Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanggapan atas Surat Newmont
Saya terkejut memperhatikan satu per satu kalimat pada surat Newmont di Tempo edisi 4-10 Juni 2007. Selain beberapa informasi yang tidak benar dituliskan, ada bagian di mana Newmont memelintir laporan Tim Terpadu. Sah-sah saja bila Newmont bermaksud menyampaikan pendapatnya, tetapi jangan sampai memperdaya pembaca dengan memelintir pernyataan pihak lain.
Surat Newmont yang memelintir laporan Tim Terpadu (yang saya kutip dari Tempo edisi 21-27 Mei 2007) ada pada bagian yang menyangkut logam berat pada sedimen di Teluk Buyat. Di situ Newmont menulis ”Adakah nilai baku mutu untuk sedimen merujuk ASEAN Marine Quality Criteria tahun 2004, seperti diklaim Raja? Ternyata tidak ada!”
Pada bagian mana Laporan Tim Terpadu dan surat saya mengutip laporan Tim Terpadu, yang menyatakan bahwa ASEAN Marine Water Quality Criteria untuk logam berat pada sedimen dinyatakan sebagai baku mutu? Tim Terpadu menggunakan ASEAN Marine dalam konteks sebagai pedoman (referensi), dan tidak pernah menyebutnya sebagai ”baku mutu” untuk arsen dan merkuri pada sedimen.
Tim Terpadu menggunakan ASEAN Marine karena Indonesia belum memiliki nilai baku mutu untuk logam berat pada sedimen. Dalam penegakan hukum lingkungan, bila tidak terdapat baku mutu untuk suatu parameter, maka referensi ilmiah dapat digunakan sebagai pedoman. ASEAN Marine dipilih sebagai rujukan karena lebih relevan untuk negara anggota ASEAN. ASEAN Marine Water Quality Criteria (1999) merupakan hasil dari ASEAN Marine Environmental Quality Criteria-Working Group.
Nilai baku mutu logam berat pada air laut disetujui untuk diadopsi di negara masing-masing. Untuk logam berat pada sedimen menjadi pedoman bagi negara-negara yang belum memiliki nilai baku mutu (standar). Penjelasan ini dapat dilihat pada bagian Pendahuluan dokumen tersebut. Itu sebabnya, Tim Terpadu tidak pernah menyebutnya sebagai ”baku mutu”. Wakil PT NMR selalu ikut dalam pembahasan Tim Terpadu. Semestinya telah menjelaskan kepada manajemen perusahaan agar tidak terjadi salah kaprah seperti ini.
Referensi untuk konsentrasi arsen dan merkuri pada sedimen dapat dilihat dalam Tabel 2 dokumen tersebut (dalam Deocadiz [1999] dan Deocadiz, Diaz and Otico [1999]). Merujuk kepada dokumen itu, sedimen di Teluk Buyat disimpulkan oleh Tim Terpadu sebagai tercemar arsen dan merkuri. Newmont bisa mendapatkan dokumen ini di Sekretariat ASEAN atau Kementerian Lingkungan Hidup untuk dipelajari.
Bila menggunakan referensi lain, kesimpulannya tetap sama. Misalnya, menggunakan Australian Water Quality Guidelines for Fresh and Marine Waters untuk Arsen dan Merkuri pada sedimen, maupun guideline yang sama di Amerika Serikat dan Kanada. Berdasarkan itu, kandungan logam arsen dan merkuri di Teluk Buyat dapat dikatakan bermasalah.
Bila mau terbuka, mestinya Newmont mengirimkan surat tersebut kepada semua anggota Tim Terpadu dan Ketua Tim Teknis Kementerian LH. Agar semua pihak mengetahui apa yang ditanyakan dan jawaban yang diberikan Sekretariat ASEAN. Apalagi, Newmont menyampaikan perihal surat Sekretariat ASEAN itu dalam proses sidang di Manado. Bila yang disampaikan Newmont kepada majelis hakim PN Manado sama dengan yang dituliskannya di Tempo edisi 4–10 Juni 2007, maka dapat dikatakan Newmont telah menyampaikan keterangan tidak benar di pengadilan.
Bagian lain yang perlu diluruskan adalah menyangkut perkara yang disidangkan Pengadilan Negeri Manado. Surat tuntutan yang diajukan Jaksa hanya mengenai ketiga perkara, yakni kualitas air laut, kandungan logam berat pada tailing, dan perizinan untuk pembuangan tailing.
Perkara lain, di antaranya hasil temuan Tim Terpadu, belum menjadi bagian dari perkara yang disidangkan PN Manado. Sebagai contoh, temuan Tim Terpadu menyangkut kandungan logam berat pada air sumur bor (bore water) milik Newmont. Kandungan logam arsen pada air sumur itu melampaui baku mutu air minum yang diperbolehkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002.
Selama beberapa tahun, Newmont memasok air minum kepada warga Buyat Pante dari sumur itu. Masalah air minum ini tidak menjadi perkara yang disidangkan dan diputuskan oleh majelis hakim PN Manado. Sejumlah temuan Tim Terpadu yang lain juga tidak. Artinya, masalah lingkungan di lokasi pertambangan Newmont tersebut belum seluruhnya diproses secara hukum.
Bagian lain yang perlu diluruskan adalah menyangkut pernyataan Newmont, ”PT NMR tidak pernah mendapat teguran/peringatan berkaitan dengan pelanggaran baku mutu di perairan Teluk Buyat.” Kenyataannya, Kementerian Lingkungan Hidup pernah mengirim surat memperingatkan NMR menyangkut laporan kondisi lingkungan di wilayah pertambangannya. Deputi IV Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), dalam surat tertanggal 22 Maret 2002, menyebutkan, sejumlah parameter lingkungan di wilayah pertambangan tersebut telah melampaui baku mutu yang berlaku.
Pada Laporan Pelaksanaan RKL-RPL periode triwulan I tahun 1999 sampai dengan triwulan IV 2001, ditemukan kandungan sejumlah logam berat pada air tanah, air permukaan di dalam lokasi tambang, air tanah pada sumur penduduk, air permukaan di luar lokasi tambang, kualitas air laut, dan kandungan logam berat pada tailing telah melampaui baku mutu yang diperbolehkan. Laporan tersebut berdasarkan laporan pemantauan PT NMR sendiri. Pada pelaksanaan RKL-RPL PT NMR periode berikutnya, kondisinya belum banyak berubah. Dengan demikian, KLH menemukan ada masalah lingkungan di sana.
Surat tanggapan ini saya sampaikan agar masyarakat luas mendapatkan informasi yang benar mengenai kondisi lingkungan di sana. Keterbukaan informasi akan membantu mencegah agar masalah lingkungan tidak berdampak buruk dan meluas bagi masyarakat.
P. RAJA SIREGAR Mantan anggota Tim Terpadu/Periset Walhi, Jakarta
—Dengan pemuatan surat ini, silang pendapat mengenai kasus Newmont diakhiri.
Terima kasih—Redaksi
Terima Kasih Komisi Ombudsman
Di tengah perjalanan saya mencari Dewi Keadilan yang bersembunyi di negeri ini, Tuhan telah mempertemukan saya dengan Komisi Ombudsman Nasional (KON). Hanya sehari setelah surat pembaca saya dimuat Koran Tempo edisi 31 Januari 2007, saya menerima e-mail dari Bapak Dominikus Fernandes, salah seorang Asisten Senior Komisi Ombudsman Nasional.
Dukungan dan bantuan rekomendasi yang diberikan KON sehubungan dengan buruknya pelayanan publik/aparat kepolisian terhadap saya sebagai bagian dari masyarakat kecil secara moril amat luar biasa. Bagaimana tidak? Saat memasuki gerbang Polda Metro Jaya, saya hanyalah seorang pelapor, sekaligus terlapor, yang datang tanpa didampingi kuasa hukum.
Tanpa uang atau kekuasaan, saya harus berhadapan dengan aparat kepolisian yang arogan, khususnya unit cyber crime. Dengan dukungan saksi dan bukti yang cukup, serta surat rekomendasi dari KON, akhirnya kasus pelanggaran Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dihentikan dan saya dipersilakan untuk menggugat kepolisian lewat praperadilan.
Saya menyadari diperlukan kerja keras, dukungan dari berbagai pihak, dan usaha yang terus menerus bagi Ombudsman untuk menjalankan tugas pengawasan pelayanan publik dalam menanggapi laporan korban mala-administrasi.
MONICA M. KRISTANI [email protected]
Masalah Kartu Kredit BNI Selesai
Sehubungan dengan tulisan Bapak Tri Budi Mulyono, seperti dimuat pada rubrik Surat Tempo edisi 7 Mei 2007, bertajuk ”Keluhan Pemegang Kartu Kredit BNI”, kami hendak memberikan tanggapan. Ihwal adanya tagihan premi asuransi Personal Shield X-tra pada tagihan April 2007, sementara Bapak Tri sudah mengirimkan surat pembatalan asuransi pada 26 Maret. Kami jelaskan bahwa tagihan itu muncul karena adanya pendebetan oleh pihak asuransi pada 21 Maret sebelum Tri mengirim surat pembatalan.
Dalam hal ini, BNI telah berkoordinasi dengan asuransi Personal X-tra. Pihak asuransi akan mengembalikan premi seluruhnya, dan akan dikreditkan pada Kartu Kredit BNI milik Tri. BNI juga sudah menghubungi yang bersangkutan untuk menjelaskan, dan permasalahan ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih atas kepercayaannya menggunakan layanan BNI. Kualitas layanan senantiasa kami tingkatkan untuk menjaga kepercayaan nasabah.
INTAN ABDAMS KATOPPO Corporate SecretaryPT Bank Negara Indonesia Tbk, Jakarta
Keluhan Pengguna Kartu 3
Saya tertarik menggunakan kartu prabayar 3 karena iklan di media massa menyebut konsumen akan mendapat tiga kali lipatnya. Saya ikut mencoba karena diajak teman-teman, dan melihat iklannya di televisi. Tapi, pekan pertama sejak iklan di televisi, saya sulit menelepon keluar.
Mengecek pulsa juga tak dapat dilakukan. Kirim pesan pendek ternyata biaya yang dikenakan masih ada tambahan pajak. Saya coba menghubungi layanan 3 Care, yakni 123 atau lewat telepon rumah ke 0896-4-4000123, tapi sulit sekali. Meski bisa dikontak, saya tetap tidak bisa bicara dengan customer service. Saya disuruh menunggu lama sekali.
Di kemudian hari, keluarlah iklan 3X lipat, dan lagi-lagi saya tertipu. Ternyata, pembelian pulsa Rp 100 ribu hanya mendapat pulsa umum yang bisa digunakan menelepon ke semua tujuan sebesar Rp 50 ribu. Jadi, tidak 3X lipat. Karena kesal, akhirnya saya dan teman-teman berniat membuang kartu tersebut.
MERCY ANI Mahasiswi Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta
Insentif Guru SLTP Tidak Adil
Hidup di negeri yang hukum dan keadilannya masih carut-marut membuat banyak warga terpaksa gigit jari. Hal itu, antara lain, tergambar dari nasib para guru yang mengajar di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan berijazah Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama atau Sarjana Muda yang sebentar lagi akan pensiun.
Seperti diketahui, Departemen Pendidikan Nasional saat ini tak lagi memberikan insentif bagi guru di SLTP yang tidak memiliki ijazah strata satu (S-1). Sementara itu, untuk mengejar sertifikasi rasanya sudah terlambat dan hanya membuang-buang biaya, tenaga dan tenaga. Akhirnya, hanya ada satu pilihan, menggigit jari.
Setelah puluhan tahun mengabdi dan menghasilkan putra-putri terbaik bangsa, ternyata perjuangan para pahlawan tanpa tanda jasa itu tidak dihargai oleh negara. Apa gunanya gelar itu kalau tidak diperlakukan secara adil dan mendapatkan apa yang menjadi haknya? Negara ini ternyata hanya memberikan keadilan bagi pemilik ijazah S-1.
ANDREAS EBAN OLA Sanggar Cikal Kompleks Perum PerhutaniBumi Wana Lestari, Surabaya
Easy Pay-Dealer Yamaha Tidak Becus
Pada 27 April 2007, saya memesan satu unit Yamaha Mio Sporty warna hitam melalui cicilan 12 bulan 0% Eazy Pay Citibank. Informasi dari Citibank dan dealer Yamaha PT Delta Sejahtera Indonesia (dealer Yamaha cabang Kramat) bahwa unit tersebut akan saya terima pada 15 Mei 2007. Sampai 24 Mei 2007, pesanan itu belum juga datang, namun Citibank sudah mencatatkannya dalam tagihan bulanan kami.
Saya menghubungi kembali Citibank dan dealer Yamaha. Menurut mereka, pihak dealer belum dapat memastikan tanggal pengiriman. Karena kami tidak dapat mengetahui kapan pesanan kami akan datang, saya sampaikan ke Citibank melalui Ibu Duma bahwa kami ingin membatalkan transaksi tersebut. Akhirnya kami sepakat membatalkan transaksi tersebut.
Beberapa saat kemudian Ibu Monik dari Citibank menelepon kami bahwa sudah didapatkan kepastian tanggal pengiriman, dan kami akan dihubungi PT Delta Sejahtera Indonesia. Sdr. Teddy yang mengaku sebagai manajer dealer tersebut memastikan bahwa pada 31 Mei pesanan saya akan sampai di rumah. Karena merasa yakin dengan pernyataan mereka, kami setuju melanjutkan transaksi itu.
Hingga 11 Juni 2007, ternyata pesanan itu belum juga tiba, padahal kami sudah membayar cicilan pertama. Akhirnya, dengan sangat kecewa saya membatalkan transaksi itu. Kesimpulan kami, kedua pihak itu tidak becus dalam memenuhi kewajiban kepada pembeli. Keduanya tidak mengerti sama sekali prinsip dan etika dalam jual-beli.
Yanto Ciputat, Tangerang
RALAT
- Dalam rubrik Indikator, Tempo edisi 11-17 Juni, halaman 10, bertajuk Cuma Singapura yang Untung, terdapat kesalahan penempatan data dalam infografik. Tertulis, jawaban responden ”ya” sebesar 25,59% (111) berada dalam bidang kuning yang lebih luas dibanding jawaban ”tidak” sebesar 67,97% (295) dalam bidang hijau muda. Seharusnya, jawaban responden ”ya” berada di bidang hijau muda yang lebih sempit.
- Dalam rubrik Inovasi, Tempo edisi 11-7 Juni, halaman 16, bertajuk Energi Surya Sang Paus, tertulis, ”... bahan bakar fosil...”. Seharusnya, ”... bahan bakar non-fosil...”.
- Dalam rubrik Film, Tempo edisi 11-17 Juni, halaman 72, bertajuk Tiga Hari yang Terlalu Lama, tertulis nama Jajang Pamoentjak, seharusnya Jajang Pamontjak.
Mohon maaf atas kesalahan ini.
—Redaksi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo