Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

digital

Ini Kata Facebook Setelah Blokir Semua Konten Berita di Australia

Kanada berkomitmen untuk mengikuti langkah Australia, melalui undang-undangnya akan mewajibkan Facebook membayar ke perusahaan penerbit.

20 Februari 2021 | 22.51 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Facebook telah mencegah organisasi media massa Australia dan penggunanya untuk bisa berbagi konten berita lagi di platform miliknya. Langkah Facebook menandai eskalasi ketidaksepahaman yang terjadi antara perusahaan teknologi itu dengan pemerintah negeri kanguru itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Facebook memutuskan untuk memblokir sebagai merespons atas rencana pemerintah Australia mensyaratkan raksasa media sosial itu membayar kepada organisasi media untuk setiap konten berita yang dibagikan di platform mereka. Facebook menolaknya dan menyatakan bahwa platformnya telah membangkitkan miliaran referal gratis bagi para perusahaan penerbit Australia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Facebook bersikukuh sehingga orang-orang di Australia per pekan ini tak lagi bisa mengunggah link artikel berita di Facebook. Seluruh unggahan juga telah dicabut dari halaman Facebook milik organisasi media di Australia, lokal maupun internasional.

Keputusan itu diambil Facebook hanya beberapa hari sebelum program vaksinasi Covid-19 bergulir di Australia. Ini dijadikan alasan oleh sebagian kalangan di Australia untuk mengecam Facebook. "Arus misinformasi pasti akan semakin parah di platform itu," kata Belinda Barnet dari Swinburne University of Technology, Melbourne.

Barnet menyayangkan Facebook telah menghapus sumber pemberitaan yang justru menyediakan informasi akurat mengenai vaksinasi. "Ini membuat komitmen Facebook kepada publik untuk memerangi misinformasi di tengah pandemi saat ini dipertanyakan," katanya.

Diperkirakan, sebanyak 39 persen populasi di Australia biasa menggunakan Facebook sebagai sumber mendapatkan berita-berita. Mereka kini harus mencari dari sumber lain. "Kita saat ini terlalu bergantung (kepada Facebook), kita harus belajar cara baru berbagi dan mengakses informasi," kata Barnet.

Dalam pernyataannya, Facebook membantah komitmennya berubah. Facebook menerangkan mengarahkan orang-orang ke pusat informasi kesehatan milik otoritas dan memberikan notifikasi setiap perkembangan baru via Covid-19 Information Centre milik Facebook sendiri. "Kami juga masih berlanjut untuk kemitraan dengan pihak ketiga membuat cek fakta."

Menurut James Meese dari RMIT University, Melbourne, apa yang dilakukan Facebook di Australia adalah yang pertama di dunia. Dia menduga, kasus ini akan menjadi eksperimen terbuka tentang dampaknya terhadap hoax dan konsumsi berita. "Dunia akan mengamati apa yang terjadi di Australia ini sebagai sebuah test case," katanya.

Facebook awalnya mencabut banyak halaman non-news juga, termasuk halaman Facebook milik otoritas kesehatan Australia, layanan darurat, dan biro cuaca nasional. Organisasi derma, termasuk institut riset kanker anak dan sebuah layanan bantuan untuk kekerasan domestik juga ikut terdampak.

Belakangan seorang juru bicara Facebook mengatakan yang non-news sejatinya tak termasuk dalam keputusan diblokir. Dia mengatakan kalau draf legislasi yang ada tidak menyediakan tuntunan jelas untuk definisi konten media sehingga Facebook mengambil definisi yang luas dengan alasan menghormati hukum yang ada.

"Namun kami akan memulihkan halaman-halaman yang seharusnya tidak terdampak," katanya.

Google pada bulan lalu juga mengancam menarik keluar layanan mesin pencarinya dari Australia jika mereka menjadi sasaran dari regulasi media tersebut. Namun, raksasa teknologi itu kini telah memiliki kesepakatan yang diteken bersama sejumlah perusahaan media, termasuk Seven West Media dan News Corp, dan kemungkinan menjadi pengecualian dari keharusan membayar konten berita yang ditayangkan di pencarian Google.

Sementara itu, Pemerintah Kanada berkomitmen untuk mengikuti langkah Australia, melalui undang-undangnya akan mewajibkan Facebook membayar ke perusahaan penerbit untuk setiap artikel berita yang masuk ke platform tersebut. "Kanada ada di garis depan pertempuran ini... Kami masuk ke kelompok pertama negara-negara di dunia yang melakukan hal ini," kata Menteri Warisan Budaya Kanada, Steven Guilbeault, dikutip dari Reuters, Jumat 19 Februari 2021.

Pada tahun lalu, organisasi media massa di Kanada menyatakan ada potensi kerugian jika tidak ada campur tangan pemerintah. Menurut mereka, cara yang dilakukan Australia akan membantu memulihkan penerbit senilai 620 juta dolar Kanada per tahun. Penerapan tarif terhadap Facebook dan perusahaan digital lainnya dipandang mampu menyelamatkan 700 macam pekerjaan di media cetak dari total 3.100.

NEWSCIENTIST | ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus