Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulanya hanya karena Mark Spencer tidak punya cukup duit untuk membeli perangkat private branch exchange (PBX) untuk perusahaan barunya, Digium Inc. Maklum saja, saat itu, sepuluh tahun lalu, dia masih mahasiswa Computer Engineering di Universitas Auburn, Alabama, Amerika Serikat.
Harga perangkat itu US$ 10 ribu atau sekitar Rp 110 juta. Padahal, dia perlu perangkat itu untuk membagi saluran telepon ke setiap meja. Bermodal kemampuan pemrograman dari bangku kuliah, Mark, sekarang 32 tahun, kemudian membuat Asterisk, peranti lunak yang berfungsi laiknya mesin PBX. ”Saya justru belum pernah menyentuh mesin PBX tradisional,” kata Mark kepada majalah Forbes, dua tahun lalu.
Asterisk, yang semula hanya pekerjaan ”iseng-iseng” Mark, kemudian malah jadi bisnis utama dia. Usaha jasa instalasi dan konsultasi Linux dia tinggalkan. Popularitas Asterisk yang diedarkan gratis dan bersumber terbuka alias open source ini pun terus menjulang. Tahun lalu, Asterisk diunduh 1,5 juta kali atau rata-rata 4.100 kali per hari. Angka itu jelas bukan kabar gembira bagi perusahaan perangkat telekomunikasi seperti Cisco Systems, NEC, atau Nortel.
Di negeri ini pun ada peranti lunak serupa Asterisk. Namanya Briker IP-PBX. Menurut pemiliknya, Anton Raharja, nama itu mengingatkan pada brik-brikan lewat interkom yang begitu populer pada 1980-an. Versi pertama Briker yakni 1.0.0. diluncurkan pada Juli lalu. Versi terbarunya, Briker 1.0.3, bisa diunduh mulai pertengahan Desember silam. Versi mutakhir Briker ini, kata Anton, lebih stabil dan suaranya lebih bersih. Seperti halnya Asterisk, Briker ini juga peranti lunak bersumber terbuka dan gratis.
”Bikinnya sekitar satu bulan,” kata Anton, 30 tahun. Di proyek Briker ini, dia dibantu empat orang: Asoka Wardhana, Dadan Hatomi, Aulia Rahayaan, dan Imam M. Ridwan. Sebagian besar memang Anton yang mengerjakan pembuatan Briker. ”Mereka bantu terutama urusan grafis dan uji coba,” katanya pekan lalu.
Pembuatan Briker terhitung cepat karena mereka memang tidak membikin semuanya. Ibarat mobil, Briker ini dirakit dari berbagai komponen yang sudah ada di pasar. ”Yang kami buat terutama integrator system alias sistem penghubungnya,” ujar Anton. Tapi jangan lantas dikira membuat sistem penghubung ini gampang. Beberapa aplikasi yang ada dalam Briker antara lain Free PBX 2.4, Asterisk 1.4, Asterisk2Billing 1.3 dan Webmin. Semua aplikasi ini kemudian dikemas dalam distro Linux berbasis Ubuntu, dan jadilah Briker IP-PBX.
Ketimbang AsteriskNow, TrixBox, atau Elastix, ukuran file Briker hanya separuhnya, yakni 286 megabita. Alat ini juga tidak butuh spesifikasi komputer macam-macam. ”Kalau ada komputer bekas di kantor, pakai saja,” katanya. Sebab Briker hanya perlu prosesor Intel Pentium 4, memori 512 megabita, dan kapasitas hard disk sesuai dengan kebutuhan. Apabila lalu lintas telepon hendak direkam seperti di call center, jelas perlu kapasitas simpan yang besar. Yang penting, kata Anton, harus ada jaringan lokal atau local area network (LAN).
Proses instalasinya juga gampang. Semua manualnya sudah ada di situs Briker—www.briker.org. Tinggal unduh Briker dari situs tersebut, simpan ke cakram. Atur BIOS ke opsi booting dari CD-ROM, dan masukkan cakram. Selanjutnya tinggal ikuti instruksi di layar. Maka, komputer itu sudah berubah menjadi server PBX. Dan setiap komputer yang terhubung ke jaringan lokal dengan sendirinya berubah menjadi ”nomor ekstensi”.
Laiknya mesin PBX, setiap lalu lintas telepon dalam jaringan lokal Briker, sekalipun itu beda kota, tak perlu keluar ongkos. Briker juga bisa terhubung ke jaringan telepon kabel (PSTN) atau seluler. Syaratnya, harus dipasang VoIP card di komputer Briker. Baru untuk percakapan jenis terakhir ini, ada biayanya.
Selain untuk telepon, fitur Briker lain lumayan lengkap. Untuk konferensi video bisa, terima faksimile pun oke. Seperti mesin PBX biasa, alat ini juga memiliki fitur distribusi panggilan otomatis. Jadi, semisal ekstensi yang dituju sedang sibuk, mesin pintar ini akan langsung mengalihkan ke nomor lain. Di sisi admin atau pengelola jaringan, pelaporan lalu lintas panggilan juga lumayan komplet. ”Di versi 1.0.4 nanti, yang akan dikeluarkan pada Februari ini, statistiknya akan lebih detail,” kata Anton.
Tapi, yang pasti, mengunduh Briker lebih murah ketimbang membeli mesin PBX. Mesin PBX mini merek Votel untuk enam sambungan telepon dan 32 nomor ekstensi, misalnya, harganya Rp 6 juta. Itu pun mesti menarik kabel lagi untuk setiap ekstensi. Bandingkan dengan server Briker, yang bisa melayani hingga 1.000 ekstensi dan gratis. Kalaupun harus menambah VoIP card, harganya hanya sekitar US$ 300. Perusahaan pengguna Briker juga lebih irit biaya instalasi. Pasalnya, kabel tak perlu diulur untuk membuat jaringan ekstensi baru, karena jalurnya menumpang pada jaringan lokal (LAN).
Tak hanya biaya pembelian perangkat dan instalasi yang bisa diirit. Dengan Briker, ongkos bertelepon bisa dihemat. Itu berkat fitur least cost routing. Briker akan mengarahkan setiap panggilan keluar, misalnya ke nomor Telkomsel atau Indosat, melalui jalur yang paling murah, yakni sesama operator.
Memang harus ada ongkos tambahan untuk membeli perkakas wireless terminal. Harganya Rp 1 juta hingga Rp 10 juta, tergantung kapasitas. Di terminal ini dipasang nomor setiap operator seluler. Jadi, setiap ada panggilan keluar, misalnya menuju ke nomor Telkomsel, Briker akan meneruskan ke terminal dan memilihkan jalur Telkomsel juga. Sehingga yang terjadi akhirnya adalah percakapan antar-sesama nomor Telkomsel.
Ada pula cara irit yang lain, yakni lewat VoIP Rakyat—www.voiprakyat.or.id. Ini adalah cara bertelekomunikasi lewat jalur Internet. Pengguna Briker cukup mendaftar di situs VoIP Rakyat dan selanjutnya halo, halo, halo….
Popularitas Briker memang belum setinggi Asterisk. Hingga saat ini jumlah pengunduh Briker belum menembus angka seribu. ”Tapi sudah ada ratusan,” kata Anton. Bila yang mengunduh ini perusahaan yang rata-rata karyawannya 10 orang, berarti pengguna Briker sudah mendekati 10 ribu. Lebih dari lumayan, untuk peranti lunak yang baru diluncurkan setengah tahun lalu.
Anton optimistis, kebutuhan solusi telekomunikasi irit seperti Briker dan juga VoIP Rakyat akan terus tumbuh. Apalagi pada saat krisis seperti sekarang ini, ketika perusahaan ramai-ramai mengencangkan ikat pinggang. Seperti juga Asterisk, yang pengunduhnya melonjak tajam sejak krisis ekonomi mencekik Amerika Serikat.
Jika pengguna Briker terus bertambah, duit yang mengalir ke perusahaan Anton, PT Jelajah Media Informatika, mestinya juga tambah kencang. Sebab, semakin banyak yang butuh jasa mereka untuk menangani masalah instalasi atau pengoperasian Briker. Dari situlah mereka menangguk fulus, bukan dari berjualan Briker.
Sapto Pradityo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo