Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eee! Ini bukan teriakan kaget. Bukan pula salah ketik. Eee atau tiga ”E” adalah nama produk laptop terbaru yang mendapat sorotan besar pada pameran Computex 2007 di Taiwan dua pekan lalu. Eee adalah kependekan dari Easy to Learn, Easy to Work, dan Easy to Play.
Kirk Yang, Kepala Divisi Riset Teknologi Citigroups Asia, mengaku terkagum-kagum pada laptop bermoto ”serba mudah” itu. ”Ini satu-satunya kejutan untuk saya tahun ini,” kata Yang sembari menunjuk laptop buatan Asustek dan Intel itu.
Yang mengaku terpikat pada Eee yang mungil bentuknya dan berharga ”bantingan”. Komputer jinjing bernama lengkap Eee PC 701 ini cuma dijual mulai US$ 199 (sekitar Rp 1,8 juta) hingga US$ 299. Bandingkan dengan harga pasaran laptop di Indonesia saat ini. Harga Rp 5 jutaan saja sudah bisa disebut murah.
Eee memang baru dikenalkan kepada khalayak dalam pameran komputer di Taiwan. Asus baru akan memproduksi dan memasarkannya mulai Juli atau Agustus ini. Rencananya, perusahaan Taiwan itu akan membuat 200 ribu unit hingga akhir tahun. Country Manager Asus Indonesia Willy Halim mengatakan produk itu akan masuk Indonesia mulai Agustus.
Menurut Willy, Eee punya segmen khusus dan berbeda dengan laptop konvensional. Jadi kehadirannya tak akan memakan pasar laptop yang sudah ada. Willy memperkirakan Eee akan menjadi tentengan kedua bagi kaum berduit. Misalnya laptop konvensional dipakai hanya di kantor atau di rumah, sedangkan Eee digunakan di luar ruangan.
Mereka yang berkantong tipis pun bernapas lega. Cukup menganggarkan tak lebih dari Rp 2 juta, pembeli sudah menenteng laptop. ”Saya yakin diterima di pasar. Dibanding harga ponsel terbaru saja masih lebih murah,” Willy menambahkan.
Soal tampilan, Eee berbeda dengan laptop konvensional. Dimensinya hanya 22,5 x 16,5 x 2,1 sentimeter dengan berat 0,89 kilogram. Bandingkan dengan saudaranya, Asus G2 PB20DU, yang sudah lebih dulu masuk ke Indonesia. Dimensi Asus G2 itu 41 x 31,5 x 4,6 sentimeter dengan berat 4,4 kilogram.
Layarnya berukuran 7 inci—cuma setengah laptop biasa, yang rata-rata 14 inci. Laptop ini tanpa hardisk. Asus menyediakan pilihan berupa memori flash 4, 8, dan 16 gigabita. Kelebihan lain: Eee PC memiliki pengaman di setiap sudutnya sehingga tahan banting.
Asus belum mengumumkan jenis prosesor laptop ini. Namun wartawan IDG News Service, Sumner Lemon, yang mencoba Eee, memperkirakan platformnya Intel McCaslin A100. ”Apa pun prosesornya, Eee PC tak panas setelah dipakai selama enam jam,” kata Lemon. Dalam rilis Asus, baterai laptop ini hanya tahan tiga jam.
Saat memperkenalkan produknya, Asus mengedepankan mudahnya koneksi Internet. Pengguna bisa langsung terhubung ke Internet dengan fasilitas WiFi 802,11b/g. Eee PC menyediakan kartu Ethernet 10/100 megabita per detik dan modem 56 kilobita per detik. Kelengkapan lain adalah kamera 3 megapiksel. Pengguna juga bisa memanfaatkan teknologi VoIP, percakapan melalui komputer.
Komputer jinjing ini dapat menggunakan sistem operasi Linux dan kompatibel dengan Windows XP. Memori DDR2 512 megabita cukup membuat kinerja laptop lebih cepat. Saat pameran, Eee menggunakan sistem operasi Xandros dengan aplikasi Open Office dan Firefox. ”Cara seperti inilah yang membuat harga laptop bisa ditekan, selain menyiasati perangkat kerasnya,” Willy menjelaskan.
Asustek mengklaim Eee sebagai laptop mungil termurah dan termudah di dunia. Namun vendor lain, seperti Sony Corp., sebenarnya telah lebih dulu meluncurkan ultra mini PC seri UX tahun lalu. Umpamanya seri UX-50 yang hanya berdimensi 15 x 9,5 x 3,2 sentimeter dengan berat 0,52 kilogram. Tapi harga UX-50 saat peluncuran masih di atas US$ 1.000.
Pertimbangan harga sebenarnya sudah menjadi pilihan strategi beberapa vendor. Apalagi konsumen kelas pemula masih memiliki potensi yang besar. Laptop konvensional sudah menekan harga jual sejak tahun lalu. Misalnya Toshiba Satellite A85-S1072, Acer AS3502WLCi, atau Dell Inspiron 1200. Laptop-laptop itu dijual sekitar US$ 500.
Eee memang masih lebih mahal ketimbang laptop mungil buatan Advanced Micro Device (AMD), XO. Laptop dengan layar 7,5 inci ini hanya dibanderol US$ 100. Namun laptop yang merupakan proyek One Laptop per Child ini didesain khusus untuk murid sekolah. Penjualannya juga dilakukan secara borongan oleh pemerintah. Penyebarannya hanya di negara berkembang. Gagasannya lahir dari mantan Direktur Laboratorium Media Massachusetts Institute of Technology Amerika, Nicholas Negroponte.
Harga Eee baru setara dengan proyek Intel lain yang menjadi pesaing One Laptop per Child. Intel World Ahead meluncurkan seri Classmate di negara berkembang pada Maret lalu. Komputer mungil ini juga dirancang untuk murid sekolah. Penjualannya dilakukan melalui pemerintah. Indonesia akan menerima sekitar 100 unit sebelum akhir 2007.
Country Manager Intel Indonesia Budi Wahyu Jati mengatakan konsumen individu dan bisnis di Indonesia cenderung memprioritaskan soal harga saat membeli laptop. Setelah itu, baru spesifikasi dan merek. Kecenderungan serupa terjadi di Malaysia dan Thailand. Bedanya, setelah memprioritaskan harga, konsumen individu Malaysia lebih memilih merek ketimbang spesifikasi. Pembeli di Thailand dan Indonesia menunjuk spesifikasi setelah harga.
Nah, karakter konsumen yang menomorsatukan faktor harga tampaknya akan membuat Eee mudah diterima di Indonesia dan negara berkembang lain. Apalagi bentuknya portabel. ”Tujuh inci adalah bentuk ideal,” ujar Jason Lin, Manajer Produk PC Club Amerika.
Inovasi bentuk dan harga akan menggelembungkan tingkat penjualan komputer. Citigroups memperkirakan laptop murah, seperti Eee, akan mendongkrak penjualan komputer dunia hingga US$ 2 miliar. Konsumennya terentang dari pengguna laptop pemula yang berkantong cekak hingga mereka yang berduit. ”Ini sebuah terobosan,” kata Yang.
Jadi siap-siap saja mengucapkan selamat tinggal buat laptop berbentuk koper yang mahal. Ini eranya laptop mungil dan murah.
Yandi M.R.
Classmate
XO
Eee PC 701
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo