Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Membuka Dunia bagi <font color=#FF9900>Tunanetra</font>

Para programer lokal mengembangkan beberapa peranti lunak untuk tunanetra, termasuk permainan pingpong dan pembuat gambar geometri. Orang buta kini dapat mengakses dunia yang lebih luas dan berinteraksi di Internet.

7 September 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANGUNAN berlantai dua itu berada di pojokan Jalan Gunung Balong II, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Butuh waktu sekitar lima menit berjalan kaki dari jalan raya untuk ke sana. Di situlah lokasi kantor Yayasan Mitra Netra, lembaga independen pengembangan tunanetra yang aktif sejak 18 tahun lalu.

Beberapa orang tunanetra, sendirian atau bersama rekannya, terlihat menuju dan meninggalkan kantor. Beberapa remaja tunanetra berseragam sekolah putih-biru tampak duduk sambil berbincang-bincang di pelataran gedung yang terlindungi pohon yang rindang, Selasa siang pekan lalu.

Para penyandang tunanetra itu rajin berkunjung ke kantor yayasan. Salah satu sebabnya, yayasan memiliki perpustakaan khusus tunanetra. Di situ mereka dapat ”membaca” semua buku gratis, mengakses Internet, atau bergaul di jaringan sosial Facebook, bikin blog, atau menulis dengan aplikasi pengolah kata dengan komputer yang dilengkapi peranti lunak pembaca layar (screen reader). Perpustakaan yang dikelola lembaga itu memiliki koleksi sekitar 2.300 buku dalam bentuk rekaman kaset, 1.300 rekaman digital, dan seribu lebih buku cetak berhuruf Braille.

”Tunanetra kan manusia juga, yang butuh bahan bacaan dan mengakses informasi,” kata Wakil Direktur Yayasan Mitra Netra Irwan Dwi Kustanto. ”Teman-teman tunanetra bahkan bisa asyik bermain game @Pong,” katanya seraya tersenyum.

@Pong (baca: apong) atau Accessibility Pong adalah peranti lunak bikinan lokal terbaru khusus untuk tunanetra. Bisa berjalan pada sistem operasi Windows ataupun Linux, @Pong merupa-kan aplikasi berbasis terbuka (open source) pertama di dunia yang dirancang khusus untuk tunanetra. Peranti lunak lokal lain yang juga dikembangkan untuk tunanetra adalah permainan interaktif berbasis transduser ultrasonik dan Sony PlayStation. Kedua aplikasi ini telah diuji coba dan diluncurkan dalam Ritech Expo 2009 di Balai Sidang Senayan, Jakarta, awal Agustus lalu.

Permainan @Pong dibikin oleh Studio Telegraph, yang sebelumnya membuat Nusantara Online, permainan daring (online) berlatar sejarah Indonesia. Permainan ini sebenarnya sebagai jawaban terhadap tantangan dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Pada April lalu, ketika mereka mengajukan usulan proyek bersumber terbuka ke pemerintah, pejabat kementerian itu meminta sebuah permainan unik untuk kalangan tunanetra yang nantinya mudah diakses siapa saja lewat Internet.

Direktur Studio Telegraph Rama Dwissa Wiana lantas menarik 7 dari 25 awaknya untuk membuat game ini. Peranti lunak yang dipakai adalah Angel Lite, versi lebih sederhana dari mesin untuk Nusantara Online. Angel (Another Game Engine Library) adalah program berbasis sumber terbuka yang kemampuannya dalam menciptakan obyek tiga dimensi dengan tampilan yang nyata setara dengan mesin game kelas tinggi komersial. ”Sebenarnya game ini bonus dari proyek Nusantara Online,” kata Rama.

Ketika merancang permainan itu, Irwan sempat mengusulkan beberapa jenis permainan komputer yang dapat dilakukan penyandang tunanetra. ”Misalnya permainan berburu, tetapi Heru Nugroho (Managing Director Nusantara Online) akhirnya memilih pingpong,” kata Irwan.

Mesin Angel Lite, kata Rama, bisa dikembangkan untuk membuat permainan semacam Tetris, balap mobil, atau perang-perangan kapal. ”Sasarannya buat siapa pun yang mau bikin game,” katanya.

Seluruh penggarapan @Pong dilakukan di kantor Studio Telegraph, sebuah rumah kontrakan di kompleks karyawan Institut Teknologi Bandung di Jalan Sangkuriang, Blok M2, Bandung. Lantai satu rumah itu sesak oleh deretan komputer di atas meja. Saat Tempo bertandang ke sana pada Selasa pekan lalu, para karyawan tampak serius menekuni layar komputer atau laptop. Mereka adalah lulusan sekolah menengah kejuruan, diploma, dan sarjana dari berbagai disiplin ilmu. Mereka berbagi kerja dalam menggarap proyek ini. Lulusan sekolah kejuruan, misalnya, membuat animasi, sarjana ilmu sejarah dan bahasa Inggris kebagian membuat naskah, dan lulusan sekolah seni menangani tampilan grafis.

Konsep permainan ini, kata Rama, sama seperti aslinya. Selama ini kaum tunanetra bermain pingpong tidak dengan cara memantulkan bola, tapi mendorong bola di atas meja. Pemain yang luput menangkis bola berarti kehilangan angka. Bola itu diberi gerincingan di dalamnya agar pemain bisa mengetahui arah lari bola dan mengukur kecepatannya dari suara gemerincing itu.

Pada @Pong, bola itu dibuat dengan suara tiga dimensi disertai deru angin samar-samar. Jika bola masuk, sorak penonton berderai, yang disusul suara pemberi angka. Asyiknya, game ini memungkinkan pemain bisa bertanding dengan pemain lain melalui jaringan lokal (local area network) atau online. Cara memainkannya pun sangat mudah. Setelah memilih lawan di komputer, pemain tinggal menekan dua tombol pada papan ketik untuk menggeser bet pingpong ke kanan atau ke kiri, dan satu tombol lagi untuk memukul.

Berbeda dari game tunanetra pada umumnya yang hanya menampilkan suara, @Pong juga dilengkapi tampilan gambar tiga dimensi, sehingga orang normal pun dapat menonton pertandingan itu melalui layar komputer. ”Tunanetra kan juga ingin tampil,” kata Rama, alumnus Jurusan Desain Grafis Sekolah Tinggi Seni Rupa dan Desain Indonesia Bandung.

Saat diuji coba bersama Yayasan Mitra Netra, setidaknya ada dua catatan untuk permainan ini. Pertama, game interaktif ini mudah dimainkan oleh pemain setelah menjajalnya beberapa kali. Pemain baru yang langsung berlaga, kata Rama, awalnya mengalami kesulitan. ”Artinya, game itu bisa dipelajari,” ujarnya.

Kedua, pemasangan speaker atau headphone yang mengalirkan suara lingkungan harus terpasang tepat. Jika posisinya tertukar, pemain akan salah pukul, ”Karena speaker kanan menampilkan suara untuk bola yang ke arah kanan, dan sebaliknya,” kata Rama.

Irwan berharap kelak @Pong terus disempurnakan sehingga benar-benar seperti permainan pingpong sesungguhnya. Ia bahkan berencana menggelar turnamen @Pong dalam acara Perkemahan Komputer untuk Tunanetra tahun depan. ”Mungkin bisa kita pertandingkan sekitar 100 peserta tunanetra di sana,” katanya bersemangat.

Keinginan Irwan mungkin bisa terwujud karena Hendra Hermawan sedang mengembangkan permainan interaktif berbasis transduser ultrasonik sebagai bagian dari tugas akhir di tempatnya kuliah di Jurusan Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Putra seorang pemilik rental PlayStation di Banyuwangi, Jawa Timur, itu ingin membuat tubuh manusia berfungsi sekaligus sebagai pengendali game. ”Jadi, kalau main PlayStation tidak perlu lagi pakai joystick,” katanya.

Joystick sebenarnya diciptakan untuk mendeteksi gerakan tubuh manusia (seperti melompat dan memukul) melalui sensor khusus. Hendra kemudian mengganti joystick dengan transduser (alat pengubah stimulus gerak menjadi sinyal listrik) ultrasonik dan switch digital. Alat-alat itu kemudian dipasang pada tubuh pemain, sehingga gerakan organ tubuh itu akan memicu sinyal listrik yang kemudian disalurkan ke sistem PlayStation, yang menerjemahkannya menjadi perintah yang dipahami program game. Untuk pengujian, Hendra memilih game Tekken, sebuah permainan adu jotos bikinan Jepang yang populer.

”Alat transduser ini kita pasang di empat bagian tubuh kita,” kata Harris Pirngadi, dosen pembimbing Hendra yang juga Kepala Laboratorium Sistem Aplikasi Elektronika di kampusnya. Bagian tubuh yang digunakan adalah tulang ekor (untuk mendeteksi gerakan melompat), dada (jarak), siku kiri dan kanan (pukulan), dan lutut (tendangan).

Dengan terpasangnya alat ini, ketika pemain memukul, lawan virtual di game akan memukul juga. Begitu juga dengan gerakan lainnya, seperti melompat dan salto. Hanya, karena alat ini masih memakai kabel, gerakan pemain belum sebebas pemain virtual di game tersebut. ”Nantinya kita memang akan mengembangkan dengan modul pengendali, sehingga tidak usah pakai kabel,” kata Harris.

Harris juga akan mengembangkannya untuk menciptakan game interaktif khusus tunanetra. Dia nanti akan mengganti transduser dengan aktuator, yakni alat pengubah stimulus listrik menjadi stimulus gerak atau kebalikannya. Dengan memanfaatkan aktuator, gerakan yang ada dalam game akan diubah menjadi sinyal getar yang bisa dirasakan oleh pemain.

”Jadi, aktuator nanti kita pasang di dada, misalnya untuk game Tetris, maka gerakan balok turun akan terasa ada yang turun di dadanya,” kata Harris. Namun Harris masih memerlukan waktu sekitar enam bulan lagi untuk membuat alat ini.

Di luar permainan, Yayasan Mitra Netra terus mengembangkan Mitra Netra Braille Converter, peranti lunak yang dapat mengubah dokumen digital biasa (misalnya file Microsoft Word) menjadi dokumen Braille atau sebaliknya. Dokumen tersebut juga dapat dicetak ke kertas dalam bentuk huruf Braille.

Mereka juga sedang mengembangkan program Mitra Netra Tactile Graphic, peranti lunak yang memungkinkan tunanetra membuat dan mengenali bentuk geometri. ”Saat ini programnya sudah bisa bikin lingkaran atau bentuk geometri sederhana,” kata Irwan, yang juga penulis antologi puisi berhuruf Braille, Angin pun Berbisik. Kegiatan itu, kata Irwan, adalah untuk membuat kaum tunanetra mampu mengakses dunia seluas mungkin.

Hasilnya cukup menggembirakan. Beberapa anak asuh mereka kini sudah bisa membangun situs web, membuat blog, dan menjadi wartawan teknologi informasi, sebuah profesi yang dulu jauh dari bayangan mereka. ”Bahkan sedikitnya sudah ada sepuluh teman tunanetra yang menjadi blogger aktif,” kata Irawan.

Kurniawan, Anwar Siswadi, Fatkhurrohman Taufiq

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus