Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM pergelaran Consumer Electronics Show Asia di Shanghai, Cina, yang dimulai sehari sebelum pembukaan Piala Dunia 2018 di Rusia, perusahaan elektronik terbesar Cina, Hisense, menunjukkan televisi masa depannya yang akan membuat smart TV ketinggalan zaman. Tidak hanya dikendalikan dengan perintah suara, artificial intelligence TV (AI TV) itu bisa memberitahukan siapa saja pemain sepak bola yang tengah berlaga; membuat penonton jadi sepintar komentator pertandingan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AI TV juga bisa membelikan jersey dari kedua tim yang sedang bertanding. "Kami yakin ini adalah tahun debut bagi AI TV," ujar Yu Zhitao, kepala smart TV Hisense, seperti dikutip Techradar.com.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, yang digagas para ilmuwan di Amerika Serikat pada 1956, memang untuk memudahkan hidup manusia. Menurut Widodo Budiharto, profesor artificial intelligence dari Binus University, manusia membutuhkan kemudahan, misalnya mengoperasikan semua peralatan cukup dengan perintah suara. Itulah mengapa semuanya memakai artificial intelligence, dari hiburan hingga keamanan. "Tujuan akhir dari AI adalah kemudahan hidup bagi umat manusia dan efisiensi yang tinggi pada semua lini kehidupan," kata Widodo, akhir Mei lalu.
Bagi Haris Izmee, Direktur Utama PT Microsoft Indonesia, artificial intelligence hadir untuk menguatkan kepintaran manusia. "AI ada agar manusia dapat melakukan dan menghasilkan yang lebih lagi," ujar Haris, yang menyebut perusahaannya telah melakukan riset dan pengembangan artificial intelligence lebih dari 25 tahun. "AI adalah bagian dari gambaran yang lebih besar kami mengenai transformasi digital, yakni memadukan manusia, data, dan proses."
Transformasi digital (artificial intelligence adalah salah satu teknologinya), menurut Haris, akan menyumbang US$ 22 miliar bagi produk domestik bruto Indonesia hingga 2021. Ia merujuk pada riset Microsoft, yang bekerja sama dengan IDC Asia-Pacific, yang memprediksi sekitar 40 persen PDB Indonesia akan disumbangkan dari produk dan layanan digital. Namun, Haris menyebutkan, perkembangan artificial intelligence di Indonesia masih dalam tahap permulaan.
Haris menyitir hasil penelitian itu bahwa, meski 79 persen organisasi di Indonesia sedang berada dalam proses transformasi digital, hanya 7 persen dari keseluruhan organisasi itu yang diklasifikasikan sebagai pemimpin. Yang dimaksudkan dengan pemimpin dalam penelitian itu, kata Haris, adalah organisasi yang memiliki strategi transformasi digital secara penuh atau sudah mempunyai kemajuan dengan setidaknya sepertiga pendapatannya berasal dari produk dan layanan digital.
"Tapi saya yakin Indonesia bisa mengatasi ketertinggalan itu lebih cepat karena lebih dari 50 persen populasi Indonesia sudah menggunakan Internet, sekitar 100 ribu orang sudah menggunakan e-commerce, dan 75 ribu di antaranya berbelanja dari ponselnya," ujar Haris. Selain itu, kata dia, Indonesia bagian dari Asia-Pasifik yang bakal menjadi garda terdepan dalam pengembangan artificial intelligence.
Menurut Haris, ada tiga hal yang membuat Asia memainkan peran penting dalam pengembangan artificial intelligence, yakni data, bakat, dan adopsi. Asia lebih terkoneksi secara digital dan dapat menyediakan data dalam jumlah sangat banyak. Artificial intelligence juga membutuhkan bakat-bakat terbaik di bidang sains, teknologi, keteknikan, dan matematika dalam jumlah besar yang bisa diberdayakan oleh perusahaan dan institusi riset. Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan 60 persen populasi generasi muda dunia ada di Asia-Pasifik. "Generasi digital" ini lebih mudah menerima teknologi digital dalam kehidupan mereka.
Sayangnya, di Indonesia, menurut Widodo Budiharto, belum ada industri besar yang mau memproduksi hasil riset para peneliti. Penyebabnya: tidak ada padu-padan (link and match) antara dunia penelitian dan industri. "Pemerintah harus melakukan pemetaan terhadap pengembangan industri yang dibutuhkan, lalu menyerahkan kepada peneliti untuk melakukan riset pengembangan sehingga hasilnya bisa langsung diproduksi oleh industri," ucapnya, memberi contoh apa yang dilakukan di Cina.
Widodo mengatakan riset artificial intelligence yang dibutuhkan Indonesia sekarang adalah artificial intelligence untuk pendidikan. Misalnya menerapkan augmented reality dan virtual reality dalam pembelajaran; praktik dengan simulasi sehingga pelajar dapat belajar seakan-akan berada di lingkungan yang autentik. Menurut dia, belajar dengan augmented reality dan virtual reality bisa diterapkan di semua program studi. "Bukan hanya untuk jurusan pembuat game, jurusan jahit-menjahit dan pariwisata juga membutuhkannya," ujarnya.
Menurut Widodo, perkembangan artificial intelligence di dunia sangat pesat karena inti dari artificial intelligence adalah peranti lunak (software). Perkembangan itu dipicu oleh terus munculnya bahasa pemrograman baru dan bertambahnya kebutuhan. "Apa pun khayalan kita, selagi bisa diwujudkan dalam bentuk software ataupun robot, maka bisa terwujud," katanya.
Ia menyebutkan saat ini sudah ada robot polisi di Uni Emirat Arab, robot satuan pengamanan di Korea Selatan, dan robot yang bisa meloncat. "Ilmuwan AI sudah merencanakan robot bisa bertanding sepak bola dengan manusia pada 2050," ujar Widodo.
Saat ini pun sebenarnya manusia telah memanfaatkan artificial intelligence meskipun tidak menyadarinya. Haris Izmee memberi contoh aplikasi voice assistant dan peta sistem navigasi. Di Indonesia, kata dia, Microsoft telah mengembangkan Rinna, chatbot sosial berbasis artificial intelligence yang diposisikan sebagai teman baik pengguna aplikasi pesan instan Line. "Dalam waktu dekat, teknologi Rinna akan dikembangkan untuk membantu perusahaan meningkatkan produktivitas dan interaksi dengan pelanggan," ucap Haris.
Senada dengan Haris, Indonesia Country Head Qualcomm International, Shannedy Ong, mengatakan banyak aplikasi dan fitur di telepon seluler yang telah memiliki kemampuan artificial intelligence tapi tidak disadari penggunanya. Ia memberi contoh aplikasi fotografi pintar ataupun pengenal wajah untuk membuka kunci layar. "Chipset SnapDragon 820, 660, 835, dan 845 untuk kelas ponsel high-end sudah mendukung AI," katanya.
Dominikus Susanto, Marketing Senior Manager Qualcomm International, menjelaskan, perusahaannya melakukan riset artificial intelligence sejak sepuluh tahun lalu. Produk chipset yang mendukung artificial intelligence pertama mereka adalah SnapDragon 820, yang dirilis pada 2015. Tapi Qualcomm juga mengembangkan chip untuk perangkat selain ponsel. Menurut Shannedy, mobile phone menjadi bisnis inti mereka. "Tapi kami juga masuk ke otomotif (autonomous vehicle), Internet of Things yang luas, dan konektivitas, seperti Wi-Fi dan access point," ujarnya.
Shannedy mengatakan fokus pengembangan artificial intelligence yang dilakukan perusahaannya saat ini adalah membawa proses komputasi artificial intelligence ke perangkat. "Sekarang ini banyak AI yang proses komputasinya dilakukan di Cloud. Ini membutuhkan banyak waktu," katanya. "Makanya Qualcomm mau lebih maju dengan mentransfer AI ke perangkat itu sendiri." Jadi prosesnya cepat dan diselesaikan di tingkat lokal serta cocok untuk kasus-kasus yang real-time atau yang sangat memperhitungkan waktu.
Baik Widodo Budiharto, Haris Izmee, maupun Shannedy Ong sepaham bahwa artificial intelligence bukanlah ancaman bagi kemanusiaan seperti kekhawatiran kalangan yang menentangnya. "Yang menjadi kekhawatiran, kalau sistem cerdas yang sangat cerdas itu tidak bisa dikendalikan atau pemiliknya lalai," ujar Widodo.
Menurut Shannedy, memang ada sebagian pekerjaan yang digantikan oleh robot, tapi juga tercipta model bisnis yang baru. Haris bahkan mengutip hasil riset Microsoft-IDC yang menyebutkan bakal ada 26 persen pekerjaan baru untuk mengimbangi 27 persen pekerjaan yang dialihdayakan atau diotomatisasi.
Bagi Microsoft, kekhawatiran akan muncul robot yang tidak terkendali diantisipasi dengan membuat Enam Prinsip Dasar AI. Enam prinsip dasar itu, kata Haris, adalah harus mematuhi undang-undang privasi data; harus transparan memberikan informasi; harus adil bagi semua orang; harus andal dalam beroperasi dan menjalani pengujian ketat; inklusif, yakni dapat mengatasi berbagai kebutuhan dan pengalaman manusia; serta akuntabel, yaitu perancang harus bertanggung jawab atas bagaimana sistemnya beroperasi.
"Pada akhirnya tergantung bagaimana Anda merancangnya atau mengaplikasikan AI. Jadi kami mengembangkan AI berdasarkan pada enam prinsip dasar itu dan kami yakin AI bisa digunakan untuk hal yang baik," ucap Haris.
Dody Hidayat, Nurdin Kalim
Risalah Robot dan AI
DUNIA robotika dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) berkembang dengan sangat cepat karena ditenagai oleh kekuatan komputasi dan konektivitas.
1921
Istilah robot diperkenalkan penulis asal Republik Cek, Karel apek.
1941
Izaac Asimov memformulasikan "Tiga Hukum Robotika".
1950
Alan Turing mempublikasikan penelitian tentang kemungkinan mesin yang berpikir. Ia mengembangkan Turing's Test yang menguji kemampuan mesin untuk berpikir dengan menjawab pertanyaan.
1951
Marvin Minsky membangun neurocomputer pertama Stochastic Neural Analog Reinforcement Computer (SNARC).
1954
George Devol menciptakan Unimate, robot pertama yang bisa dioperasikan dan diprogram secara digital.
1956
Bidang riset artificial intelligence dibentuk dalam konferensi di Dartmouth College, Hanover, New Hampshire, Amerika Serikat.
1960
Frank Rosenblatt membangun Mark I Perceptron, komputer yang belajar keahlian baru melalui trial and error.
1968
Robot mobil Shakey diperkenalkan. Ia dikendalikan oleh komputer seukuran rumah.
1979
SCARA (Selective Compliance Articulated Robot Arm), robot lengan, dikembangkan untuk pabrik perakitan.
1984
General Robotics Corp mengembangkan R85X, yang memiliki peranti lunak yang memungkinkannya belajar dari lingkungan.
1986
Honda menciptakan EO, robot humanoid pertama yang berjalan dengan dua kaki.
1988
Programmer Inggris, Rollo Carpenter, menciptakan Jebberwacky, chatbot artificial intelligence yang dirancang untuk belajar dari percakapan. Help Mate, robot pelayan, mulai beroperasi di Danbury Hospital, Connecticut, Amerika.
1990
Tom Caudell, ilmuwan Boeing, mempopulerkan frasa augmented reality. iRobot Corporation berdiri, memproduksi robot domestik dan militer.
1997
Komputer IBM, Deep Blue, mengalahkan pecatur Garry Kasparov. Wahana Pathfinder milik badan antariksa Amerika, NASA, mendarat di Mars.
1998
Cynthia Breazeal dari MIT menciptakan Kismet, robot yang berinteraksi secara emosional dengan manusia.
2005
Stanley, mobil robotika ciptaan Stanford Racing Team Stanford University, California, Amerika, bisa berkendara sendiri sejauh 211 kilometer.
2007
Fanuc menciptakan robot lengan untuk industri yang mampu mengambil 120 item per menit.
2011
Apple Inc memperkenalkan Siri.
2012
Google memperkenalkan Google Now untuk merespons Siri. Rodney Allen Brooks, ilmuwan robot Australia, menciptakan Baxter, yang bisa melakukan tugas repetisi ringan.
2013
Google meluncurkan Google Glass, kacamata augmented reality.
2015
Amazon meluncurkan Alexa, asisten virtual yang membantu komunikasi dengan peralatan yang terkoneksi di rumah.
2016
Amazon membuat pengantaran dengan drone pertama kali di Inggris. Sony PlayStation meluncurkan PlayStation VR (Virtual Reality). Uber mulai menguji coba mobil tanpa sopir di California dan Arizona, Amerika.
2017
Sophia, robot humanoid buatan perusahan Hong Kong, Hanson Robotics, mendapatkan kewarganegaraan Arab Saudi.
2018
Honda memperkenalkan empat 3E Robotics Concept yang lucu dan membantu dalam pergelaran Consumer Electronic Show.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo