinggal pakai jejaring sosial. Indonesia amat berpotensi.
Apa ambisi Anda untuk melanjutkan trah Bakrie di dunia bisnis?
Tahun 2015, saya mau buat sekolah kejuruan di bidang software engineering dan memberdayakan mereka. Pengembangan bisnis itu bukan soal uang, ide, atau jaringan, melainkan juga manusianya.
Anindya Novyan Bakrie Tempat dan Tanggal Lahir: Jakarta, 10 November 1974 Pendidikan: l Master of Business Administrations in Global Management dari Stanford Graduate School of Business (2001) l Bachelor of Science in Industrial Engineering dari Northwestern University (1996) l Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur 1, Jakarta (1992) Karier: l Chief Executive Officer Bakrie Global Ventura (sekarang) l Presiden Komisaris PT Visi Media Asia (Viva) (2011-sekarang) l Presiden Komisaris dan Chairman PT Lativi Media Karya (TV One) (2007-sekarang) l Presiden Komisaris PT Cakrawala Andalas Televisi (antv) (2009-sekarang) l Presiden Direktur dan Chief Executive Officer PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) (2003-sekarang) l Direktur dan Chief Operating Officer Capital Managers Asia Pte Ltd Singapura (2001-sekarang) l Deputi Chief Operating Officer dan Direktur Pelaksana PT Bakrie & Brothers Tbk (1997-1999) l Finance Analyst, Investment Banking, Global Power Group, Salomon Brothers Inc, New York (1996-1997) |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo